Teori belajar yang dikemukakan oleh Pavlov, secara prinsipal bersifat behavioristik dalam arti lebih menekankan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur. Teori tersebut terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Teori yang sudah terlanjur diyakini banyak orang ini tentu saja mengandung banyak kelemahan. Kekuatan teori ini adalah sebagai berikut:
Behaviorisme melakukan penelitiannya terhadap prrilaku berdasarkan yang tampak atau observable behaviors. Oleh sebab itu mempermudah proses penelitian karena prilaku dapat dikuantifikasi.
Teknik terapi prilaku yang efektif secara intensif menggunakan intervensi berbasis behaviorisme. Pendekatan ini sangat bermanfaat dalam merubah perilaku yang mal adaptif menjadi perilaku adaptif dan dapat diterapkan pada anak dan orang dewasa.
Kelemahan  teori tersebut adalah sebagai berikut:
Proses belajar itu dipandang dapat diamati langsung padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar.
Proses belajar itu dipandang bersifat otomatis--mekanis, sehingga terkesan seperti gerakan mesin dan robot, padahal setiap siswa memiliki self-regulation (kemampuan mengatur diri sendiri) dan self control (pengendalian diri) yang bersifat kogniti, dan karenanya ia bisa menolak, merespon jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata hati.
Proses belajar manusia dianalogikan dengan prilaku hewan itu sangat sulit diterima mengingat amat mencoloknya perbedaan antara karakter fisik dan psikis hewan.
Behaviorisme sangat dikenal dengan pandanganya bahwa pembelajar adalah individu yang pasif yang bertugas hanya memberi respon kepada stimulus yang deberikan. Pembentukan prilaku sangat ditentukan oleh penerapan reinforcement atau punishment. Oleh sebab itu belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku.
Behaviorisme menggeneralisir hasil eksperimen terhadap hewan kepada manusia. Oleh sebab itu generalisasi tersebut kurang berhasil apabila diterapkan kepada orang dewasa.
Implementasi Teori Classical ConditioningÂ
Teori belajar classical conditioning mengimplikasikan pentingnya pengkondisian rangsangan agar respons terjadi. Oleh karena itu, pengendalian dan perlakuan terhadap stimulus jauh lebih penting daripada pengendalian respon. Konsep ini berarti proses belajar lebih mengutamakan faktor lingkungan (eksternal) daripada motivasi internal. Penekanan Pavlov pada pengamatan dan pengukuran yang cermat, dan eksplorasi sistematisnya terhadap semua aspek pembelajaran, membantu memajukan studi ilmiah tentang pembelajaran. Penerapan atau penerapan pengkondisian classical conditionng di dalam kelas adalah untuk membuat lingkungan belajar menjadi nyaman, hangat, dan membuat ruang kelas menjadi satu kesatuan (saling keterkaitan) dengan emosi positif (persahabatan/kekerabatan). Pada awal masuk kelas, guru tersenyum dan sebagai pembukaan mengajukan pertanyaan pribadi kepada siswa tentang keluarga atau kehidupan mereka. Guru berusaha agar siswa merespon satu sama lain pada prioritas tinggi di kelas, misalnya, pada saat diskusi kelas, guru merangsang siswa untuk berpendapat.