Mohon tunggu...
Healthy

Rebelling Against Mother Nature with the Power of Adaptation

21 September 2017   19:52 Diperbarui: 21 September 2017   22:20 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu contoh terjadinya proteksi adalah pada jaringan epitel pipih. Pada jaringan ini, ada sel yang melakukan keratinasi dengan membentuk lapisan zat tanduk. Permukaannya menjadi lapisan mati dan kering sehingga relatif tahan terhadap serangan bakteri dan kedap air. Contoh sel yang melakukan keratinasi adalah sel-sel pada kulit. Selain itu, jaringan epitel pada vagina, rongga mulut, tenggorokan, dan anus memiliki permukaan yang lembab, basah, dan tidak memiliki lapisan tanduk untuk mempermudah fungsinya. Sedangkan pada kornea mata, permukaan jaringan epitel licin dan teratur. Selain pada jaringan terluar tumbuhan dan hewan, saya juga akan membahas tentang jaringan penyokong tumbuhan dan hewan. Jaringan penyokong pada tumbuhan adalah sklerenkim dan kolenkim. 

Jaringan kolenkim tidak mengalami spesialisasi lebih lanjut, sedangkan jaringan sklerenkim mengalami spesialisasi menjadi serabut atau serat sklerenkim seperti serat linen dan sklereid atau sel batu seperti tempurung kelapa, kulit kenari, selaput biji, dan lain-lain. Pada sel hewan jaringan penyokongnya adalah jaringan ikat penyokong. Jaringan ini dibagi dua yaitu jaringan tulang rawan dan jaringan tulang keras. Jaringan-jaringan tersebut tidak mengalami spesialisasi, tetapi hanya membedakan diri mereka berdasarkan kandungan senyawanya agar mendukung fungsinya. Hal-hal di atas menunjukkan bahwa jaringan pada hewan lebih terspesialisasi secara spesifik untuk menghadapi lingkungan yang kurang menguntungkan. Ini membuktikkan bahwa jaringan hewan lebih mudah beradaptasi pada lingkungan daripada jaringan tumbuhan.

Kedua, saya akan melihat dari sudut pandang resistensi spesies tumbuhan dan hewan. Resistensi ini dapat diuji dengan melihat spesies apa yang bertahan ketika kepunahan massal yang terjadi. Salah satu kepunahan massal yang paling terkenal adalah kepunahan dinosaurus. Kepunahan kadal raksasa ini terjadi sekitar 65 juta tahun yang lalu pada cretaceous period dan merupakan salah satu kepunahan massal yang terkenal. Kepunahan ini diduga terjadi karena tabrakan asteroid yang menyebabkan perubahan iklim drastis di bumi. 

Perubahan iklim itulah yang menyebabkan sekitar 75 persen spesies di bumi punah. Tetapi, hal itu tidak membuat salah satu spesies hewan tertua punah. Spesies tersebut adalah beruang air atau sering disebut tardigrade. Beruang air sudah melewati empat kepunahan massal lainnya yang terjadi sebelum dinosaurus ada. Empat kepunahan massal lainnya beberapa memang lebih hebat daripada kepunahan dinosaurus. Bahkan ada yang hampir memusnahkan 96 persen spesies di permukaan bumi. Selain bertahan terhadap lima kepunahan massal, beruang air juga dapat bertahan terhadap ruang vakum yang penuh dengan radiasi di ruang angkasa. Hal-hal tersebut disebabkan oleh adaptasi milik beruang air yang mirip dengan adaptasi mamalia-mamalia yaitu hibernasi. Dalam proses hibernasi ini, sel dan jaringan milik beruang air akan mengurangi secara drastis proses metabolismenya. Bahkan menurut penelitian terbaru yang dipublikasikan di Scientific Reports, beruang air dapat bertahan dari semua bencana astrofisikal dan bertahan hidup sampai kurang lebih 10 miliar tahun lagi. Hal-hal tersebut membuktikkan bahwa jaringan hewan dapat lebih mudah beradaptasi daripada jaringan tumbuhan karena jaringan hewan memiliki program hibernasi, sehingga dapat menanggapi perubahan lingkungan dengan cepat.

Ketiga, saya akan membahas tentang adaptasi dalam tingkatan organisme. Adaptasi pada tingkatan organisme dibagi menjadi tiga, yaitu adaptasi morfologi yang menyesuaikan bentuk dan struktur tubuhnya, adaptasi fisiologi yang menyesuaikan fungsi tubuhnya, dan adaptasi tingkah laku yang menyesuaikan tingkah lakunya. Pada adaptasi fisiologi, ada salah satu contoh terkenal yang akan saya bahas, yaitu osmoregulasi. Osmoregulasi adalah proses mengatur tekanan osmosis dalam tubuh untuk menyeimbangkannya dengan lingkungan. 

Osmosis sendiri adalah perpindahan molekul yang lebih encer atau molekul pelarut menuju molekul yang lebih pekat melalui membran semipermeabel untuk menyeimbangkan. Proses osmosis sendiri sudah terjadi pada tingkatan organisme terkecil yaitu sel, sehingga proses osmoregulasi sudah terjadi pada sel. Proses osmoregulasi pada sel hewan lebih mudah daripada sel tumbuhan. Hal ini disebabkan karena sel tumbuhan memiliki dinding sel yang terbuat dari lignin atau selulosa dan bersifat impermeabel atau sulit ditembus. Sedangkan sel hewan tidak memiliki dinding sel. Sel hewan hanya memiliki membran sel yang terbuat dari fosfolipid bilayer dan bersifat semipermeabel. Hal ini sesuai dengan apa yang diperlukan dalam proses osmosis yaitu membran semipermeabel. Sehingga, karena sel hewan lebih mudah melakukan osmoregulasi, maka jaringan hewan tentunya juga lebih mudah melakukan osmoregulasi daripada jaringan tumbuhan.

Berdasarkan teori dan argumen yang telah saya jabarkan, dapat saya simpulkan bahwa jaringan hewan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan daripada jaringan tumbuhan karena beberapa alasan. Pertama, jaringan hewan memiliki sel yang lebih terspesialisasi secara spesifik sehingga jaringan hewan lebih mudah beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, seperti jaringan epitel pada kulit, kornea, rongga mulut, dan lain-lain. Kedua, ada hewan yang memiliki resistensi tinggi terhadap perubahan ekstrem dan lingkungan ekstrem seperti lingkungan vakum dan penuh radiasi di ruang angkasa yaitu beruang air atau tardigrade. Hal tersebut disebabkan oleh proses adaptasi hibernasi organisme tersebut. Ketiga, sel hewan lebih mudah melakukan salah satu adaptasi fisiologi yaitu osmoregulasi atau pengaturan tekanan osmosis untuk menyeimbangkan diri dengan lingkungan daripada sel tumbuhan. Hal ini disebabkan karena sel hewan tidak memiliki dinding sel yang sulit ditembus seperti sel tumbuhan. Sehingga jaringan hewan tentunya juga memiliki kemampuan osmoregulasi yang lebih mudah daripada jaringan tumbuhan. Dari hal-hal tersebut, saya sangat percaya bahwa adaptasi dengan lingkungan jaringan hewan lebih mudah daripada adaptasi dengan lingkungan jaringan tumbuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun