Mohon tunggu...
Vincentius AndrewHerman
Vincentius AndrewHerman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum

Saya merupakan mahasiswa fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Korupsi, Dampak Kolateral, dan Langkah Inovatif untuk Mengatasinya

16 November 2023   01:23 Diperbarui: 16 November 2023   01:23 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi merupakan istilah dari bahasa latin yaitu corruptio. Dalam bahasa Inggris korupsi adalah corruption atau corrupt, dan dalam bahasa Belanda korupsi adalah coruptie. Di Indonesia, istilah korupsi lahir dari bahasa Belanda. Korupsi mempunyai arti sebagai busuk, buruk atau perbuatan untuk menguntungkan dirinya sendiri dengan menggunakan kekuasaannya. Menurut ahli, Syed Hussein Alatas mengatakan bahwa korupsi merupakan tindakan penyuapan, pemerasan, nepotisme, dan penyalahgunaan kepercayaan atau penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, korupsi merupakan tindakan yang buruk dengan cara menggunakan jabatan untuk kepentingan dirinya sendiri. 

Korupsi masih menjadi permasalahan yang utama sebab masih dapat ditemukan dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Dapat dikatakan demikian, sebab menurut data Indeks Persepsi Korupsi/IPK pada tahun 2022, menyatakan bahwa Indonesia berada dalam peringkat 110 dari 180 Negara dengan perolehan skor sebesar 34. Hal ini menunjukan peningkatan terhadap praktik korupsi di Indonesia karena mengalami penurunan sebanyak 4 skor dari tahun sebelumnya dan merupakan skor yang terendah untuk Indonesia sejak tahun 2015. Meskipun Praktik Korupsi telah dilarang oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011, dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tidak membuat para pelaku korupsi untuk menghentikan tindakannya, meskipun sudah mendapat ancaman hukuman paling rendah 1 tahun dan paling tinggi 20 tahun penjara. Padahal apabila praktik korupsi ini dilakukan terus menerus dapat mengakibatkan dampak yang tidak baik bagi Negara yang berpengaruh terhadap masyarakat, sektor ekonomi, sektor politik, dan generasi muda.

 

Dampak yang paling terlihat ialah dalam sektor ekonomi, sebab korupsi dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan oleh suatu Negara akan sulit tercapai akibat adanya penyuapan, nepotisme dan penggelapan dana dari suatu projek yang diselenggarakan. Sehingga, dengan dilakukannya tindakan tersebut membuat perekonomian Negara menjadi terganggu akibat dari penggelapan dana dan terjadinya penyuapan. Selain itu, dengan adanya praktik korupsi membuat investor negara asing akan menarik diri untuk melakukan investasi di Indonesia dikarenakan terdapat kewajiban untuk membayar biaya investasi yang lebih tinggi dari yang seharusnya dikarenakan terdapat praktik korupsi seperti penyuapan. Dampak lain yang berpengaruh kepada masyarakat ialah menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah akibat praktik korupsi yang dilakukan oleh para pelaku korupsi yang salah satunya dilakukan oleh pemerintah, dan juga membuat rakyat mencontoh tindakan pemerintah yang mementingkan diri sendiri. Dan dampak yang paling terasa untuk masyarakat ialah terhadap biaya administratif yang menjadi lebih tinggi akibat terdapat praktik korupsi. 

Selain itu, sektor politik juga terkena dampak akibat praktik korupsi karena dapat membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemilihan umum berkurang akibat dari mencapai tujuan politik dengan korupsi seperti dengan melakukan pemilu curang. Akibatnya sosial politik di Indonesia akan instabilitas karena adanya pertentangan antara masyarakat dengan penguasa. Kemudian, dampak bagi generasi muda yaitu membuat para generasi muda untuk bertindak tidak jujur, dan hanya ingin melakukan tindakan secara "instan". Contohnya, pada kasus ingin pembuatan Surat Izin Mengemudi yang dimana masyarakat sering terkendala dengan proses yang dipersulit. Hal tersebut mengakibatkan mereka memilih jalan pintas dengan melakukan suap kepada petugas untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi dengan mudah. Hal ini menunjukan bahwa bagi generasi muda, korupsi merupakan tindakan yang sangat biasa dan lumrah untuk dilakukan. 

 

Dampak-dampak yang telah disebutkan diatas membuat diperlukannya pencegahan praktik korupsi, namun dalam pencegahan tersebut selalu terdapat hambatan yang membuat proses dalam pencegahan praktik korupsi menjadi lebih sulit. Hambatan tersebut berupa hambatan struktural, hambatan kultural, dan hambatan instrumental. Hambatan struktural merupakan hambatan yang berasal dari praktik penyelenggaraan oleh Negara dan pemerintah sehingga membuat pencegahan terhadap praktik korupsi menjadi sulit dilakukan. Contohnya, lemahnya koordinasi antara aparat penegak hukum dengan aparat pengawasan, dan fungsi pengawasan masih belum berjalan secara optimal. Hambatan berikutnya ialah hambatan kultural yang merupakan kebiasaan buruk yang sudah terjadi secara turun temurun di Indonesia. 

Praktik Korupsi sudah mulai dikenal sejak dulu, dan sejak saat itu orang-orang terus menjalankan praktik tersebut untuk mendapat keuntungan pribadi yang mengakibatkan praktik korupsi sulit untuk dicegah akibat adanya "mental" korupsi sejak dulu. Dan hambatan yang terakhir ialah hambatan instrumental yaitu masih kurangnya hukuman yang berat bagi para koruptor sehingga tidak membuat mereka jera. Seperti dalam UU 31 Tahun 1999, yang mengatakan hukuman terendah bagi para pelaku korupsi adalah selama 1 tahun penjara, dan tentu saja hal tersebut merupakan hukuman yang dirasa kurang setimpal dengan perbuatannya, sehingga tidak membuat para pelaku korupsi jera akan tindakannya.

 

Namun, meskipun terdapat hambatan tetap harus dilakukan pencegahan praktik korupsi, seperti memperberat hukuman terhadap koruptor. Merujuk kepada hukuman yang terdapat di China, mereka menghukum pelaku koruptor dengan hukuman mati. Hal tersebut merupakan hukuman yang berat, yang dapat membuat praktik korupsi berkurang serta membuat para pelaku koruptor yang lain berpikir ulang untuk melakukan tindakan korupsi atau tidak dan hal ini cocok untuk diterapkan di Indonesia.

Selain itu, dengan melakukan penyuluhan kepada seluruh pejabat pemerintah dan generasi muda bahwa praktik korupsi merupakan tindakan yang buruk yang dapat membuat Negara menjadi rusak dan tidak berkembang. Dan langkah yang paling efektif ialah membuat peraturan perundang-undangan untuk memiskinkan para pelaku korupsi. Menurut Firli Bahuri selaku ketua KPK, menyatakan bahwa "koruptor lebih takut dimiskinkan ketimbang dipenjara." Sehingga dengan dimiskinkan seorang koruptor dapat membuat jera para pelaku, karena ketika mereka keluar penjara dan tidak mempunyai harta sedikit pun akan membuat mereka menyesali perbuatannya dan membuat para pelaku yang ingin melakukan tindakan korupsi untuk berpikir dua kali sebelum melakukan tindakannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun