Mohon tunggu...
vincentius EkaPutra
vincentius EkaPutra Mohon Tunggu... Lainnya - penulis

selamat datang, terimakasih telah berkunjung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Teori Belajar Classical Conditioning Ivan Pavlov dalam Pembelajaran

30 Januari 2023   20:58 Diperbarui: 30 Januari 2023   21:00 3589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR CLASSICAL CONDITIONING (IVAN PAVLOV) DAN KONEKSIONISME (EDWARD THORNDIKE) DALAM PEMBELAJARAN

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Behavioristik disebut juga dengan aliran perilaku. Behaviorisme adalah aliran filosofis psikologi yang menganggap bahwa semua yang dilakukan peserta didik, termasuk tanggapan, pemikiran, atau yang dirasakan, termasuk sebagai perilaku. Menurut behaviorisme, semua bentuk tindakan/perilaku oleh peserta didik dapat diamati. Pengamatan dilakukan atas cara renspon dari peserta didik terhadap rangsangan. Tanggapan ini diperkuat dengan umpan balik dari peserta didik, baik secara positip maupun secara negatip. Aliran ini muncul karena para tokoh behavioristik tidak puas dengan teori dari psikologi daya dan teori mental yang sangat menekankan segi kesadaran.

Teori behaviorisme melihat aktivitas belajar sebagai perubahan perilaku yang dapat diamati dan diukur. Yang ditekankan dalam teori ini adalah pembentukan perilaku peserta didik setelah mendapat rangsangan selama proses belajar. Dan perilaku yang terbentuk itu dapat diamati dan diukur. Teori ini tidak menjelaskan perubahan yang disebabkan oleh faktor internal melainkan lebih menjelaskan faktor eksternal, yang dapat dilihat dan diukur. Karena itu kecerdasan, minat dan bakat, dan perasaan-perasaan dari individu peserta didik kurang diakui. Maka peserta didik hanyalah sebagai pelajar yang pasif.

Bagi behaviorisme, belajar adalah perolehan pengetahuan sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge). Apa yang dipahami oleh pengajar mesti dipahami juga oleh pesert didik. Agar peserta didik dapat memahami apa yang dipahami oleh pendidik atau pengajar maka peran pikiran sangat dibutuhkan. Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak pengetahuan yang diperoleh melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilih. Maka metode behaviorisme cocok untuk mengukur kemampuan peserta didik yang berkaitan dengan kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan, olahraga, kecakapan dalam mengetik dan menggunakan computer atau peralatan lainnya, dan sebagainya.

IVAN PAVLOV

Teori Belajar Classical Conditioning 

Pengkondisian klasik (classical conditioning) adalah jenis pembelajaran yang mana organisme belajar menghubungkan atau mengasosiasikan stimulus. Prinsip dasar : Terdapat dua jenis respond dan dua jenis stimulus yang harus dipahami, yaitu: stimulus yang tidak terkondisi (Unconditioned Stimulus-UCS), respon yang tidak terkondisi (Unconditioned Response-UCR), stimulus yang terkondisi (Conditioned Stimulus-CS), dan respon yang terkondisi (Conditioned Respon-CR). Stimulus itu sendiri yang menyebabkanadanya respons dan pengulangan tingkah laku.

UCS atau stimulus yang tidak terkondisi merupakan stimulus yang ada secara otomatis tanpa pembelajaran terlebiih dahulu. UCR atau respon yang tidak terkondisi juga datang secara otomatis sebagai respon dari UCS. Stimulus terkondisi atau CS datang dari stimulus netral yang diasosiasikan dengan stimulus tidak terkondisi sehingga menghasilkan respon yang terkondisi.

Setelah respon berkondisi tercapai, apakah yang akan terjadi bila stimulus berkondisi diulang atau diberikan kembali tanpa diikuti oleh stimulus tidak berkondisi? Dalam hal ini akan terjadi pelenyapan atau padam. Dengan kata lain pelenyapan adalah tidak terjadinya respon atau menurunnya kekuatan respon pada saat diberikan kembali stimulus berkondisi tanpa diikuti stimulus tak berkondisi setelah terjadinya respon. Sedangkan penyembuhan spontan adalah tindakan atau usaha nyata untuk menghalangi terjadinya pelenyapan. Satu diantaranya ialah melalui rekondisioning atau mengkondisikan kembali melalui pemberian kedua stimulus berkondisi secara berpasangan.

Pavlov membagi eksperimennya menjadi empat bagian:

Rangsangan tak bersyarat -- perangsang alami- perangsang wajarUnconditioned Stimulus (US); yaitu perangsang yang memang secara alami, secara wajar, pada menumbuhkan respon pada organisme, misalnya makanan yang menimbulkan air liur pada anjing.

Rangsangan bersyarat- perangsang tidak wajar- perangsang tidak alamiConditioned Stimulus (CS) yaitu perangsang yang secara alami, tidak menimbulkan respon, misalnya bunyi bel, melihat piring, mendengar langkah orang yang biasa memberi makan.

Respon tak bersyarat- respon alami- respon wajar- Unconditioned Response (UR) yaitu respons yang ditimbulkan oleh perangsang tak bersyarat Unconditioned Stimulus (US).

Respon bersyarat-respon tak wajar-conditioned response (CR) yaitu response yang ditimbulkan oleh perangsang bersyarat (Conditioned response- CR).

Dalam tulisan ini penulis menggunakan stimulus bersyarat untuk meningkatkan minat belajar siswa di kelas. Penulis menggunakan media tambahan pembelajaran E-learning sebagai stimulus yang diberikan guru kepada murid untuk menimbulkan respon bersyarat, yaitu adanya peningkatan minat belajar siswa terhadap pembelajaran. Dengan menggunakan pembelajaran yang aktif, kreatif dan inovatif diharapkan dapat menimbulkan respon yang aktif, kreatif, inovatif, terampil juga bagi murid. Perilaku sebagian besar orang merupakan hasil pengalaman yang dialami mereka dengan adanya stimulusstimulus dari lingkungannya (Kadir , Tulus Handra 2016). Maka dari itu, dalam meningkatkan minat siswa penulis menggunakan stimulus dna respon dalam proses pembelajarannya.

Implementasi dalam pendidikan contoh dari rangsangan tidak bersyarat adalah guru yang senantiasa mengajar dengan pembelajaran yang aktif dan kreatif menggunakan media pembelajaran tambahan E-learning, setiap kali siswa dapat menjawab soal latihan pada proses pembelajaran (CS) tersebut dengan baik dan benar serta antusias terhadap soal yang diberikan, kemudian guru memberikan pujian pada siswa (UCS), dan siswa akan merasa bangga (CR) sehinga memiliki minat belajar yang baik. Pada tingkat pengkondisian yang lebih tinggi Pavlov menunjukkan bahwa sekali kita dapat mengkondisi seekor anjing dengan solid kepada CS tertentu, maka kemudian dia bisa menggunakan CS untuk menciptakan hubungan dengan stimulus lain yang masih netral. Misalnya; stimulus yang telah membangkitkan minat belajar siswa pada mata pelajaran tertentu (misalnya matematika) menggunakan media tambahan E-learning, akan melekat pada dirinya minat tersebut. Dan bila siswa dihadapkan dengan mata pelaajaran lainnya dengan menggunakan media tambahan E-learning juga maka minat untuk mempelajari mata pelajaran tersebut akan sama besarnya dengan mata pelajaran sebelumnya.

Secara garis besar hukum-hukum belajar menurut Pavlov, diantaranya:

Law of respondent conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcement), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.

Law of respondent extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

E-Learning sebagai media pembelajaran adalah pembelajaran yang berbasis teknologi dan informasi yang dapat mengaktifkan siswa untuk belajar. Pembelajaran synchronous memungkinkan interaksi langsung antara pendidik dan peserta didik secara online, ini mengharuskan pendidik dan peserta didik mengakses internet bersamaan, pendidik memungkinkan memberikan materi dan slide presentasi, dan peserta didik dapat mendengarkan secara langsung melalui internet dan dapat mengajukan pertanyaan melalui chat window, ini dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik yang pemalu untuk bertanya, karena pertanyaan berupa chat window. Pembelajaran Asynchronous adalah pembelajaran yang dilakukan tidak bersamaan dengan pendidik, guru sekedar memberikan materi kemudian peserta didik dapat mengakses materi. Peserta didik menyelesaikan tugas dengan rentan waktu yang telah ditentukan, pembelajaran ini dapat berbentuk bacaan, animasi, simulasi, permainan edukatif, tes, quis dan pengumpulan tugas.

Kelebihan Dan Kelemahan Teori Classical Conditioning

Teori belajar yang dikemukakan oleh Pavlov, secara prinsipal bersifat behavioristik dalam arti lebih menekankan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur. Teori tersebut terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Teori yang sudah terlanjur diyakini banyak orang ini tentu saja mengandung banyak kelemahan. Kekuatan teori ini adalah sebagai berikut:

Behaviorisme melakukan penelitiannya terhadap prrilaku berdasarkan yang tampak atau observable behaviors. Oleh sebab itu mempermudah proses penelitian karena prilaku dapat dikuantifikasi.

Teknik terapi prilaku yang efektif secara intensif menggunakan intervensi berbasis behaviorisme. Pendekatan ini sangat bermanfaat dalam merubah perilaku yang mal adaptif menjadi perilaku adaptif dan dapat diterapkan pada anak dan orang dewasa.

Kelemahan  teori tersebut adalah sebagai berikut:

Proses belajar itu dipandang dapat diamati langsung padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar.

Proses belajar itu dipandang bersifat otomatis--mekanis, sehingga terkesan seperti gerakan mesin dan robot, padahal setiap siswa memiliki self-regulation (kemampuan mengatur diri sendiri) dan self control (pengendalian diri) yang bersifat kogniti, dan karenanya ia bisa menolak, merespon jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata hati.

Proses belajar manusia dianalogikan dengan prilaku hewan itu sangat sulit diterima mengingat amat mencoloknya perbedaan antara karakter fisik dan psikis hewan.

Behaviorisme sangat dikenal dengan pandanganya bahwa pembelajar adalah individu yang pasif yang bertugas hanya memberi respon kepada stimulus yang deberikan. Pembentukan prilaku sangat ditentukan oleh penerapan reinforcement atau punishment. Oleh sebab itu belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku.

Behaviorisme menggeneralisir hasil eksperimen terhadap hewan kepada manusia. Oleh sebab itu generalisasi tersebut kurang berhasil apabila diterapkan kepada orang dewasa.

Implementasi Teori Classical Conditioning 

Teori belajar classical conditioning mengimplikasikan pentingnya pengkondisian rangsangan agar respons terjadi. Oleh karena itu, pengendalian dan perlakuan terhadap stimulus jauh lebih penting daripada pengendalian respon. Konsep ini berarti proses belajar lebih mengutamakan faktor lingkungan (eksternal) daripada motivasi internal. Penekanan Pavlov pada pengamatan dan pengukuran yang cermat, dan eksplorasi sistematisnya terhadap semua aspek pembelajaran, membantu memajukan studi ilmiah tentang pembelajaran. Penerapan atau penerapan pengkondisian classical conditionng di dalam kelas adalah untuk membuat lingkungan belajar menjadi nyaman, hangat, dan membuat ruang kelas menjadi satu kesatuan (saling keterkaitan) dengan emosi positif (persahabatan/kekerabatan). Pada awal masuk kelas, guru tersenyum dan sebagai pembukaan mengajukan pertanyaan pribadi kepada siswa tentang keluarga atau kehidupan mereka. Guru berusaha agar siswa merespon satu sama lain pada prioritas tinggi di kelas, misalnya, pada saat diskusi kelas, guru merangsang siswa untuk berpendapat.

Pada sesi tanya jawab, guru berusaha membuat siswa merasa nyaman dengan memberikan hasil yang positif. Misalnya, jika seorang siswa diam atau tidak aktif, maka guru dapat memulai dengan pertanyaan; apa pendapatmu tentang hal ini; atau bagaimana kamu membandingkan kedua contoh ini? Dengan kata lain, pertanyaan yang diajukan guru dapat merangsang pemikiran siswa. Namun, jika siswa tidak mampu atau tidak mau menjawab, tugas guru adalah menginstruksikan atau mendorong siswa untuk memberikan jawaban yang dapat diterima. Guru tidak mengajarkan banyak pelajaran, tetapi penjelasan singkat diikuti dengan contoh-contoh yang dilakukan secara individu atau melalui simulasi. Materi pembelajaran disusun dalam tingkatan dari yang sederhana sampai yang kompleks. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang terukur dan dapat diamati, dan kesalahan harus segera diperbaiki. Latihan dan pengulangan digunakan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah membentuk perilaku yang diharapkan. Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran dapat mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah dan murid dipandang pasif.

EDWARD THORNDIKE

Teori Belajar Koneksionisme 

Menurut Thorndike, belajar merupakan koneksi-koneksi antara stimulus dan respons yang terjadi melalui pengulangan. Stimulus adalah 'pemantik' yang menyebabkan terjadinya kegiatan belajar mengajar (beraksi atau berbuat). Sedangkan respon reaksi yang timbul saat mengikuti kegiatan belajar. Teori ini juga disebut sebagai Instrumental Conditioning. Teori ini menjelaskan bahwa untuk mencapai suatu tujuan, diperlukan waktu yang cukup serta percobaan yang memungkinkan terjadinya kesalahan-kesalahan. Dalam artian, siswa dalam proses belajar diperhadapkan dengan sesuatu yang baru (belum dikenal). Sebagai reaksi, siswa akan melakukan berbagai cara dalam merespon sesuatu yang baru itu. Harapannya, dengan melakukan berbagai percobaan, siswa mampu menemukan jalan keluar dari suatu permasalahan yang dihadapi. Hal di atas dapat menjawab mengenai maksud dari teori Thordinke di mana dia ingin tahu dengan bertanya, "apakah kegiatan siswa itu merupakan hasil dari sebuah ide atau karena siswa dapat memahami suatu proses interaksi dengan mengaitkan suatu peristiwa dengan reaksi tertentu yang mengikutinya.

Prinsip utama teori koneksionisme adalah siswa belajar terhadap suatu tindakan yang menghubungkan antara persepsi dan pancaindera yang berkaitan dengan kecenderungan perilaku. Selain prinsip utama, terdapat juga prinsip-prinsip tambahan yaitu:

 a) Siswa mesti mampu menemukan jawaban yang beraneka ragam dari stimulus yang ada (multiple responses). Jawaban yang dimaksud adalah berbagai jawaban yang muncul, terlepas dari apakah jawaban itu benar atau salah;

b) Belajar dibimbing atau diarahkan ke suatu tingkatan melalui sikap siswa itu sendiri. Secara tidak langsung, siswa dapat belajar semakin ingin tahu dalam memecahkan suatu persoalan. Dalam hal ini, siswa mengalami peningkatan dalam hal belajar bila mau berusaha terus-menerus.

c) Suatu pelajaran yang telah dipelajari dengan baik dapat digunakan juga terhadap stimulus yang lain. Pengalaman akan suatu masalah beserta solusinya menjadi bekal yang berharga bila suatu waktu para siswa menemukan suatu permasalahan yang lain.

 d) Jawaban-jawaban terhadap situasi baru dapat dibuat apabila siswa melihat adanya analogi dengan situasi terdahulu. Pengalaman sebelumnya menjadi 'guru' yang berharga. Siswa dapat mengambil suatu tindakan dari pengalaman sebelumnya bila tindakan itu dilihat sebagai solusi. Sebaliknya, siswa tidak akan mengulangi suatu tindakan yang gagal dalam pengalaman sebelumnya.

 e) Siswa membuat pilihan yang dinilai lebih berpengaruh dalam merespon situasi yang sedang terjadi. Di sini siswa mesti memilah dan memilih bertindak secara efektif sehingga tindakan yang hanya membuang-buang waktu saja bisa dihindari sedari dini.

2. Penerapan Teori Koneksionisme

Pengetahuan manusia semakin berkembang melalui pengalaman-pengalaman yang dilakukan, terutama dalam hal eksperiman. Eksperimen merupakan kondisi apriori, namun tidak selalu pengetahuan dalam eksperimen itu tidak pasti jika kritis dan pencarian yang terus menerus dilakukan untuk menemukan sesuatu yang pasti. Meskipun manusia memiliki pengetahuan jika tidak didorong oleh niat untuk belajar maka pengetahuan itu akan sia-sia da tidak berkembang. Hal yang mendorong seseorang itu dapat belajar dan menjadi pengetahuan bagi dirinya adalah rasa heran, contoh salah satu gua yang paling dalam dan menyeramkan, namun karena ada rasa penasaran di dalam dirinya, dan keingintahuannya maka ia menelusuri gua tersebut, tentunya banyak hal baru yang dapat diketahui dan dapat menjadi pengetahun baru, maka ini adalah proses belajar meskipun konsekuensinya akan membawa masalah dalam diri tetapi bukan lah keutamaan diri ketika itu sudah menjadi semangatnya untuk mempelajarin sesuatu hal yang tidak diketahui.

Pengetahuan di dalam gua yang belum nyata adalah efek positif atau sesuatu yang dicapai oleh respons dan menjadi dasar bagi dirinya sebagai pemahaman dan konsekuensinya. Respon merupakan suatu kenyataan yang menggerakan indra dan mengantar manusia pada suatu pengenalan terhadap sesuatu itu, atas respon maka subjek tersebut mencoba mengalaminya. Pengalaman di atas diawali dengan proses coba-coba dan mencoba, dan kesiap sediaan dalam mengatasi sesuatu hal yang terjadi di dalam gua itu, maka dalam hukumnya selalu bergantung pada seseorang dari kesiap sediaan dan motivasi. Hukum latihan menjadi kuat ketika keduanya dapat dihubungkan, latihan itu tampak ketika sering ke gua atau menjelajahi sungai dan tempat-tempat yang ekstrim lainnya.

Maka hubungan Stimulu dan respon adalah ketika keduanya dapat digunakan dan akan semakin kuat, yakni dengan cara melatih diri untuk berjalan kaki atau mendaki gunung, hal itu akan terbiasa dan akan semakin berkembang pengetahuan itu Hukum Penggunaan. Namun hubungan ini akan lemah ketika tidak melatih diri dan tidak konsisten dalam melakukannya. Hukum ini disebut sebagai hukum ketidakgunaan.

Kelebihan dan Kelemahan Teori Koneksionisme

Kelebihan:

Dengan Adanya teori Koneksionisme ini menjadikan siswa/i semakin mudah terkoneksi dengan materi pembelajaran yang diajarkan oleh guru. Kesiapan, Latihan, efek dan sikap.

Efek positif atau memuaskan yang dicapai oleh respons akan menimbulkan dasar hukum belajar yang disebut law of effect, Artinya jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan antara stimulus dengan respons akan semakin kuat.

Membentuk suatu karakter/perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif.

Teori ini sangat sangat cocok untuk kemampuan yang membutuhkan praktek langsung, yang membutuhkan spontanlitas, kecepatan, reflek dan sebagainya.

Dengan adanya stimulus yang baik akan melahirkan respon yang baik juga dari siswa/i, sehingga mereka semakin termotivasi dalam belajar.

Kelemahan:

Terlalu memandang bahwa teori koneksionime ini mutlak bagi manusia manusia, karena tidak semua tingkah laku manusia itu dapat dipengaruhi secara trial and error. Trial and error tidak berlaku mutlak bagi manusia.

Teori ini berpendapat bahwa belajar hanya merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respon. Sehingga yang dipentingkan dalam belajar ialah memperkuat asosiasi tersebut dengan latihan-latihan, atau ulangan-ulangan yang terus menerus.  Namun tidak melihat kalo ada juga manusia yang tanpa latihan dan pengulangan mampu menangkap dengan cepat.

Adanya rasa tertutup bagi para pelajar untuk berkembang. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis dan mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti monoton. Akibatnya pelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun