Mohon tunggu...
Vincent Setiawan
Vincent Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - A person who loves to write and inspire others

I love to live a life that full with logic. I love to write for inspiring you and helps you escape this mystical night ride

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Amoral Tidak Dapat Dikaitkan dengan Atheisme

4 September 2021   19:07 Diperbarui: 4 September 2021   19:12 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kejadian yang menimpa Coki Pardede pada Selasa (2/9) menjadi perbincangan hangat para penghuni dunia maya atau netizen. Banyak yang membicarakan soal bagaimana Coki mengonsumsi sabu, tudingan homoseksual, hingga yang paling personal adalah persoalan Atheisme yang ia jalani. 

Terlepas dari bagaimana kebenarannya, menurut saya adalah sebuah hal yang sangat tidak etis untuk menilai pribadi seseorang dari hal-hal privasi yang seharusnya memang menjadi rahasia ia dengan dirinya sendiri. 

Namun, karena sudah kadung meluas, sepertinya saya melihat bahwasannya masih terdapat miskonsepsi masyarakat yang seringkali mengaitkan perilaku amoral atau yang menyimpang dari norma yang berlaku dengan Atheisme atau spiritualitas seseorang. 

Amoral artinya adalah tidak bermoral. Kalau seperti itu, mari kita bicarakan apa yang dimaksud dengan moral? Moral sendiri adalah sebuah aturan yang terbentuk akibat konsensus sebuah masyarakat akan suatu nilai ataupun norma yang berlaku. 

Oleh sebab itu, moral dapat dibilang adalah sebuah standar yang dipakai untuk menentukan seorang anggota masyarakat sesuai atau tidak dengan nilai norma yang berlaku. 

Dengan definisi tersebut, maka segala jenis tindak kejahatan dan pelanggaran norma masyarakat adalah suatu bentuk perilaku yang amoral. 

Ataupun segala jenis tindakan yang berakibat pada terjadinya pelanggaran norma di dalam masyarakat pun dapat disebut sebagai sebuah perilaku amoral. 

Sayangnya, terdapat sebuah miskonsepsi di dalam masyarakat kita, bahwa orang yang amoral sudah pasti orang yang tidak dekat dengan nilai-nilai agama ataupun spiritualitas yang ada.

 Apakah demikian? Tidak, tentunya. Amoralitas seseorang tidaklah memiliki hubungan dengan kedekatannya terhadap nilai-nilai agama. Sebagai contoh, ambillah kasus Terorisme. 

Terorisme adalah suatu perilaku yang tentu saja amoral. Dinilai dari sudut pandang manapun, terorisme adalah pelanggaran norma yang berat. Entah itu norma sosial ataupun norma hukum yang berlaku di suatu negara. 

Tapi apakah para teroris tersebut tergolong kepada orang-orang yang tidak taat atau dekat dengan suatu agama atau spiritualitas? 

Oh tentu tidak. Kebanyakan teroris yang ada di dunia ini justru terafiliasi dengan suatu agama atau aliran spiritualitas tertentu. Contohlah, Al-Qaeda, ISIS, Taliban, Aum Shinrikyo, dan lainnya. 

Atau mungkin yang paling dekat dengan kita, Ashin Wirathu yang menjadi teroris terhadap etnis Rohingya di Myanmar. 

Dengan melihat fakta-fakta yang ada pula, kita bisa melihat bahwasannya banyak pula Atheis yang menjadi seorang yang baik dan berguna di dunia. 

Contohlah, Einstein dan juga Bill Gates. Apakah mereka adalah seorang yang Atheis atau Agnostik? Iya. Apakah mereka Amoral? Tidak tentunya. 

Dari kedua buah pemisahan tadi, seharusnya kita bisa melihat dan berpikir dengan jernih bahwasannya tidak ada suatu hubungan antara spiritualitas dengan perilaku amoral. Seorang bisa saja sangat taat beribadah namun melakukan perilaku bejat dan amoral setelahnya. 

Sebaliknya, orang bisa saja berlaku sangat baik namun dia tidak memercayai adanya Tuhan. Karena memang moralitas dan spiritualitas adalah dua buah hal yang amat sangat berbeda. 

Spiritualitas adalah ranah pribadi yang sifatnya privat dan hanya anda yang tahu. Sedangkan moralitas, adalah sebuah konsensus yang menyangkut adanya penilaian masyarakat terhadap tindakan anda berdasarkan kepada norma-norma yang ada di masyarakat. 

Maka, dari sekarang, mulailah kita bisa menghormati orang yang memiliki spiritualitas yang sifatnya berbeda dengan kita. Dan mulailah kita harusnya bisa menginstropeksi diri kembali. 

Apakah kita yang merasa memiliki spiritualitas lebih baik dari orang lain masih bersikap amoral atau tidak? Karena terkadang, gajah di pelupuk mata tak terlihat namun semut di sebrang pulau terlihat jelas. 

Semoga Coki Pardede dan semua orang yang tengah terjerat kasus hukum karena tindakan mereka yang melawan norma serta nilai moralitas yang ada di masyarakat dapat tetap menjalani hukuman dengan sebaik-baiknya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun