Mohon tunggu...
Vincent Setiawan
Vincent Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - A person who loves to write and inspire others

I love to live a life that full with logic. I love to write for inspiring you and helps you escape this mystical night ride

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Setahun Corona, Refleksi Kita Bersama

3 Maret 2021   16:50 Diperbarui: 3 Maret 2021   17:13 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

2 Maret 2020, tepat setahun virus SARS-Cov 2 dari dataran tiongkok masuk ke Indonesia melalui seorang yang berasal dari Jepang yang singgah ke suatu rumah di kisaran Depok. 

Mendadak semua orang pun gempar. Barang-barang di supermarket dijarah habis, harga-harga barang melambung tinggi. Masyarakat bahkan meminta untuk negara meliburkan sekolah dan mengagalkan Ujian Nasional sebagai salah satu upaya pemberantasan virus corona yang sekarang kita sebut sebagai penyakit Covid-19. 

Rakyat pun berbondong-bondong dengan cara yang sangat paranoid berburu hand sanitizer dan tisu serta masker. Hingga perburuan masker serta hand sanitizer terjadi di mana-mana.

Mungkin masih dapat kita ingat pula betapa banyaknya pengangguran di masyarakat kita. Banyak orang yang tadinya percaya dengan virus ini, menjadi berubah haluan karena merasakan dampak yang tidak mengenakkan secara ekonomi. Kehidupan masyarakat pun berubah. Para pedagang kecil di jalanan menjerit semakin kencang karena tercekik akan kebijakan pemerintah yang membatasi untuk orang keluar dari rumahnya. 

Akan tetapi, virus ini juga merubah pandangan masyarakat secara drastis ke arah yang jauh lebih baik. Banyak masyarakat yang menjadi lebih perhatian kepada berita kesehatan di awal pandemi, namun tidak lupa hal ini dibarengi dengan lahirnya hoax-hoax seputar virus corona. 

Bahkan, pemerintah pun menjadi semakin peduli dengan rakyat kecil dengan memberikan bansos yang dipotong 10 ribu per paket ataupun dengan memberikan kebijakan ekspor benih lobster yang berujung pada jeruji besi. Serta, banyak orang yang mulai bermain saham karena adanya fenomena "Saham Diskon" dalam Bursa Efek Indonesia. Hal ini pun memicu lahirnya influencer saham yang seringkali melakukan pump and dump hingga berakhir dengan protes massal akibat kontroversi saham FILM. 

Namun virus ini secara tidak langsung mengenalkan kita kepada banyak hal baru. Fenomena Zoom Meeting yang awalnya tidak pernah terpikirkan, sekarang menjadi salah satu bagian dalam kehidupan kita yang bahkan tidak bisa lepas. Fenomena lain yang memberikan insight baru kepada kita adalah mengenai Dalgona Coffee yang rasanya lebih baik tidak pernah memakan minuman semacam itu.

Entah pandemi ini membawa keburukan ataupun kebaikan, hal itu bukanlah refleksi utama dari pandemi ini. Refleksi utama kita haruslah difokuskan ke dalam 2 hal, yaitu, Kerusakan Alam dan Edukasi Masyarakat dan Pemerintah soal Kesehatan. 

1. Kerusakan Alam

Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa corona virus ini tercipta dari keadaan alam yang semakin rusak. Semakin memanasnya suhu bumi, semakin tercemarnya lautan dan udara, serta semakin hancurnya hutan menjadi salah satu pertanda kerusakan alam. 

Kerusakan alam ini bukanlah suatu kejadian tunggal, melainkan merupakan sebuah efek berantai yang tercipta dari satu peristiwa dan akan menimbulkan peristiwa lanjutan. Covid-19 ini bukanlah awal dan bukanlah akhir, ia masih berada di tengah-tengah dan pastinya akan menimbulkan efek-efek lanjutan lagi. 

Semakin rusak alam kita, maka akan semakin cepat suatu mahluk hidup bermutasi. Sehingga, dapat kita lihat sekarang bahwa Covid-19 ini pula telah bermutasi menjadi berbagai strain yang berbeda-beda jenisnya. Hal ini merupakan suatu bukti konkret yang bisa kita lihat dalam kehidupan saat ini. Jikalau hal ini dibiarkan, di masa depan, bukan tidak mungkin akan ada penyakit-penyakit aneh yang bermutasi dan menjangkiti manusia dengan kadar yang lebih lagi.

Oleh sebab itu, nyatalah bahwa kita seharusnya bisa memulai pemikiran serta tindakan untuk menyelamatkan alam ini. Tidakkah anda kangen dengan warna langit yang begitu cerah di awal-awal masa PSBB ? Serta tidakkah anda kangen dengan betapa enaknya udara saat masa-masa awal PSBB? 

Bahkan, di belahan dunia lain pun, lockdown menimbulkan dampak yang baik bagi alam dan hal ini mungkin untuk dilestarikan. Kita bisa menjalankan ekonomi berbasis ekologi yang tidak merusak alam dan ramah terhadap lingkungan. Memang lebih mahal secara biaya, tetapi jikalau kita tidak memulainya sekarang, kapan kita akan memulai?

Jangan sampai alam ini terlalu rusak, barulah anda mulai berpikir untuk merawat alam ini supaya jauh lebih lestari. Mulailah mengurangi kantong plastik, kurangilah penggunaan kendaraan bermotor dan beralihlah ke sepeda untuk jarak dekat. Mulailah berpikir untuk 5, 10, bahkan 50 tahun ke depan. Apa yang akan anda wariskan kepada penerus bumi selanjutnya? Apakah anda akan tega jikalau mereka mendapatkan penyakit aneh seperti Covid-19 ini? Tidak kan?!

2. Edukasi Kesehatan

Pemerintah kita, Indonesia, pada awal pandemi melakukan berbagai hal yang sangat-sangat tidak professional. Mulai dari melakukan pembiaran serta terbilang masa bodo dengan Covid-19 dengan membuka pariwisata. Serta pemerintah Indonesia pun melakukan berbagai blunder seperti menghilangnya Menkes Terawan dan terkesan menutupi adanya penyakit ini. Serta pemerintah pun secara kebijakan terkesan sangat tidak tegas mengenai Covid-19 dengan alasan ekonomi.

Padahal, jikalau kita melihat ke belakang, pemerintah jauh lebih merugi dan jauh lebih banyak mengeluarkan duit karena membiarkan Covid-19 masuk Indonesia dengan membuka penerbangan dibandingkan dengan tidak membukanya sama sekali. Pemerintah Indonesia juga berkali-kali mengalami kecolongan, hingga akhirnya menurut penuturan dari Menkes Budi Gunadi, terdapat perbedaan data antara yang terjadi di masyarakat dengan yang terdapat dalam database pemerintah. 

Apa yang menyebabkan hal ini? 

Tidak lain dan tidak bukan adalah kurangnya literasi mengenai kesehatan yang dimiliki oleh pemerintah kita dan juga oleh penduduk kita. Masyarakat kita masih banyak yang tidak memercayai dunia kesehatan modern karena dibodoh-bodohi dengan metode pengobatan tradisional, alternatif, dan pengobatan berbasis mistis. 

Sebagai contoh, pemerintah di awal-awal pandemi, seringkali berkata bahwa Corona adalah penyakit yang tidak mungkin menjangkiti kita karena kita suka nasi kucing dan biasa dengan masuk angin. Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi pemerintah maupun masyarakat memang sangat minim literasi terhadap isu kesehatan yang sedang bergulir di masyarakat.

Bahkan pada awal-awal covid ada di Indonesia, kesadaran masyarakat untuk bermasker dan mencuci tangan sangatlah kurang. Hal ini diperparah dengan banyaknya pendeta-pendeta serta ustadz-ustadz bahkan public figure yang memberikan misinformasi terhadap virus corona ini. 

Bahkan, seorang dokter pun tak luput dari penyebaran misinformasi dan mempromosikan secara tidak langsung untuk kumpul-kumpul. Hal ini pun akhirnya disambut oleh anak-anak muda untuk mulai kumpul-kumpul di kafe dengan alasan "Sudah menggunakan protokol kesehatan." Sebaik-baiknya protokol kesehatan, jauh lebih baik, mengurangi mobilitas dan tidak kumpul-kumpul.

Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa memang benar, literasi masyarakat kita dan edukasi terhadap kesehatan masih sangat rendah. Sehingga hal-hal sederhana yang bahkan bisa dinalar lewat logika saja tidak bisa dijalankan oleh masyarakat kita untuk menjaga kesehatan mereka sendiri. 

Tentunya ini harus dijadikan oleh pemerintah sebagai bahan refleksi. Daripada terus menglorifikasikan protokol kesehatan, alangkah baiknya masyarakat diedukasi menggunakan bahasa-bahasa yang mudah dicerna dan tidak terlalu banyak istilah-istilah aneh. 

Buatlah masyarakat kita pandai dan mengerti mengenai kesehatannya sendiri! Daripada mengatur ribuan bahkan jutaan orang bebal, lebih baik negara mengedukasi orang-orang bebal ini supaya jauh lebih mudah untuk diatur. Jangan lupa juga untuk menindak pemuka-pemuka agama dan public figure yang melakukan misinformasi, dari kalangan manapun. Serta teruslah promosikan kesehatan masyarakat lewat Satgas Covid-19 yang memang bekerja sedemikian rupa. 

Setidaknya itulah dua buah refleksi besar kita terhadap fenomena pandemi yang telah berjalan setahun ini. Jangan kendor untuk menjaga diri anda sendiri. Jikalau tidak berkepentingan, janganlah berkumpul dan menggunakan alasan protokol kesehatan. 

Nyawamu hanya ada satu dan kamu hanya hidup sekali, hargailah nyawamu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun