Mohon tunggu...
Healthy

Rebelling Against Mother Nature with the Power of Adaptation

21 September 2017   19:52 Diperbarui: 21 September 2017   22:20 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

"PERUBAHAN, ADALAH SATU-SATUNYA HAL YANG KONSTAN DALAM KEHIDUPAN."

-Heraclitus

Seperti halnya pendapat Heraclitus, alam juga adalah sesuatu yang selalu berubah. Alam adalah suatu tempat yang kejam, karena ia tidak akan segan-segan melakukan perubahan itu walaupun harus memusnahkan sebagian besar spesies di permukaan bumi. Maka, untuk melawan kekejaman alam, para makhluk hidup menyesuaikan diri agar tidak terseleksi oleh alam. Salah satu caranya adalah adaptasi dalam tingkat fungsional terkecil, adaptasi sel.

Adaptasi sel adalah proses penyesuaian sel terhadap lingkungannya untuk mempertahankan fungsi sel. Adaptasi sel dapat berupa perubahan pada jaringan dan sel, seperti perubahan jumlah sel, perubahan ukuran sel, penambahan atau pengurangan volume jaringan, dan peningkatan pembelahan sel. Selain itu, adaptasi pada sel juga dapat berupa perubahan pada organel sel, seperti perubahan bentuk dan ukuran organel maupun perubahan distribusi organel. Adaptasi-adaptasi tersebut kadang dapat kembali ke keadaan semula maupun tidak dapat kembali ke keadaan semula.

Seperti sudah disinggung pada uraian adaptasi sel, adaptasi sel mempengaruhi jaringan. Jaringan adalah kumpulan sel yang mempunyai bentuk, fungsi, dan struktur yang sama. Contoh jaringan adalah jaringan pada hewan dan tumbuhan. Jaringan pada tumbuhan dibedakan menjadi dua berdasarkan aktivitas pembelahannya yaitu jaringan meristem dan jaringan dewasa. Jaringan meristem merupakan jaringan yang sel-selnya masih aktif membelah diri, sedangkan jaringan dewasa merupakan jaringan yang sel-selnya sudah tidak aktif membelah diri. Jaringan meristem dibedakan menjadi dua berdasarkan asalnya, yaitu meristem primer (berasal dari sel-sel inisial) dan meristem sekunder (berasal dari jaringan dewasa). Sedangkan berdasarkan posisinya meristem dibedakan menjadi empat, yaitu meristem apikal (di ujung batang dan akar), interkalar (di antara jaringan dewasa), dan lateral (di samping).

Jaringan dewasa terdiri dari jaringan epidermis atau pelindung, jaringan dasar, jaringan vaskuler atau pengangkut, dan jaringan felogen. Jaringan epidermis terletak pada bagian permukaan organ-organ tumbuhan dan bersifat transparan. Jaringan dasar menyusun sebagian besar bagian tumbuhan. Jaringan dasar dapat dibedakan menjadi dua yaitu jaringan parenkim dan jaringan penyokong. Jaringan parenkim ada yang berfungsi sebagai penyimpan makanan dan ada yang berfungsi untuk fotosintesis. Jaringan penyokong dibedakan menjadi dua yaitu sklerenkim dan parenkim. Jaringan sklerenkim berfungsi untuk menyokong tumbuhan yang sudah tua, sedangkan jaringan kolenkim berfungsi untuk menyokong tanaman yang masih muda. Sedangkan jaringan pengangkut berfungsi untuk mengangkut air, mineral, dan hasil fotosintesis.

Jaringan pada hewan dibedakan menjadi empat jaringan dasar, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. Jaringan epitel merupakan membran atau kelenjar yang melapisi permukaan luar atau membatasi permukaan dalam suatu rongga. Jaringan epitel dibedakan menjadi lima berdasarkan bentuknya, yaitu jaringan epitel pipih, kubus, silindris, transisional, dan kelenjar.

Jaringan ikat merupakan jaringan yang berfungsi untuk mengikat dan menyambung antarjaringan. Jaringan ikat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu jaringan ikat padat, jaringan ikat sejati, dan jaringan penyokong. Jaringan otot adalah jaringan yang berfungsi untuk memberikan gerakan mekanis, sehingga memiliki banyak pembuluh kapiler darah. Jaringan otot dibedakan menjadi tiga, yaitu jaringan otot polos (terletak pada saluran pencernaan, dinding pembuluh darah, saluran pernapasan, dan lain-lain), otot lurik (terletak pada tulang rangka), dan otot jantung (terletak pada jantung). Jaringan saraf berfungsi untuk menghimpun rangsangan dari lingkungan, mengirim pada bagian penerima, dan memberi respon pada organ yang akan membalas rangsangan. Jaringan saraf tersusun atas sel saraf atau neuron dan sel penyokong atau neuroglia.

Ketika berbicara tentang jaringan hewan, tumbuhan, dan adaptasi sel, muncul sebuah pertanyaan. Jaringan apa yang lebih mudah melawan perubahan alam? Apakah jaringan tumbuhan? Ataukah jaringan hewan? Maka, esai ini akan membahas secara analitis tentang jaringan mana yang lebih mudah beradaptasi berdasarkan studi pustaka dan literatur yang telah saya lakukan.

Pertama-tama, saya akan melihat dari banyaknya sel yang mengalami spesialisasi dari masing-masing jaringan. Pada tumbuhan, jaringan epidermis memiliki beberapa sel yang melakukan spesialisasi, seperti stomata yang memiliki fungsi untuk mengatur penguapan, trikoma yang memiliki fungsi untuk melindungi diri dari pemangsa, silika yang memiliki fungsi untuk memperkuat batang, dan lain-lain. 

Fungsi tersebut lebih spesifik daripada fungsi epidermis yang hanya sebagai perlindungan. Sedangkan pada hewan, jaringan terluar yang memiliki fungsi sebagai perlindungan adalah jaringan epitel. Jaringan epitel pada hewan mengalami banyak spesialisasi terhadap bentuk selnya, seperti berbentuk pipih, kubus, silindris, transisional, dan kelenjar. Spesialisasi tersebut berfungsi supaya sel-sel lebih mudah menjalankan fungsinya sebagai satu kesatuan jaringan epitel. Contoh fungsi-fungsinya adalah untuk proteksi, absorpsi, sekresi, ekskresi, menerima rangsangan dari lingkungan, dan lain-lain. Proteksi digunakan untuk melindungi permukaan tubuh yang biasa terkena tekanan, gesekan, maupun dehidrasi. 

Salah satu contoh terjadinya proteksi adalah pada jaringan epitel pipih. Pada jaringan ini, ada sel yang melakukan keratinasi dengan membentuk lapisan zat tanduk. Permukaannya menjadi lapisan mati dan kering sehingga relatif tahan terhadap serangan bakteri dan kedap air. Contoh sel yang melakukan keratinasi adalah sel-sel pada kulit. Selain itu, jaringan epitel pada vagina, rongga mulut, tenggorokan, dan anus memiliki permukaan yang lembab, basah, dan tidak memiliki lapisan tanduk untuk mempermudah fungsinya. Sedangkan pada kornea mata, permukaan jaringan epitel licin dan teratur. Selain pada jaringan terluar tumbuhan dan hewan, saya juga akan membahas tentang jaringan penyokong tumbuhan dan hewan. Jaringan penyokong pada tumbuhan adalah sklerenkim dan kolenkim. 

Jaringan kolenkim tidak mengalami spesialisasi lebih lanjut, sedangkan jaringan sklerenkim mengalami spesialisasi menjadi serabut atau serat sklerenkim seperti serat linen dan sklereid atau sel batu seperti tempurung kelapa, kulit kenari, selaput biji, dan lain-lain. Pada sel hewan jaringan penyokongnya adalah jaringan ikat penyokong. Jaringan ini dibagi dua yaitu jaringan tulang rawan dan jaringan tulang keras. Jaringan-jaringan tersebut tidak mengalami spesialisasi, tetapi hanya membedakan diri mereka berdasarkan kandungan senyawanya agar mendukung fungsinya. Hal-hal di atas menunjukkan bahwa jaringan pada hewan lebih terspesialisasi secara spesifik untuk menghadapi lingkungan yang kurang menguntungkan. Ini membuktikkan bahwa jaringan hewan lebih mudah beradaptasi pada lingkungan daripada jaringan tumbuhan.

Kedua, saya akan melihat dari sudut pandang resistensi spesies tumbuhan dan hewan. Resistensi ini dapat diuji dengan melihat spesies apa yang bertahan ketika kepunahan massal yang terjadi. Salah satu kepunahan massal yang paling terkenal adalah kepunahan dinosaurus. Kepunahan kadal raksasa ini terjadi sekitar 65 juta tahun yang lalu pada cretaceous period dan merupakan salah satu kepunahan massal yang terkenal. Kepunahan ini diduga terjadi karena tabrakan asteroid yang menyebabkan perubahan iklim drastis di bumi. 

Perubahan iklim itulah yang menyebabkan sekitar 75 persen spesies di bumi punah. Tetapi, hal itu tidak membuat salah satu spesies hewan tertua punah. Spesies tersebut adalah beruang air atau sering disebut tardigrade. Beruang air sudah melewati empat kepunahan massal lainnya yang terjadi sebelum dinosaurus ada. Empat kepunahan massal lainnya beberapa memang lebih hebat daripada kepunahan dinosaurus. Bahkan ada yang hampir memusnahkan 96 persen spesies di permukaan bumi. Selain bertahan terhadap lima kepunahan massal, beruang air juga dapat bertahan terhadap ruang vakum yang penuh dengan radiasi di ruang angkasa. Hal-hal tersebut disebabkan oleh adaptasi milik beruang air yang mirip dengan adaptasi mamalia-mamalia yaitu hibernasi. Dalam proses hibernasi ini, sel dan jaringan milik beruang air akan mengurangi secara drastis proses metabolismenya. Bahkan menurut penelitian terbaru yang dipublikasikan di Scientific Reports, beruang air dapat bertahan dari semua bencana astrofisikal dan bertahan hidup sampai kurang lebih 10 miliar tahun lagi. Hal-hal tersebut membuktikkan bahwa jaringan hewan dapat lebih mudah beradaptasi daripada jaringan tumbuhan karena jaringan hewan memiliki program hibernasi, sehingga dapat menanggapi perubahan lingkungan dengan cepat.

Ketiga, saya akan membahas tentang adaptasi dalam tingkatan organisme. Adaptasi pada tingkatan organisme dibagi menjadi tiga, yaitu adaptasi morfologi yang menyesuaikan bentuk dan struktur tubuhnya, adaptasi fisiologi yang menyesuaikan fungsi tubuhnya, dan adaptasi tingkah laku yang menyesuaikan tingkah lakunya. Pada adaptasi fisiologi, ada salah satu contoh terkenal yang akan saya bahas, yaitu osmoregulasi. Osmoregulasi adalah proses mengatur tekanan osmosis dalam tubuh untuk menyeimbangkannya dengan lingkungan. 

Osmosis sendiri adalah perpindahan molekul yang lebih encer atau molekul pelarut menuju molekul yang lebih pekat melalui membran semipermeabel untuk menyeimbangkan. Proses osmosis sendiri sudah terjadi pada tingkatan organisme terkecil yaitu sel, sehingga proses osmoregulasi sudah terjadi pada sel. Proses osmoregulasi pada sel hewan lebih mudah daripada sel tumbuhan. Hal ini disebabkan karena sel tumbuhan memiliki dinding sel yang terbuat dari lignin atau selulosa dan bersifat impermeabel atau sulit ditembus. Sedangkan sel hewan tidak memiliki dinding sel. Sel hewan hanya memiliki membran sel yang terbuat dari fosfolipid bilayer dan bersifat semipermeabel. Hal ini sesuai dengan apa yang diperlukan dalam proses osmosis yaitu membran semipermeabel. Sehingga, karena sel hewan lebih mudah melakukan osmoregulasi, maka jaringan hewan tentunya juga lebih mudah melakukan osmoregulasi daripada jaringan tumbuhan.

Berdasarkan teori dan argumen yang telah saya jabarkan, dapat saya simpulkan bahwa jaringan hewan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan daripada jaringan tumbuhan karena beberapa alasan. Pertama, jaringan hewan memiliki sel yang lebih terspesialisasi secara spesifik sehingga jaringan hewan lebih mudah beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, seperti jaringan epitel pada kulit, kornea, rongga mulut, dan lain-lain. Kedua, ada hewan yang memiliki resistensi tinggi terhadap perubahan ekstrem dan lingkungan ekstrem seperti lingkungan vakum dan penuh radiasi di ruang angkasa yaitu beruang air atau tardigrade. Hal tersebut disebabkan oleh proses adaptasi hibernasi organisme tersebut. Ketiga, sel hewan lebih mudah melakukan salah satu adaptasi fisiologi yaitu osmoregulasi atau pengaturan tekanan osmosis untuk menyeimbangkan diri dengan lingkungan daripada sel tumbuhan. Hal ini disebabkan karena sel hewan tidak memiliki dinding sel yang sulit ditembus seperti sel tumbuhan. Sehingga jaringan hewan tentunya juga memiliki kemampuan osmoregulasi yang lebih mudah daripada jaringan tumbuhan. Dari hal-hal tersebut, saya sangat percaya bahwa adaptasi dengan lingkungan jaringan hewan lebih mudah daripada adaptasi dengan lingkungan jaringan tumbuhan.

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun