Mohon tunggu...
Vin
Vin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya cukup suka menulis terutama untuk artikel opini ilmiah. Semoga tulisan saya mampu memberikan insight dan wawasan baru!

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengenal Tembakau: Berawal dari Obat hingga Bahan Bakar

20 September 2022   14:00 Diperbarui: 21 September 2022   23:03 927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tembakau sudah sangat sering didengar oleh masyarakat dari segala kalangan usia. Tembakau atau Nicotiana merupakan tanaman hasil perkebunan yang menjadi bahan baku dari industri rokok. Terdapat dua jenis tembakau yang mendominasi industri di dunia yaitu Nicotiana tabacum L. dan Nicotiana rustica L. Genus Nicotiana sendiri diprediksi berasal dari wilayah Andes kemudian menyebar ke sebagian benua Amerika dan pulau yang berdekatan. Ketika terjadinya kolonisasi, tembakau kemudian menyebar ke seluruh wilayah Eropa, Asia, Afrika, dan Oseania.

Saat ini, pemanfaatan tembakau cenderung berpusat pada industri rokok. Namun pada sejarahnya – ketika abad keenam belas dan ketujuh belas – berbagai budaya di seluruh dunia menggunakan tembakau untuk tujuan pengobatan. Pemanfaatan tembakau sebagai terapi pertama kali dilakukan oleh orang Amerika. Mereka menggunakan tembakau sebagai obat penghilang rasa sakit (painkillers) untuk sakit telinga, sakit gigi, hingga sakit saat melahirkan. Selain itu, tembakau juga digunakan sebagai obat asma, rematik, demam, sariawan, gangguan usus, kejang-kejang, keracunan, dan obat luka terbuka. Tembakau juga digunakan sebagai pestisida untuk menangkal gigitan ular dan serangga. Penggunaan tembakau sebagai pengobatan juga didorong dengan sistem budaya dan agama yang kompleks sehingga mereka menganggap bahwa tembakau merupakan tanaman yang memiliki makna sakral.

Penggunaan tembakau sebagai pengobatan terus menyebar hingga ke benua Eropa. Pada awal abad ke-16, seorang penulis dan dokter ternama di Eropa, Nicholas Monardes, mempromosikan tembakau sebagai obat penyembuh berbagai penyakit. Berdasarkan teori humoral – Teori kesehatan yang menegaskan bahwa kesehatan dan temperamen ditentukan oleh keseimbangan empat cairan, atau cairan tubuh: darah, dahak, koler (empedu kuning), dan melankolis (empedu hitam) maka, tembakau mampu mengobati ketidakseimbangan yang disebabkan oleh dingin atau panas yang berlebihan. Menurut Monardes, tembakau yang dihirup atau dikunyah mampu mengobati asma, parasit, sakit perut, kembung, rematik, sakit gigi, keracunan, berbagai penyakit kulit, dan histeria pada wanita.  Tembakau juga menyebar ke Asia Timur melalui gelombang globalisasi yang sama seperti di Eropa pada abad ke-16.  Saat akhir tahun 1500, tembakau dibudidayakan dan dikonsumsi secara luas di China. 

Pada tahun 1600, dua orang dokter dari China yaitu Zhang Jiebin dan Ni Zhumo mendeskripsikan manfaat medis dari tembakau yang cukup mirip dengan manfaat yang telah dituliskan Monardes dan menyebutkan bahwa tembakau merupakan obat kuat yang harus diresepkan secara hati-hati karena memiliki efek yang berpotensi untuk merugikan tubuh manusia. Popularitas tembakau kemudian meningkat akibat penyataan tentang kegunaan tembakau sebagai obat.

Pada perjalanannya, penyebaran penggunaan tembakau menuai banyak kritikan. Tembakau dikritik akibat efeknya terhadap tubuh dimana penggunaan tembakau secara fisik dapat merusak fisik individu maupun sosial. Salah satu kritik yang paling terkenal adalah kritik dari Raja James I tahun 1604 yang berjudul  "Counterblaste to Tobacco". Pada dokumen tersebut, Raja James I menyebutkan bahwa tembakau memiliki efek yang negatif dalam tubuh dimana tembakau menyebabkan tubuh menjadi kotor dan berminyak. Pernyataan tersebut mengacu pada penemuan organ dalam yang menghitam saat dilakukan autopsi. Dalam kritiknya, Raja James I juga menyebutkan bahwa tembakau memiliki efek yang candu.

Pemanfaatan tembakau sebagai cerutu atau cigar dimulai oleh suku Maya di Amerika dimana tembakau biasanya dibungkus dengan kulit pisang, kulit kayu, dan daun jagung. Pada abad ke-17 di Tabaceria, Spanyol, tembakau dimanfaatkan sebagai cerutu dimana tembakau dibungkus dengan daun palem atau kulit jagung kering. Cerutu menjadi bentuk utama penggunaan tembakau di Eropa selama abad ke-19. Kemudian pada tahun 1830, kertas halus menggantikan pembungkus kulit jagung dan menyeberang ke Perancis dimana nama “cigarette” pertama kali dikenalkan oleh monopoli dagang Perancis. Selain dilakukannya perubahan nama, monopoli Perancis juga mengubah jenis tembakau yang digunakan dalam rokok setelah mengetahui preferensi perokok yang memilih tembakau Amerika daripada tembakau Perancis yang dianggap terlalu pahit. Rokok kemudian menjadi populer terutama di kalangan tentara selama perang krimea tahun 1853 – 1856. Hal tersebut menyebabkan beberapa perusahaaan asal Inggris mulai memproduksi rokok secara massal. Perusahaan Amerika Serikat juga memulai produksi rokok secara masal setelah berakhirnya perang saudara pada tahun 1861 – 1865.

history-of-tobacco-632b335d61638e5bce7e43b6.jpg
history-of-tobacco-632b335d61638e5bce7e43b6.jpg
Popularitas rokok semakin meningkat pada tahun 1880-an, saat dimulainya revolusi industri kedua, dimana pekerja terampil digantikan dengan mesin berteknologi maju yang memiliki kecepatan produksi dan mengurangi biaya unit. Jumlah produksi yang semakin banyak menyebabkan harga rokok turun pada saat itu sehingga banyak perusahaan mendorong masyarakat untuk menggunakan rokok dengan iklan. Perpaduan antara iklan dengan harga jual yang murah menyebabkan rokok yang semula hanya dikonsumsi oleh kaum borjuis menjadi konsumsi massal. Kepopuleran rokok juga dipengaruhi oleh kemudahaan penerimaan rasa baik oleh pria maupun wanita karena rasa tembakau pada rokok lebih lembut daripada cerutu. Rasa yang lebih ringan ini dihasilkan dari pengawetan daun tembakau basah menggunakan panas ekstrim sehingga rokok menjadi jauh lebih mudah dihirup. Perubahan ini menyebabkan perbedaan cara nikotin masuk ke aliran darah perokok. Pada cerutu, nikotin masuk sebagian besar langsung ke aliran darah dan secaa tidak langsung melalui air liur sedangkan pada rokok, nikotin masuk langsung ke paru-paru.

Kepopuleran rokok tidak sejalan dengan manfaat kesehatannya. Sejak pertengahan abad 20, semakin banyak penelitian yang menekankan bahwa rokok memiliki efek yang buruk pada kesehatan. Pada tahun 1938, Dr. Raymond Pearl dari Universitas Johns Hopkins, menyatakan bahwa perokok memiliki jangka waktu hidup yang lebih pendek daripada non perokok. Pada tahun 1964, ditemukan fakta bahwa merokok mampu menyebabkan kanker paru-paru, kanker laring, dan bronchitis akut. Hal tersebut menyebabkan perubahan pada kemasan dan iklan rokok terutama di Amerika pada tahun 1965 dimana iklan rokok dan bungkus rokok harus diberi tanda peringatan bahaya merokok. Selain bahaya kanker pada saluran pernapasan, rokok juga meningkatkan tekanan darah, risiko penyakit jantung, risiko penyakit  , peningkatan detak jantung, dan penurunan Respiratory sinus arrhythmia (RSA) – indikator seberapa baik tubuh dalam mempertahankan homeostasis.

Masalah kesehatan yang disebabkan oleh rokok pada umumnya berasal dari senyawa tar yang dihasilkan dari asap beracun saat pembakaran rokok atau tembakau. Tar merupakan zat kimia yang berwarna hitam dan mengandung partikel penyebab kanker – karsinogen. Pada awalnya, tar akan menyebabkan mulut membusuk, gigi menghitam, gusi rusak, dan mengurangi kepekaan dari lidah.  Kemudian, redisu Tar yang mengumpul pada paru-paru akan merusak paru-paru dengan cara mempersempit saluran bronkiolus yang menyerap oksigen. Selain itu, tar juga mampu merusak silia – rambut kecil – yang melindungi paru-paru dari kotoran dan infeksi. Ketika silia paru-paru rusak maka akan  menyebabkan penyakit paru-paru seperti emfisema dan penyakit kronis paru-paru.

Merokok memang memiliki banyak kerugian dari segi kesehatan. Namun mengapa, sampai saat ini, rokok masih diperdagangkan?

Ada dua poin yang mampu menjawab pertanyaan tersebut. Poin pertama adalah masih banyaknya konsumen rokok sedangkan poin kedua adalah masih sedikitnya alternatif pemanfaatan tembakau selain digunakan sebagai rokok. Rokok memiliki zat yang bernama nicotine (nikotin). Nikotin mampu menyebabkan efek candu bagi konsumen tembakau atau rokok. Stimulasi reseptor dari kolinergik nikotinat akan melepaskan berbagai neurotransmitter di otak, salah satunya adalah dopamin– hormone yang mampu memberikan kesan atau pengalaman yang menyenangkan dan meberikan efek penguat. Nikotin akan melepaskan dopamine di aera mesolimbic, corpus striatum, dan korteks frontal. Nikotin menginduksi kesenangan dan mengurangi stress serta kecemasan. Perokok kemudian menggunakannya untuk meningkatkan gairah dan mengontrol suasana hati. Oleh karena hal itu, kebiasaan merokok menjadi hal yang sangat sulit untuk dihentikan jika bukan dari keiinginan yang kuat.

history-tobacco-632b33798c39af0d423fbbd2.jpg
history-tobacco-632b33798c39af0d423fbbd2.jpg
Industri rokok yang telah mengakar kuat membuat tembakau sulit untuk ditarik dari konsumen. Ketika tembakau dihentikan peredarannya karena masalah kesehatan, maka timbul masalah lain yang harus dihadapi, yaitu jutaan lapangan pekerjaan yang hilang. Pada kenyataannya hingga saat ini, produksi rokok di pabrik masih mengandalkan tenaga manusia. Selain itu, jumlah petani tembakau di Indonesia sendiri juga sangat banyak – bahkan Indonesia masuk ke dalam eksportir tembakau yang besar (masuk ke dalam peringkat ke-6 dunia). Oleh karena itu, untuk benar-benar menghentikan efek dari merokok yang buruk bagi kesehatan, maka diperlukan solusi atau alternatif lain agar tembakau tetap eksis namun tidak memberikan efek yang negatif.

Alternatif lain prdouk tembakau selain rokok adalah permen karet dan bahan bakar. Alternatif pertama adalah permen karet dihasilkan dari getah karet yang ditambahkan ekstrak nikotin. Ekstrak nitkotin didapatkan dari asap pembakaran tembakau yang dikondensasikan kemudian dilakukan refinasi tembakau menggunakan arang aktif untuk mendapatkan ekstrak nikotinnya saja.  Permen karet ini biasa digunakan sebagai terapi para perokok yang ingin menghentikan kebiasan merokok. Alternatif kedua adalah bahan bakar dari tembakau. Tembakau merupakan senyawa yang memiliki energi biomassa yang tinggi. Cara pemanfaatan tembakau sebagai bahan bakar dilakukan melalui karbonisasi satu langkah. Tahapan pertama yaitu pengecilan ukuran tembakau kemudian dilakukan deionisasi dengan etanol dan dikeringkan. Setelah itu, tembakau kering akan dipirolisis dalam tungku tabung pada suhu 800℃ kemudian didinginkan hingga mencapai suhu kamar. Tembakau hasil pirolisis kemudian dilakukan deionisasi hingga mencapai nilai pH alami dan bubuk biochar (hasil pirolisis) dikeringkan kemudian digunakan sebagai bahan elektroda superkapasitor.

Alternatif lain dalam pembuatan tembakau menjadi sumber energi adalah dengan rekayasa genetika tanaman tembakau agar ketika tembakau diekstrak essential oil nya dapat langsung digunakan sebagai sumber karbon tanpa perlu dilakukan deionisasi. Sampai saat ini, metode rekayasa genetika masih dalam pengembangan Project Folium. Project Folium ingin memaksimalkan potensi karbon alami dalam tanaman tembakau dengan memanfaatkan energi cahaya. Project ini ingin memindahkan karbon secara langsung ke dalam minyak tembakau dengan menggunakan beberapa algae dan cyanobacteria. Project ini ingin menghasilkan biofuel secara langsung dari daun tembakau sendiri sehingga ketika tembakau nantinya diekstrak menjadi minyak, minyak ektrak tersebut telah mengandung biofuel. Oleh karena itu, project Folium membuat rekayasa genetika dengan mengisolasi bakteri alami dari daun tembakau yang mampu menginjeksikan algae kemudian menginfeksikan bakteri tersebut ke tanaman tembakau sehingga mampu menghasilkan tembakau yang mampu menghasilkan banyak karbon dalam daunnya dengan memanfaatkan energi cahaya secara optimal (fotosintesis). Gen tersebut kemudian diharapkan menjadi gen yang mampu diwariskan ke tanaman tembakau lainnya atau dalam kata lain mampu menjadi resisten/jenis tanaman tembakau yang baru.

Referensi

Goodman, J., Norton, M., & Parascandola, M. (2005). Tobacco in History and Culture: An Encyclopedia. Detroit: Thomson Gale.

Wang, J., Jiang, B., Liu, L., Cao, L., Yuan, Q., Tian, J., Huang, Z., Zong, Z., Zhang, P., Lin, Z., & Ma, Z. (2022). Tobacco Waste Biomass for Electrochemical Energy Storage Application. Journal of Physics: Conference Series, 2160(1), 012052. https://doi.org/10.1088/1742-6596/2160/1/012052

 http://ucbiotech.org/folium/background/index.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun