Korupsi di mana-mana. Semuanya jadi bancakan. Bukannya mendukung untuk upaya pemberantasan korupsi, rakyatnya malah melestarikan dengan suap sana sini untuk urusan birokrasi.
Netizennya naujubillah menjijikan. Dinobatkan sebagai yang paling arogan malah menggeruduk akun yang mengeluarkan penobatan. Bukannya introspeksi, malah makin unjuk gigi sebagai bangsa yang keji.
Pemuka agamanya pun buta oleh uang. Padahal jelas dalam Islam, Kristen, Hindu, Buddha bahwa pemuka agama harus hidup sesederhana mungkin dan rakyat harus semakmur mungkin. Tidak ada satupun agama yang mengajarkan pemuka agama untuk memupuk kekayaan bagi dirinya sendiri. Memang ada zakat, memang ada berdana, memang ada donasi dari persembahan, tetapi seberapa banyak? Lebih banyak yang dimakan oleh pemuka agama, sampai-sampai pemuka agama menjadi gendut-gendut seperti santa claus.
Belum lagi pemerintahannya. Politik dinasti terus. Mungkin karena rata-rata berasal dari suku jawa yang kental feodalismenya, maka politik dinasti dianggap legal dan biasa saja. Padahal demokrasi lahir sebagai anti-tesis daripada monarki dan politik dinasti.
Birokrasinya pun luar biasa parah! Lemot di segala bidang dan rata-rata tidak memiliki professionalitas. Alasannya pun selalu sama, "Blangkonya lagi kosong mas. Tapi kalau lewat belakang sih bisa disediakan."
Sudah begitu riset pun dikebiri. Bantuan riset selalu sangat kecil, itupun untuk humaniora saja. Gak percaya? Nih liat di sini. Sudah jelas kalau memang riset Indonesia ini pun kacau. Sudah begitu, jarang sekali yang didukung negara karena keterbatasan teknologi atau memang banyak yang tidak kompeten.
Terlalu banyak kekacauan dari birokrasi dan pemerintahan serta politik negara kita ini. Hal ini diperparah dengan budaya masyarakat yang mentalnya masih terjajah. Sehingga, politikus dan birokrat inkompeten selalu bisa naik tahta dan menduduki kursi pemerintahan serta birokrasinya. Coba kita lihat lagi, berapa banyak manusia yang daftar sebagai CPNS ssetiap tahunnya? Bisakah pemerintah melakukan filtering satu per satu untuk uji kelayakannya yang benar-benar uji kelayakan? Bukankah semua didasarkan pada tes-tes yang jawabannya bahkan bisa dibongkar oleh tempat-tempat pelatihan?
Pemerintah kita jikalau memang mau benar, harus mencabut semua dari akarnya. Memang susah, bahkan mungkin negara akan lumpuh sementara, tetapi itulah yang terbaik. Pemerintah kita jikalau memang serius membenahi negara, maka harus dimulai dengan pemecatan semua PNS yang inkompeten dan tidak memenuhi persyaratan. Semua yang kompeten dipertahankan dan biro-biro yang ada dirampingkan.
Begitupun dengan kursi kementrian dan birokrasi di bawahnya, harus diisi oleh profesional. Untuk mencapai itu, maka presiden dari jalur independen harus dibuka. Jangan hanya dengan jalur partai politik. Serta, partai politik pun harus dirampingkan dan diatur sedemikian rupa. Memang, negara kita membuka jalur sebesar-besarnya buat partai politik baru, tetapi tanpa kontrol serta tanpa penertiban hanya akan menghasilkan ormas-ormas legal.
Hal ini pun berlaku untuk ormas-ormas keagamaan. Ormas-ormas keagamaan harus sangat-sangat ditertibkan. Sekarang bisa kita lihat, mau agama apapun selalu saja ada keributan di antara ormas-ormas agamanya. Bahkan Walubi dan Permabudhi pernah saling gontok-gontokan, padahal agama Buddha sering di cap sebagai agama damai tetapi pemimpin-pemimpinnya malah gontok-gontokan tidak jelas.
Indonesia ini memang merupakan negara yang masih muda, tetapi bukan tidak mungkin untuk maju ke depan. Banyak yang harus kita lakukan untuk menyelamatkan bangsa kita, dan semua dimulai dari kita. Mulailah dari berhenti bermental miskin. Jangan menyalahkan pemerintah kalau tidak ada kerjaan untuk anda, tetapi instropeksilah diri anda sendiri. Mulailah berusaha, pinjamlah sana sini, saya pun sama.
Kalau anda memakai kendaraan, janganlah haus subsidi. Mulailah memakai pertamax atau pertalite. Atau kalau bisa bersepedalah.
Serta kalau anda beragama, mulailah kritisi pemuka agama anda. Tinggalkan mereka yang menyedot duit umat demi memperkaya diri. Jauh lebih baik anda mengentaskan kemiskinan di sekitar anda daripada anda memberikan perpuluhan, dana, atau duit-duit lainnya kepada para pemuka agama tersebut. Biarkanlah mereka membagikan kekayaannya demi kesejahteraan umatnya, bukankah itu yang diajarkan oleh semua agama lewat nabi-nabinya?
Serta yang terakhir dan terpenting adalah mulailah bersikap skeptis dan melakukan riset. Perbanyak anak-anak dan saudara-saudara anda yang masuk ke ranah saintek. Jikalau tidak minat, ajarkanlah mereka filsafat. Sehingga, ketika mereka melihat kelakuan rakyat Indonesia yang mengaku calon penghuni surga namun kelakuan macam penghuni neraka, mereka bisa mencari jalan keluar dan tidak ikut-ikutan.
Kemajuan negara tidak dimulai dari siapa yang duduk di kursi raja. Tetapi kemajuan negara berada di tangan rakyat yang secara bersama-sama berjalan menuju kepada perubahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H