Mohon tunggu...
Vincent Setiawan
Vincent Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - A person who loves to write and inspire others

I love to live a life that full with logic. I love to write for inspiring you and helps you escape this mystical night ride

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Varian Baru, Konspirasi atau Seleksi?

3 Desember 2021   22:13 Diperbarui: 3 Desember 2021   22:22 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Virus Corona varian Omicron sudah masuk ke Malaysia, tetangga serumpun yang paling dekat secara geografis dengan Indonesia. Selangkah lagi, jikalau kita kurang ketat dengan protokol keimigrasian dan juga protokol kesehatan, maka mimpi buruk bulan Juni kemarin akan terulang kembali. Di sisi lain, makin banyak orang-orang bodoh yang berkoar-koar kalau Omicron ini adalah konspirasi elit global. 

Tapi, kalau kita pikir-pikir lagi, apa iya semua ini adalah ulah elit global? Atau malah ini sebenarnya bukanlah konspirasi melainkan seleksi. Seleksi alam terhadap orang-orang bodoh bin bebal yang cuma jadi beban di muka bumi ini dengan berkoar-koar tidak jelas. 

Tentunya, kalau kita melihat kepada realita yang ada di sekitar kita, jawaban harusnya lebih dekat kepada seleksi. Omicron ini adalah bentuk mutasi dari virus varian-varian sebelumnya. Apa sebabnya dia bisa bermutasi? Ada orang yang tidak memiliki kekebalan yang terinfeksi oleh virus corona. Ataupun, sudah memiliki kekebalan tetapi belum sepenuhnya. Dan sayangnya, kebanyakan orang-orang seperti inilah yang paling vokal menyuarakan anti-vaksin dan konspirasi.

Logika sehatnya, kalau sudah dua tahun Corona ini merebak, kok konspirasinya gak habis-habis? Kok malah vaksinnya yang digalakkan? Dan banyak loh vaksin yang patennya dilepas sehingga jadi murah. Kalau memang ini konspirasi, harusnya 2 minggu dibantai saja semua manusia dengan senjata biologis. Ketika sudah 50% populasi dunia mati, barulah virus di-stop. Bukankah begitu narasi anda wahai para penganut konspirasi?

Dan, sekarang mungkin saatnya kita untuk mengetatkan prokes kita. Biarkanlah orang-orang bodoh mati dengan kobodohannya. Pada akhirnya, virus corona ini adalah rangkaian seleksi alam untuk menyeleksi mana yang bodoh dan mana yang bisa beradaptasi. Orang cerdas, pakai masker, suntik Vaksin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun