Mohon tunggu...
Vincent Setiawan
Vincent Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - A person who loves to write and inspire others

I love to live a life that full with logic. I love to write for inspiring you and helps you escape this mystical night ride

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perasaan Tidak Ingin Dilahirkan

12 Maret 2021   10:50 Diperbarui: 12 Maret 2021   11:21 4632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya merasa diri saya jauh lebih baik tidak dilahirkan sama sekali. Jujur. Dilahirkan adalah proses yang membahayakan ibu saya dan saya sendiri. Alangkah baik jikalau saya tidak lahir. Setidaknya, jikalau memang harus, berilah saya persetujuan. Kalau ini sih, tidak ada persetujuan, tiba-tiba dilahirkan saja. 

Puluhan bahkan ratusan tahun lalu, jutaan orang sudah berpikir hal yang sama seperti yang saya rasakan. Alangkah lebih baik jikalau kami tidak dilahirkan. Alangkah baik jikalau kami sebelum lahir diberitahu apa saja yang harus kami kerjakan sehingga kehidupan kami mulus-mulus saja. Alangkah baik jikalaun kami tidak pernah merasakan kesedihan, kebahagiaan, dan juga rasa-rasa lain yang bisa mahluk hidup rasakan. 

Apakah salah berpikir seperti ini? Tidak.

Tidak pernah ada salahnya untuk berpikir tidak ingin dilahirkan. Pemikiran ini malah merupakan suatu hal yang baik untuk memulai belajar nihilisme. Salah satu aliran filsafat yang mengajarkan bahwa hidup ini, semua yang kita lakukan, itu tidak ada artinya. Semua yang kau lakukan tidak ada artinya. Setelah kamu mati, dirimu akan bercampur dengan tanah dan menghilang serta menjadi sumber kehidupan bagi mahluk lain. Sudah. Tidak ada surga neraka, reward and punishment, serta cerita-cerita bidadari di khayangan. Anda hanya mati, menghilang, dan sudah selesai.

Pemikiran seperti ini memang terdengar pesimistik. Tidak membawa kepada kemajuan. Tetapi pernahkah anda berpikir apakah hidup anda di dunia ini memang benar-benar berguna atau itu semua sebenarnya hanyalah persepsi anda kepada hidup anda? Pernahkah anda berpikir bahwa kegagalan yang anda lakukan sebenarnya benar-benar kegagalan? Bukankah itu hanyalah suatu kejadian yang sebenarnya tidak ada artinya? Anggaplah anda memenangkan uang 10 ribu USD setelah anda gagal dalam 300 ribu rupiah, apakah kegagalan anda tadi masih ada artinya? 

Pemikiran nihilisme sesungguhnya akan sangat berguna dalam memandang segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Hidup kita akan menjadi lebih legowo dalam menjalankan hidup ini. Karena motivasi dan sudut pandang para nihilis (termasuk saya) adalah setelah mati semua yang sudah saya lakukan pasti tidak ada artinya, lalu kita hendak apa?

Maka ketika kita pun berpikir, apakah benar kita dilahirkan untuk gagal, kita bisa menemukan jawabannya. Jawabannya adalah kita semua dilahirkan karena keegoisan orang tua kita di ranjang malam itu. Kita sudah sepatutnya tidak minta dilahirkan. Tetapi, sekalipun dilahirkan ya sudah, toh mau dilahirkan ataupun tidak dilahirkan tidak ada artinya. Jikalau anda tidak dilahirkan, hidup anda hanya jauh lebih singkat dibandingkan orang-orang yang telah hidup 80 tahun. Tetapi, apakah ada perbedaan lainnya yang sangat fundamental? Tidak.

Kekayaan, strata sosial dan segala sesuatunya tidaklah memiliki arti dalam hidup ini. Itu hanyalah suatu tambahan dalam hidup yang boleh ada boleh tidak. Orang miskin bisa jauh lebih bahagia dibandingkan orang berada, dan sebaliknya. Orang miskin bisa jauh lebih sehat dibandingkan orang kaya, dan sebaliknya. Orang pintar bisa membuka lebih banyak peluang dibandingkan yang bodoh, dan sebaliknya. Jikalau semua spektrum hitam putih itu sebenarnya bisa dijalankan oleh pihak hitam atau putih, lantas apa artinya semua kekayaan, kepintaran, kedudukan, dan hal-hal lain? Tidak ada. 

Lantas jikalau semua sudah tidak ada artinya, untuk apa kita dilahirkan? Rencana Tuhan? Bagaimana kalau Tuhan yang anda percaya pun sebenarnya tidak ada dan semuanya adalah kesia-siaan belaka? Lantas apa makna hidup itu ? Tidak ada. Lantas jikalau makna hidup tidak ada, mengapa kita harus tetap melanjutkan kehidupan ini?

Pemikiran seperti ini memang akan menggoncang iman dan pemahaman yang selama ini ada. Akan tetapi, jikalau kita bisa melihat dari sisi lain, nihilisme dapat membawa kita kepada pola pikir baru. 

Ketika Tuhan dan makna hidup benar-benar tidak ada, maka yang kita perlu lakukan adalah definisikanlah Tuhan itu, definisikanlah makna hidup kita. Buatlah makna hidup dan perjalanan hidup yang ingin anda jalani. Serta jikalau anda berpikir, untuk apa kita tetap hidup, pikirkanlah lagi. Ketika anda mati dan tak ada artinya, serta hidup namun tak ada artinya, hidup dan tetap hidup adalah pilihan yang jauh lebih baik. Dengan hidup dan terus hidup, mungkin suatu saat anda bisa memberikan definisi makna hidup menurut anda sendiri. Mungkin saja akan ada saatnya anda benar-benar bisa menghargai hidup kala ini dan saat ini yang memang tidak ada artinya, tetapi selalu ada kesempatan di setiap waktunya. 

Pada akhirnya, semua dan segala sesuatu yang kita lakukan, yang kita pelajari, yang kita percayai, dan hal-hal lainnya tidak ada artinya. Hal terbaik bagi kita untuk menyikapi itu adalah memberikan arti pada setiap apa yang kita lakukan, apa yang kita pelajari, dan apa yang kita percayai dengan perspektif kita sendiri. Ketika di dunia ini ada masalah, ya sudah jalankan saja masalah itu. Toh setelah meninggal, tidak ada lagi makna daripada semua masalah itu bagi anda. Anak dan cucu anda kesulitan pun anda sudah tidak bisa merasakannya. Maka ya sudah, mengalirlah saja dalam hidup yang ada ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun