Mohon tunggu...
Healthy

Kloroplas dan Ribosom

24 Agustus 2017   17:29 Diperbarui: 21 September 2017   22:11 3495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Semua makhluk hidup tersusun atas sel. Dari hewan, tumbuhan, jamur, dan manusia semua tersusun atas kumpulan sel. Bagaimana makhluk sekompleks kita dapat tersusun atas sel? Pertama, sel-sel yang memiliki fungsi dan tujuan yang sama membentuk akan jaringan. Kumpulan jaringan membentuk organ, dan organ-organ bekerja sama membentuk suatu sistem organ. Akhirnya, sistem organ membentuk suatu kesatuan individu.

Bagaimana dengan sejarah penemuan sel? Apakah manusia langsung mengetahui bahwa sel lah yang menyusun mereka? Jawabannya tentu saja tidak. Sel pertama kali teramati oleh seorang ilmuwan dari Inggris bernama Robert Hooke pada tahun 1665. Hooke mengamati sel gabus dari dinding sel tumbuhan yang sudah mati dengan mikroskop. Ia hanya dapat melihat ruang-ruang kecil kosong yang bersekat-sekat. Kemudian, ia menamakan ruang kecil tersebut sel, dalam bahasa Latin cellulayang berarti kamar kecil. Pada tahun 1674, seorang ilmuwan berkebangsaan Belanda, Antonie van Leeuwenhoek berhasil mengamati sel hidup yaitu sel alga Spirogyra dan bakteri menggunakan mikroskop. Dua ratus tahun kemudian, pada tahun 1840, Johannes Purkinje mengenalkan istilah protoplasma yang ditemukan 5 tahun sebelumnya oleh Felix Dujardin. Protoplasma adalah cairan yang merupakan salah satu bagian terpenting dalam sel hidup dan selalu ada di dalam sel hidup. Protoplasma sekarang lebih dikenal dengan istilah sitoplasma. Selain protoplasma, ditemukan juga salah satu bagian sel yang terpenting yaitu nukleus atau inti sel. Inti sel ditemukan oleh Robert Brown ketika ia mengamati sel tanaman anggrek. Ia berpendapat bahwa nukleus sangat penting bagi sel karena nukleus lah yang mengatur segala aktivitas sel. Penemuan tentang sel dilanjutkan oleh seorang ahli anatomi tumbuhan dari Jerman, Matthias Jakob Schleiden yang melakukan pengamatan tumbuhan secara mikroskopis. Ia menemukan bahwa tumbuhan tersusun atas sel. Kemudian, pada waktu yang hampir bersamaan, Theodore Schwann, ahli anatomi hewan dari Jerman berhasil menemukan bahwa hewan juga tersusun atas sel. Pada tahun 1858, ahli biologi Jerman, Rudolf Ludwig Karl Virchow berpendapat bahwa semua sel berasal dari sel sebelumnya atau dalam bahasa Latin omnis cellula e cellula.

Dari hasil penemuan-penemuan itu, para ilmuwan akhirnya berkesimpulan bahwa makhluk hidup tersusun atas sel, sel adalah unit struktural terkecil makhluk hidup karena memiliki ukuran kecil, bentuk sederhana, dan menjadi komponen dasar penyusun makhluk hidup, sel adalah unit fungsional karena sel melakukan fungsi kehidupan, seperti reproduksi, pertumbuhan dan perkembangan, homeostasis, dan adaptasi, semua sel berasal dari sel sebelumnya yang menunjukkan bahwa sel adalah unit hereditas yang  mewariskan sifat dari generasi satu ke generasi berikutnya. Semua itu adalah teori sel yang konvensional. Teori sel baru yaitu teori endosymbiosis yang dicetuskan oleh Lynn Margulis, seorang ahli biologi dari Amerika Serikat, pada tahun 1970 memberi pemahaman baru kepada para ilmuwan. Berikut adalah uraian teori endosimbiosis.

Menurut Lukman (2008), di dalam sel-sel eukariotik terdapat organel-organel yang masing-masing memiliki fungsi khusus. Dua diantaranya adalah mitokondria yang berfungsi untuk pembuatan ATP dan respirasi dan kloroplas untuk fotosintesis. Mitokondria hampir selalu terdapat pada sel-sel eukariotik, sedangkan kloroplas hanya dijumpai dalam sel-sel eukariotik yang dapat melakukan fotosintesis, seperti tumbuhan dan ganggang.

Menurut Thorpe (1984) baik mitokondria maupun sel bakteri aerob sama-sama memiliki DNA dan ribosom. DNA mitokondria banyak yang berbentuk sirkuler, seperti bentuk DNA bakteri aerob tersebut. Ukuran ribosom keduanya juga hampir sama, lipatan-lipatan ke dalam dari membran dalam mitokondria atau sering disebut krista memiliki fungsi yang sama dengan lipatan-lipatan ke dalam dari membran plasma sel bakteri yang disebut mesosom, yaitu tempat berlangsungnya respirasi. Selain itu translasi yang berlangsung pada mitokondria maupun sel bakteri sama-sama dapat dihambat oleh khloramfenikol sejenis antibiotik. Mitokondria seperti halnya bakteri dapat memperbanyak diri dengan membelah diri. Karena persamaan-persamaan tersebut, muncul dugaan mengenai asal usul mitokondria di dalam sel eukariotik. Salah satu pendapat yang banyak diterima adalah teori endosimbiosis. Menurut teori ini pada mulanya mitokondria adalah sejenis prokariotik aerob yang kemudian diendositosis oleh sel eukariotik yang anaerob. Sel eukariot anaerob ini diperkirakan berkembang dari sel-sel anaerob primitif yang berhasil bertahan hidup ketika oksigen di bumi bertambah banyak. Pada akhirnya sel prokariotik aerob tersebut menjadi organel mitokondria, dan sel eukariotik yang semula anaerob menjadi aerob. Beberapa mikroorganisme yang hidup pada masa sekarang dapat menjadi bukti teori ini. Di dalam usus hewan terdapat spesies eukariotik bersel tunggal yang tidak mempunyai mitokondria dan hidup dalam kondisi kurang oksigen, jadi sangat identik dengan sel eukariotik anaerob yang primitif. Pelomyxa palustris, sejenis Amoeba walaupun tidak memiliki mitokondria tetap dapat melakukan oksidasi karena memelihara sejenis bakteri aerob di sitoplasmanya dalam suatu hubungan yang permanen.

Secara struktural dan fungsional, struktur sebagian kloroplas mirip sekali dengan Cyanobacteria. Susunan tilakoid pada kloroplas mirip sekali dengan lamella pada Cyanobacteria, DNA keduanya sama-sama berbentuk sirkuler, dan hampir tidak dapat dibedakan urutan nukleotida antara keduanya. Keduanya juga sama-sama memiliki ribosom yang ukurannya hampir sama. Selain itu baik kloroplas maupun Cyanobacteria dapat memperbanyak diri dengan membelah diri. Oleh sebab itu timbul pula dugaan bahwa kloroplas maupun Cyanobacteria memiliki atau berkembang dari nenek moyang sel yang sama. Sama seperti dengan asal usul mitokondria, asal usul kloroplas di dalam sel eukariotik juga dijelaskan dengan teori endosimbiosis. Sel eukariotik primitif heterotrof menelan sel prokariotik autotrof sehingga terjadi simbiosis mutualisme. Ternyata di antara sel-sel eukariotik yang hidup sekarang ada yang bersimbiosis permanen dengan Cyanobacteria. Bentuk persekutuan kedua organisme itu disebut Cyanophora paradoxa.

Singkatnya, teori endosimbiosis berasal dari dua kata yaitu endo yang berarti dalam dan simbiosis yang berarti hubungan antarmakhluk hidup. Endosimbiosis berawal dari sel eukariotik tidak mempunyai organel penghasil energi, kemudian sel tersebut menelan bakteri fotosintetesis dan bakteri aerob secara endositosis, kemudian bakteri tersebut bersimbiosis dengan sel eukariotik, dengan bukti membran mitokondria dan kloroplas dua lapis, ukuran dari mitokondria dan kloroplas sama dengan ukuran bakteri, mitokondria dan kloroplas mempunyai DNA sendiri dan ribosom sendiri sehingga dapat melakukan replikasi sendiri.

Dari teori endosimbiosis, telah disebutkan organel yang berperan penting dalam proses fotosintesis. Organel tersebut adalah kloroplas. Kloroplas hanya terdapat pada organisme fotosintetik. Kloroplas berfungsi untuk mengubah energi panas matahari menjadi energi kimiawi. Bentuk kloroplas seperti cakram dengan ketebalan antara 2 -- 4 um dan diameter 5 -- 10 um. Menurut Wikipedia, Kloroplas terdiri atas dua bagian besar, yaitu bagian amplop dan bagian dalam. Bagian amplop kloroplas terdiri dari membran luar yang bersifat sangat permeabel untuk melewatkan molekul-molekul kurang dari 10 kilodalton tanpa selektivitas dan menutupi ruang intermembran antara membran dalam dan bagian luar kloroplas, membran dalam yang bersifat permeabel serta sebagai tempat protein transpor melekat dan memilih molekul yang keluar masuk dengan transpor aktif, dan ruang antar membran yang terletak di antara membran luar dan membran dalam dengan ketebalan sekitar 10 nm. Bagian dalam kloroplas mengandung DNA sirkuler, RNA, dan ribosom.

Selain itu, bagian dalam kloroplas juga terdapat stroma yaitu cairan dalam kloroplas yang berfungsi untuk menyimpan hasil fotosintesis berupa glukosa dan tempat terjadinya reaksi gelap. Ada juga tilakoid yang merupakan struktur cakram yang terbentuk dari pelipatan membran dalam kloroplas. Membran tilakoid inilah yang menangkap energi cahaya dan mengubahnya menjadi energi kimia. Tilakoid juga merupakan tempat terjadinya reaksi terang. Struktur yang ketiga adalah grana. Grana adalah satu tumpuk tilakoid.

Menurut Winarni (2006), jalannya reaksi fotosintesis terdiri dari reaksi terang dan gelap. Reaksi terang adalah reaksi yang bergantung pada cahaya dan berlangsung di membran tilakoid. Pertama-tama, pigmen fotosintesis menyerap energi cahaya dan melepas electron yang akan masuk ke sistem transpor electron. Kemudian, molekul air pecah, ATP dan NADPH terbentuk, dan oksigen dilepaskan. Pigmen fotosintesis yang melepas elektron kembali menerima elektron. Sedangkan reaksi gelap adalah reaksi yang tidak bergantung secara langsung dengan cahaya dan terjadi di stroma. Reaksi gelap menangkap karbon dioksida untuk digabung dengan ion H+ membentuk gula.

Salah satu organel sel yang dimiliki oleh kloroplas adalah ribosom. Sebenarnya, ribosom tidak hanya dimiliki oleh kloroplas, tetapi juga bebas di dalam sitosol, melekat pada RE kasar, dan di dalam mitokondria. Ribosom berfungsi untuk menyintesis protein. Struktur ribosom terdiri dari subunit besar dan subunit kecil. Ketika tidak dalam menyintesis protein, kedua subunit akan bepisah. Keduanya akan datang bersama-sama ketika ribosom siap untuk membuat protein baru. Kedua subunit terdiri dari untaian RNA dan protein yang beragam.

Sintesis protein adalah proses pencetakan protein yang digunakan untuk membangun maupun memperbaiki bagian sel. Menurut Mawardi (2007), secara garis besar, sintesis protein terjadi melalui 2 tahap, yaitu tahap transkripsi dan tahap translasi. Transkripsi adalah proses penulisan ulang DNA ke dalam mRNA dan terjadi di nukleus. Basa nitrogen DNA dikodekan dalam basa nitrogen RNA. Tahap ini dibagi lagi menjadi 3, yaitu Inisiasi yaitu melekatnya enzim RNA polimerase pada pita DNA dan mulai menyintesis RNA dari titik awal pita, elongasi yaitu enzim akan terus membentuk mRNA hingga terbentuk pita mRNA, terminasi yaitu ketika transkripsi berhenti dan DNA kembali ke bentuk semula, mRNA dilepaskan menuju sitoplasma. Tahap translasi adalah tahap penerjemahan kode mRNA oleh tRNA ke dalam urutan asam amino. Tahap ini terjadi di sitoplasma dengan bantuan ribosom. Translasi dimulai ketika mRNA dan tRNA inisiator berikatan dengan ribosom subunit kecil. Setelah itu, subunit besar berikatan dengan subunit kecil. Inisiasi selesai ketika ribosom sudah terbentuk. Elongasi terjadi setelah tRNA kedua berikatan dengan kodon selanjutnya setelah kodon start. Kodon adalah urutan tiga basa nitrogen pada mRNA. Misalnya, kodon lain setelah kodon start adalah GUC, maka akan berikatan dengan antikodon tRNA CAG yang membawa asam amino valin. Kedua asam amino (valin dan metionin) akan berikatan dengan bantuan enzim peptidil transferase. Setelah keduanya berikatan, tRNA yang membawa metionin akan dilepaskan dari ribosom. Kemudian ribosom bergerak pada molekul mRNA sepanjang satu kodon. Pergerakan ini membuat tRNA kemudian berikatan dengan kodon mRNA ketiga dan membawa asam amino lainnya. Proses elongasi ini terus mengikat asam amino hingga terbentuk rantai polipeptida. Translasi berhenti ketika ribosom mencapai kodon stop pada mRNA. Dengan demikian, rantai polipeptida yang telah terbentuk akan dilepaskan dari ribosom dan diolah membentuk protein fungsional.

Esai ini akan membahas secara spesifik tentang dua organel penting dalam sel, yaitu organel fotosintesis, kloroplas dan organel penyintesis protein, ribosom. Organel mana yang memiliki ketahanan lebih kuat? Apakah kloroplas? Apakah ribosom?

Pertama, ditinjau dari serangan virus, kloroplas lebih rentan terserang virus daripada ribosom. Serangan virus pada fungsi kloroplas dapat menyebabkan gangguan fotosintesis tanaman dan berdampak pada kematian tanaman. Menurut Zhao (2016), analisis dengan menggunakan mikroskop elektron menunjukkan bahwa serangan virus tersebut membuat bentuk kloroplas menjadi cacat, seperti pengurangan jumlah total kloroplas dan kelompok kloroplas, bentuk kloroplas yang tidak beraturan, seperti kloroplas yang membesar, kloropas dengan membran yang tertekan, kloroplas berbentuk amoeboid, dan pemanjangan berbentuk pipa pada kloroplas, struktur membran yang tidak lazim, seperti terdapat gelembung di sekitar membran, membran luar yang rusak, dan proliferasi membran, perubahan isi di dalam kloroplas, seperti gelembung kecil atau vakuola kecil di dalam stroma, ruang intermembran membesar, dan peningkatan jumlah dan besar butir-butir kurang lebih sebesar elektron, struktur fotosintesis yang tidak biasa, seperti hilangnya grana, tilakoid yang membesar, dan hilangnya stroma, kloroplas yang benar-benar hancur dan grana yang tersebar di sitoplasma. Hal-hal tersebut adalah indikasi yang menujukkan ketidaknormalan pada kloroplas dan biasa ditemui dalam infeksi virus pada tanaman. Sedangkan jika sel diinfeksi oleh virus, ribosom tidak akan langsung dihancurkan oleh virus, tetapi akan digunakan untuk sintesis protein. Pada saat fase sintesis atau replikasi, virus tentu saja tidak bisa menyintesis komponen-komponennya sendiri, sehingga virus harus menggunakan mesin sintesis protein milik sel inangnya yaitu ribosom. Pertama-tama, DNA virus akan memproduksi enzim penghancur. Enzim tersebut akan menghancurkan DNA bakteri, tetapi tidak menghancurkan DNA virus. Dengan demikian, DNA virus lah yang tersisa di dalam sel dan DNA virus dapat mengambil alih sel. DNA virus mereplikasikan diri berulang kali dengan mengkopi diri membentuk DNA virus dengan jumlah banyak. Selanjutnya, DNA virus tersebut melakukan sintesis protein virus yang akan dijadikan kapsid dengan menggunakan ribosom sel inang dan enzim-enzim sel inang. Setelah bagian-bagian virus disintesis, masuklah ke fase perakitan dimana bagian tubuh virus mengalami perakitan dan terbentuklah beratus-ratus virus yang baru. Pada fase terakhir yaitu fase litik, sel inang akan dipecah karena enzim lisozim virus dan virus menyebar. Pada fase litiklah, ribosom sudah tidak diperlukan dan akan ikut mati bersama sel yang pecah. Jadi, dalam masalah ketahanan terhadap virus, ribosom lebih tahan daripada kloroplas, karena ribosom sangat diperlukan virus untuk membentuk komponen-komponen virus baru.

Kedua, ditinjau dari struktur masing-masing organel, kloroplas memiliki ketahanan yang lebih kuat daripada ribosom. Kloroplas memiliki struktur membran ganda. Masing-masing membran tersusun atas fosfolipid bilayer, mirip dengan membran plasma sel, yang artinya 2 lapisan fosfat dan lemak. Karena strukturnya yang fosfolipid bilayer, maka membran luar bersifat sangat permeabel yang berfungsi untuk melewatkan molekul-molekul kurang dari 10 kilodalton tanpa selektivitas dan mengatur keluar masuknya zat. Sedangkan membran dalam bersifat selektif permeabel berfungsi untuk memilih protein yang keluar masuk dengan transpor aktif. Kedua membran sama-sama berfungsi untuk memilah-milah zat apa yang layak masuk dan keluar. Maka, kemungkinan antigen asing untuk masuk ke dalam kloroplas menjadi berkurang karena pengecekan tersebut. Sedangkan ribosom tidak memiliki membran dan hanya berupa kumpulan rRNA dan beberapa protein. Ribosom tidak memiliki membran supaya ribosom lebih mudah mengambil mRNA dari nukleus dan asam amino bebas untuk memproduksi protein.

Ketiga, ditinjau dari segi keaktifan, kloroplas lebih sering bekerja dibanding ribosom. Kloroplas bekerja setiap waktu dengan reaksi fotosintesisnya. Pada siang hari, terjadi reaksi gelap di stroma dan reaksi terang di tilakoid. Sedangkan pada malam hari, hanya terjadi reaksi gelap di stroma. Kloroplas tidak pernah berhenti bekerja dan selalu menyintesis gula. Sedangkan ribosom hanya bekerja ketika ada perintah dari mRNA untuk menyintesis protein. Ketika tidak ada perintah dari mRNA, kedua subunit ribosom, yaitu subunit besar dan subunit kecil akan memisahkan diri dan menjadi pasif.

Keempat, ditinjau dari teori endosimbiosis. Berdasarkan teori endosimbiosis, kloroplas lebih kuat dibandingkan ribosom. Kloroplas sebelumnya merupakan sel prokariotik autotrof ditelan oleh sel primitif eukariotik heterotrof. Kloroplas tidak dicerna oleh sel primitif eukariotik heterotrof, tetapi bersimbiosis mutualisme bersama dengan sel primitif eukariotik heterotrof. Hal ini menunjukkan bahwa membran ganda pada kloroplas dapat menahan enzim-enzim pencernaan yang dikeluarkan sel primitif eukariotik heterotrof. Jadi, membran ganda kloroplas sekali lagi membuat kloroplas lebih tahan daripada ribosom.

Kelima, ditinjau dari segi perbaikan diri. Kloroplas lebih kuat dibandingkan ribosom. Kloroplas memiliki DNA sirkuler di dalam stroma. DNA disini dapat mengirimkan mRNA pada ribosom di dalam stroma untuk menyintesis protein sendiri. Jadi, jika ada bagian kloroplas yang rusak, kloroplas tidak perlu menunggu nukleus untuk mengirimkan mRNA pada ribosom bebas untuk menyintesis protein dan memperbaiki kloroplas. Kloroplas dapat menyintesis protein sendiri dan memperbaiki bagian yang rusak lebih cepat. Karena itu, kloroplas disebut juga organel semiotonom. Sedangkan ribosom adalah si penyintesis protein. Jadi, ribosom tidak dapat memperbaiki dirinya sendiri.

Dari penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa kloroplas memiliki ketahanan yang lebih kuat dibandingkan ribosom karena beberapa alasan. Alasan pertama adalah kloroplas memiliki struktur membran ganda yang berfungsi untuk mengatur keluar masuknya zat sehingga dapat mengontrol antigen asing yang masuk, sedangkan ribosom tidak memiliki membran agar sintesis protein lebih mudah. Alasan kedua adalah karena kloroplas tidak pernah berhenti bekerja. Reaksi gelap selalu terjadi dan reaksi terang hanya terjadi pada siang hari, sehingga reaksi fotosintesis terjadi baik malam hari maupun siang hari. Sedangkan ribosom hanya melakukan sintesis protein ketika nukleus mengirimkan mRNA. Jika nukleus tidak mengirimkan mRNA, maka subunit ribosom akan memisahkan diri menjadi subunit besar dan subunit kecil. Kemudian, ribosom akan menjadi pasif. Alasan ketiga adalah teori endosimbiosis. Kloroplas dapat bertahan melawan enzim-enzim pencernaan milik sel primitif eukariotik heterotrof sehingga akhirnya bersimbiosis mutualisme. Alasan terakhir adalah segi kecepatan perbaikan diri. Kloroplas lebih cepat melakukan perbaikan diri karena kloroplas memiliki DNA sirkuler yang dapat digunakan untuk mengirimkan mRNA ke ribosom di dalam kloroplas agar ribosom melakukan sintesis protein. Sintesis protein terjadi dan bagian kloroplas yang rusak langsung terperbaiki. Sedangkan ribosom adalah penyintesis protein, sehingga ribosom tidak dapat bekerja tanpa adanya perintah.

Daftar Pustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun