Mohon tunggu...
vincentius EkaPutra
vincentius EkaPutra Mohon Tunggu... Lainnya - penulis

selamat datang, terimakasih telah berkunjung

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pola Pemikiran Metafisis dari Thomas Aquinas

2 April 2022   21:06 Diperbarui: 2 April 2022   21:13 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pola Pemikiran Metafisis Thomas Aquinas 

 

Sebagai sebuah ilmu, Metafisika memiliki  pokok kajian. Kekhasan kajian yang dikembangkan dalam metafisika adalah tidak terbatas. Ketidakterbatasan ini menunjuk pada kenyataan sekadar kenyataan atau ens in quantum ens. Kenyataan merupakan dasar yang fundamental bagi konsepsi metafisis. Karena mengkaji segala aspek dan bentuk yang terkandung dalam kenyataan, sifat metafisika dalam hal ini menjadi tidak terbatas yakni seluas segala kenyataan itu sendiri. Hal ini pada dasarnya tidak memuat suatu sifat kontradiktif karena metafisika berupaya secara total untuk membuka diri terhadap kenyataan. Sementara itu, kenyataan yang ingin didalami bersifat paradoksal dan multidimensional. Misalnya, apa yang benar adalah apa yang sesuai dengan kenyataan. Kita tidak dapat secara sepihak memutlakan salah salah satu kebenaran, bahwa kenyataan empiris adalah kebenaran yang hakiki. Atau mengatakan bahwa kenyataan idea yang dimediasi oleh ratio sebagai kebenaran yang hakiki. Baik kenyataan empiris maupun idea adalah kenyataan yang mengandung kebenaran. Manusia mesti terbuka terhadap kenyataan yang multidimensional. Metafisika dimungkinkan karena budi manusia con-natural dan dari kodratnya terbuka tanpa batas.

Metafisika tampaknya tidak menunjukkan suatu objek material tertentu dalam meneliti suatu penelitian, akan tetapi mengenai suatu inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Metafisika merupakan refleksi filosofis mengenai kenyataan yang secara mutlak paling mendalam dan paling utama. Ontologi berusaha memahami keseluruhan kenyataan, segenap dan mencakup segala sesuatu yang ada. Kenyataan sekadar kenyataan menjadi dasar dari unitas dan pluralitas, ketunggalan dan kegandaan, keekaan dan keanekaan, kesamaan dan keberlainan. Pernyataan ini memuat pertanyaan ontologis yang fundamental "Manakah dasar dari kesatuan dan kebanyakan?"

Monisme Parmenides

Monisme berorientasi pada necessity tentang kesatuan dalam keanekaan. Unitas adalah gambaran fundamental dari it is. Seturut dengan konsepsi universal ini, Parmenides menegasikan fundamen dari keunikan, pluralitas, perubahan dan kejamakan. Monisme tanpa keunikan. Yang mengada itu mengada, mustahil sekaligus tidak mengada. Baginya gerak dan perubahan adalah tidak mungkin, karena realitas merupakan keseluruhan yang bersatu, tidak bergerak atau berubah. Ini adalah prinsip untuk melihat kemajemukan. Hanya terdapat dua kemungkinan bagi pluralitas: ada atau tidak ada.

Pluralitas atau perbedaan tidak berdasar pada "ada". Hal ini dikarenakan "ada" berarti kesatuan dan kesatuan berkontradiktif dengan keberagaman. Manusia, hewan, tumbuhan, benda mati adalah dipandang sebagai satu kesatuan dengan berdasarkan pada kenyataan "ada". Masing-masing entitas berbeda dari dalam dirinya tetapi mereka tidak dapat berbeda-beda dalam hal mengada. Perbedaan tidak berdasar pada "tidak ada" karena "tidak ada" tidak dapat menjadi dasar perbedaan. Maka, perbedaan yang tampak bagi indera adalah tidak masuk akal dan karena itu harus disangkal. Pluralisme, perubahan, keunikan ditolak karena irasional, khayalan dan semu. Mengada secara mutlak adalah kesatuan dan ketidakterbagian. Dengan demikian dapat ditarik suatu simpulan tentang karakteristik ada:

"yang ada" adalah satu dan tak terbagi dan tak terpisahkan.

yang ada" itu tidak mungkin dimusnahkan kerena bersifat kekal dan tak mungkin ada perubahan.

yang ada" itu sifatnya sempurna karena tidak ada sesuatu yang ditambah maupun dikurang, jadi yang ada itu sudah komplit. "yang ada" itu mengisi semua tempat.

Karena "yang ada" itu mengisi semua tempat maka menurutnya tidak ada ruang kosong, karena menerima ruang kosong berarti menerima juga bahwa yang diluar "yang ada" itu masih ada sesuatu yang lain, akibatnya gerak tidak mungkin

Pluralisme Herakleitos

Pada dasarnya, kenyataan itu jamak dan beranekaragam dan terdiri dari 'individu-individu' yang otonom dan tanpa hubungan intrinsik. Karenanya, pluralisme menekankan perbedaan dan otonomi. Pluralisme Herakleitos mengarah pada aforismenya tentang panta rei, bahwa segala sesuatu mengalir terus. Pendapat ini ia temukan saat masuk ke dalam air dan setelah mengeluarkan kakinya dari dalam air tersebut ia melihat tidak ada sesuatu pun yang tetap, sebab air itu terus mengalir dengan membawa bekas pijakannya yang pertama. Kenyataan merupakan arus air yang mengalir dan ini mengindikasikan bahwa kenyataan itu berubah-ubah. Kenyataan yang kita alami dalam suatu waktu tidak akan dapat kita alami lagi di waktu yang lain meskipun gejala dan situasinya adalah sama. Oleh sebab tidak ada sesuatu pun yang tetap dan mantap, semuanya dalam proses kemenjadiannya. Perbedaan, perubahaan adalah sesuatu yang pasti dan dasarnya adalah kemampuan inderawi. Hal ini merupakan pertentangan terhadap monisme yang menyangkal penangkapan iderawi. Monisme bertentangan dengan apa yang dapat disaksikan dengan indera, maka harus ditolak.

Metafisika Aristoteles sebagai metafisika pertama

Aristoteles membangun suatu pondasi bagi 'bangunan' metafisika. Ia mengemukakan tema metafisika adalah "kenyataan sekadar kenyataan". Meskipun Aristoteles meletakan dasar it is dalam metafisika, namun dalam metafisika yang dikembangkannya tidak menjawab persoalan atau merefleksikan rumusan fundamental yang telah dikemukakan sebelumnya. Aristoteles justru membahas suatu cara berada daripada membahas mengenai mengada yang hadir dalam segala cara berada. Menurutnya, terdapat dua cara berada yakni substansi dan aksidensi. Substansi dipandang sebagai suatu cara berada yang otonom. Substansi berdiri sendiri dan ada oleh karena diri sendiri (esse in ipso). Keberadaannya tidak tergantung pada yang lain. Yang dibutuhkan dalam substansi adalah esensi dan causa atau penyebab keberadaannya. Sementara cara berada yang kedua adalah aksidens. Ada aksidens tidak dapat berdikari dari dalam dirinya sendiri. Keberadaannya tergantung pada ada yang lain. Ia berelasi dan membutuhkan ada yang lain misalnya keberadaan warna. Kita tidak dapat membayangkan warna tanpa adanya substansi atau bentuk yang menyertainya. Keberadaan warna selalu melekat pada keberadaan substansi. Berbeda halnya dengan kursi sebagai ada substansi. Keberadaan kursi tidak tergantung pada warna. Substansi kursi hanya melibatkan hakekat dan penyebab keberadaannya.

Metafisika Thomas Sebagai Metafisika Kedua

Metafisika Aristoteles merupakan metafisika yang pertama. Aristoteles telah meletakkan dasar realitas dalam metafisika. Kenyataan seluas segala kenyataan melibatkan di dalamnya baik itu realita unitas dan realita pluralitas. Kesatuan merupakan prinsip mendasar dari aktus formalis yang mengandung berbagai jenis yang sama. Di dalam keberadaan jenis yang sama itu, terdapat individualitas yang identic dan menciptakan pluralitas. Cara berada yang tertinggi adalah cara berada substansi-aksidens. Akan tetapi, Aristoteles tampaknya kurang konsekuen terhadap rumusan dasar prinsip metafisisnya. Hylemorfisme belum sampai pada dasar keberadaan yang universal.

Tentang dasar keberadaan yang universal ini baru secara eksplisit muncul dalam pemikiran Thomas Aquinas tentang aktus mengada atau actus essendi. Sejatinya, pemikiran metafisis Thomas merupakan kelanjutan dari tema metafisika yang telah digagas oleh Aristoteles yakni kenyataan sekadar kenyataan. Kenyataan yang hakiki tidak hanya terbatas atau hanya didasarkan pada kesamaan jenis. Kenyataan bahwa terdapat unitas maupun pluralitas ditempatkan dalam kerangka yang lebih mendalam yakni aktus mengada atau actus essendi. Dalam pemikiran Aristoteles, actus yang utama adalah actus formalis yang memungkinkan banyak materia prima menjadi satu. Dalam konsep Thomas Aquinas terjadi peralihan yakni bahwa actus yang utama adalah actus essendi. Dengan demikian, terungkap bahwa pusat metafisika Thomas berorientasi pada pembahasan mengenai aktus mengada.

Thomas menyebut aktus mengada sebagai aktus dari segala aktus yang lain dan kesempurnaan dari segala kesempurnaan lain. Aktus mengada disebut sebagai aktus dari segala aktus yang lain karena sifat ada adalah prinsip universal yang berlaku bagi segala hal. Aktus mengada meresapi segala keberadaan aktus yang lain, bahkan jika hendak kita sandingkan dengan aktus jenis, mengada adalah dasarnya. Mengada merupakan sifat atau ciri sempurna dan serba utuh yang mengandung dan mendasari segala sifat dan kesempurnaan lainnya. Ada berarti ketidakterbatasan, maka secara logis hanya ada satu saja. Jika sesuatu itu terbatas, maka sesuatu itu akan menjadi banyak. Di dunia ini ada banyak hal yang masing-masing dibatasi oleh hakekat dan eksistensinya. Oleh karena itu, pembatasan memunculkan keberagaman. Kekhasan aktus mengada yang mencerminkan pluralitas terletak pada banyaknya hal yang berada dan semua yang berada itu merupakan satu kesatuan sebagai ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun