Bila kita melihat seorang manusia yang hidupnya cenderung tidak tenang, kemungkinan besar, mereka tidak berusaha untuk bersikap terbuka. Entah terbuka dengan kenyataan, dengan diri sendiri, ataupun dengan kehidupan sosialnya. Keterbukaan inilah yang kerap kali juga memantik seseorang untuk bertindak aneh. Contohnya saja terorisme, atau kasus seperti Hikkikomori di Jepang.Â
Selain daripada tindakan aneh, seringkali ketertutupan seseorang dengan pandangan-pandangan lainnya, menciptakan fanatisme. Fanatisme beda dengan pemikiran yang sifatnya kaffah (full). Seorang muslim atau kristen yang fanatik, bisa jadi tidak menjalankan ritual keagamaannya secara full. Begitupula dengan seorang yang fanatik terhadap sosok atau ideologi atau bahkan klub bola tertentu. Bisa jadi, mereka hanya tahu di kulitnya saja.Â
Semua yang saya sebutkan di atas tadi, jikalau kita telisik lebih dalam, mengarah kepada kondisi ketidaktenangan. Kondisi yang tidak tenang, tidak saya definisikan sama seperti stress atau depresi, hanya tidak tenang saja.Â
Sebagai contoh, seorang wanita yang fanatik terhadap feminisme, akan merasa tidak tenang dan mungkin di saat yang bersamaan, tidak senang, ketika ada wanita lain melayani suami/lelaki lain dengan sepenuh hati. Mereka akan menganggap itu adalah bentuk perbudakan oleh pemikiran-pemikiran patriarki.Â
Padahal, andai saja mereka mengembangkan kemampuan untuk berpikir terbuka secara sadar, kegiatan membuat bekal akan menjadi kegiatan yang biasa saja. Hal ini tidak akan mengganggu kehidupan mereka sedikit pun. Hal yang sama pun dapat diterapkan jika terjadi perbedaan dalam unsur-unsur SARA di masyarakat kita. Perbedaan itu tidak akan membuat kita tegang apalagi menjadi saling baku hantam dan membinasakan HAM satu dengan yang lainnya.Â
Oleh sebab itu, meskipun dalam buku The Kingpin Project karya Vincent Ricardo disebutkan bahwa keterbukaan adalah salah satu langkah untuk mencegah kepunahan. Menurut saya, keterbukaan, dalam fungsinya yang paling sederhana adalah kunci untuk mencapai ketenangan. Dan orang baru bisa berpikir jernih jauh ke depan, hanya dan hanya jika dia tenang.Â
Hal ini juga yang terjadi pada Vasili Arkhipov ketika dia memutuskan untuk tidak segera menembakkan hulu ledak nuklir yang bisa berakibat pecahnya perang nuklir pada masa Krisis Nuklir Kuba. Vasili adalah seseorang yang mengembangkan keterbukaan dan dengan sadar serta tenang meminta teman-temannya untuk melakukan observasi dahulu. Dan keputusan yang baik serta jauh ke depan pun akhirnya terlaksana berkat keterbukaan Vasili.Â
Maka, jikalau anda ingin memiliki keputusan yang cerdas, lugas, dan juga tepat, salah satu langkah yang bisa anda ambil adalah mengembangkan keterbukaan. Karena dengan keterbukaan, anda bisa melihat dari berbagai sisi dengan perspektif yang sejernih-jernihnya dan juga dengan pemikiran yang setenang-tenangnya.Â
Dan bukan hanya untuk mengambil keputusan belaka. Mengembangkan keterbukaan juga akan membuat hidup anda menjadi lebih nyawan, luwes, dan tidak panasan. Hal ini tentunya akan berdampak baik bagi kesehatan mental, intelektual, dan jasmani anda.