Banyak orang yang menuduh IDI kepanasan karen dr. Terawan adalah seorang dokter yang "sukses". Kesuksesan inilah yang digadang-gadang jadi penyebab dr. Terawan dipecat. Tentu saja, para pendukung Vaknus dan juga metode cuci otak sangat kepanasan dengan pemecatan ini.Â
Tapi, apakah benar demikian?
Sebagai seorang yang bergerak di bidang STEM, kami dituntut untuk bekerja dengan tata cara yang telah ditentukan. Memang akan bisa terjadi penemuan metode baru, akan tetapi, hal tersebut haruslah diuji dengan serangkaian pengujian maha ketat dan juga terstruktur yang sesuai dengan kaidah-kaidah metode saintifik. Oleh sebab itu, dalam tingkat lab saja, jika satu step terlewat, maka harus diulang sedari awal.
Begitu pula yang terjadi dengan dr. Terawan. Metode penyembuhan dengan cuci otak sangatlah bertentangan dengan tata cara metode saintifik. Tidak ada pengujian tahap laboratorium, uji klinis 1,2,3, dan hal-hal yang seyogyanya dilakukan untuk merumuskan suatu metode penyembuhan. Di sisi lain juga, tidak terlalu banyak jurnal yang membahas tentang metode yang dilakukan oleh dr. Terawan.Â
"Ah tapi kan banyak yang sembuh?!"
Perlu kita ketahui, bahwa kesembuhan atau keberhasilan, dalam STEM seringkali hanyalah bagian kecil dari indikator lulus atau tidaknya suatu metode untuk menjadi sebuah metode yang saintifik. Yang terpenting adalah sesuai atau tidakkah dia dengan kaidah ilmiah yang ada. Serta, konsistensi hasil yang bisa diuji oleh banyak orang secara independen.Â
Sebagai contoh, ketika seseorang berkata gravitasi tidak ada, orang yang merasakan bahwa gravitasi tidak ada ini tidaklah shahih perkataannya. Karena, berdasar kepada metode yang sudah ada, hasil yang dihasilkan konsisten menunjukkan kalau gravitasi ada.Â
Hal ini pun berlaku juga untuk orang yang mengatakan sembuh ke dr. Terawan, dukun, ponari, atau pengobatan tradisional cina. Kata-kata testimoni mereka tidaklah shahih untuk dijadikan rujukan tentang benar tidaknya suatu metode secara saintifik.
"Kalau gitu kenapa sampai dipecat?! Ah ini pasti ulah antek-antek mamarika!"
Orang yang tidak mematuhi kaidah etik ilmu pengetahuan, tidak pantas dikatakan sebagai seorang ilmuwan. Begitupun dr. Terawan sebagai seorang dokter.Â
Ketidakpatuhannya terhadap kode etik ilmu kedokteran, membuatnya kehilangan keanggotaannya di IDI. Seorang dokter yang tidak melakukan kode etik dan kaidah-kaidah kedokteran, tak bedanya seorang dukun ataupun batu celup ponari.Â
Toh, orang yang datang ke dukun atau batu celup ponari kan sama-sama sembuh juga. Kenapa kalian gak panas untuk memasukan mereka ke IDI?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H