Selain itu, pengaturan pengeras suara masjid sebenarnya ber-impact baik pada suara adzan itu sendiri. Dengan suara adzan yang memiliki desibel tidak terlalu tinggi, suara adzan yang terdengar pastilah lebih merdu. Sekarang, seberapa sering kita mendengar suara adzan yang saling nabrak satu sama lainnya? Bukankah adzan yang saling menabrak ini justru mengganggu kejelasan suara adzan itu sendiri?
Juga, di sisi lain, suara adzan yang terlalu menggulung, bisa menimbulkan interferensi yang bersifat konstruktif. Intensitas suara yang terlalu tinggi akibat adanya interferensi ini, dapat membahayakan kesehatan dan juga merusak lingkungan dalam waktu lama. Bukankah hal ini bertentangan dengan prinsip Rahmatan lil Alamin?Â
Belum lagi kalau ada ceramah yang memang dalam rangka membandingkan agama. Kalau sampai hal tersebut terekspos ke luar, konflik horizontal di level pemukiman berpotensi terjadi. Hal ini tentunya akan mencoreng citra umat Islam sendiri.Â
Oleh sebab itu, menurut saya, yang tinggal dan berasal dari keluarga dengan latar belakang yang majemuk, menyatakan setuju agar penggunaan pengeras suara ini diatur. Bukan sebagai upaya melemahkan umat Islam atau upaya terselubung dari umat lain untuk mengambil umat, namun sebagai upaya untuk menjaga keharmonisan serta mewujudkan Indonesia yang jauh lebih baik.
EPILOG
Maka, sekarang pertanyaan datang untuk para pembaca yang sekiranya menentang pelaksanaan aturan ini. Apa dasar anda menentangnya? Apakah karena anda merasa tradisi islam diobok-obok oleh pemerintah? Atau itu sebenarnya hanyalah ego anda sendiri? Mengingat, di negara mayoritas muslim seperti Arab Saudi dan Turki pun, penggunaan pengeras suara masjid memang diatur untuk keharmonisan bersama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI