Jikalau seperti itu, maka pembukuan Tipitaka sebagai kitab suci seharusnya akan bertindak sama dengan pencatatan matematis dalam ranah sains. Namun, disinilah terjadi perbedaan. Jikalau kita berbicara soal sains, ketika suatu kejadian telah dibukukan dan didokumentasikan serta dicatat menggunakan persamaan matematis, orang-orang serta para saintis akan memandang dari satu kerangka berpikir yang sama sehingga perbedaan interpretasi dapat dihindari. Akan tetapi, dalam konteks beragama, sekalipun telah dibukukan serta telah dilakukan pengkanonisasian, orang-orang masih bisa melihat dari sudut pandang dan interpretasi mereka sendiri. Sehingga, hal ini akan menimbulkan hasil yang berbeda-beda.
Oleh karena perbedaan di atas, Sang Buddha menyarankan kepada semua murid-muridNya untuk terus melakukan Ehipassiko atau pembuktian sendiri sebelum percaya dengan apa yang diajarkan. Hal ini dikarenakan, jikalau kita tidak melakukan Ehipassiko, kita akan dengan mudah dibawa oleh oknum-oknum jahat dalam agama yang mengubah sudut pandang kita menjadi sama dan searah dengan sudut pandang yang mereka miliki. Hal ini jikalau tidak ditangani akan menjadi masalah dalam Agama Buddha itu sendiri.
Bencana besar pastinya akan menghampiri agama Buddha jikalau Ehipassiko tidak dijalankan. Hal ini bisa kita lihat dalam sosok Bhante Ashin Wirathu. Dikarenakan fanatisme buta Buddhis Myanmar, Bhante Ashin Wirathu pun dengan mudahnya bisa melakukan pembunuhan serta pembantaian kepada etnis Rohingya. Hal ini tentu saja membuktikan bahwa Buddhis Myanmar tidak melakukan ehipassiko secara benar. Karena, jikalau ehipassiko dijalankan secara benar, Buddhis Myanmar tidak akan mungkin mau percaya begitu saja untuk menjalankan praktik kekerasan.
Akhir kata, ehipassiko adalah suatu dasar yang mendasari hampir semua ajaran Sammasambuddha Buddha Gautama. Bahkan peristiwa tercerahkannya sang Buddha pun diawali dengan Ehipassiko yaitu di saat sang Buddha melihat 4 tanda. Bayangkan jikalau sang Buddha tetap diam di istana dan tidak menjalankan Ehipassiko, sepertinya kita tidak akan bisa melihat ajaran Buddha eksis di dunia kita saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H