Mohon tunggu...
Vincent Gaspersz
Vincent Gaspersz Mohon Tunggu... -

Vincent Gaspersz, adalah Profesor bidang teknik sistem dan manajemen industri. Menulis disertasi doktor di ITB tentang Keterkaitan Struktur Industri dengan Produktivitas di Indonesia, 1991 (Studi Pembangunan Ekonomi dan Sistem Industri Periode 1967-1988).

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Manajemen Six Sigma (Bagian 3)

6 Agustus 2014   14:50 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:17 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manajemen Six Sigma Berdasarkan

Standar InternasionalISO 13053-1:2011 (Bagian 3)

Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma Master Black Belt

Kriteria Pemilihan Proyek Six Sigma

Pemilihan proyek Six Sigma terbaik adalah berdasarkan pada identifikasi proyek yang sepadan (match) dengan kebutuhan, kapabilitas sigma dari proses dan/atau organisasi, tujuan serta target-target kinerja dari organisasi menuju kapabilitas 6-Sigma yaitu tingkat kegagalan nol (zero defect/error) atau mencapai target-target kinerja 100%. Secara umum setiap proyek Six Sigma yang terpilih harus mampu memenuhi kategori: (1) memberikan hasil-hasil dan manfaat bagi organisasi, (2) kelayakan, dan (3) memberikan dampak positif kepada organisasi. Dengan demikian, kriteria pemilihan proyek Six Sigma dapat didaftarkan dari ketiga kategori tersebut, sebagai berikut:

1.Kriteria Manfaat Bagi Organisasi

·Dampak pada pelanggan eksternal dan kebutuhan mereka. Proyek Six Sigma yang dipilih harus memberikan manfaat atau dampak positif kepada “pelanggan (customer)”, dan/atau pihak-pihak eksternal seperti: pemegang saham, pemerintah, mitra dalam supply-chain management, dll.

·Dampak pada strategi organisasi dan posisi persaingan (competitive position). Proyek Six Sigma yang dipilih harus memberikan manfaat yang akan membantu organisasi untuk merealisasikan visi organisasi, menerapkan strategi pemasaran, dan/atau meningkatkan posisi persaingan dari organisasi itu.

·Dampak pada kompetensi inti (core competencies). Proyek Six Sigma yang dipilih harus memberikan dampak positif berupa meningkatkan kekuatan pada kompetensi inti (core competencies) dari organisasi.

·Dampak pada keuangan organisasi. Proyek Six Sigma yang dipilih harus memberikan dampak positif pada keuangan organisasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, sebagai misal: penurunan biaya, peningkatan efisiensi dan produktivitas, peningkatan penjualan, peningkatan pangsa pasar, dll.

·Urutan kepentingan.Apakah masalah-masalah atau isu-isu yang ditangani melalui proyek Six Sigma itu merupakan masalah-masalah utama dan penting serta mendesak untuk ditangani segera?

·Kecenderungan. Apakah masalah-masalah atau isu-isu yang ditangani melalui proyek Six Sigma itu merupakan masalah-masalah yang memiliki kecenderungan menjadi lebih besar sepanjang waktu mendatang?

·Sekuens dan kesalingtergantungan? Apakah proyek Six Sigma yang dipilih itu memiliki sekuens dengan proyek-proyek Six Sigma lain yang mungkin, atau mempunyai kesalingtergantungan dengan isu-isu lain di atas? Apakah masalah-masalah atau isu-isu yang ditangani melalui proyek Six Sigma ini memiliki ketergantungan pada masalah-masalah atau isu-isu lain yang sedang ditangani pertama kali?

2.Kriteria Kelayakan (Feasibility Criteria)

·Sumberdaya yang dibutuhkan. Berapa banyak orang, waktu, dan uang yang mungkin diperlukan oleh proyek Six Sigma yang dipilih itu?

·Keahlian yang tersedia. Pengetahuan apa atau keterampilan teknikal apa yang dibutuhkan oleh proyek Six Sigma yang dipilih itu? Apakah kita memiliki keahlian itu dan mudah menggunakan mereka?

·Kompleksitas.Bagaimana tingkat kesulitan yang harus diantisipasi akan terjadi ketika mengembangkan solusi peningkatan kinerja dalam proyek Six Sigma yang dipilih itu?Bagaimana menerapkan solusi peningkatan kinerja itu?

·Kemungkinan sukses. Proyek Six Sigma yang dipilih itu harus memiliki tingkat kesuksesan yang tinggi dalam kerangka waktu lama proyek yang rasional.

·Fasilitas pendukung.Berapa banyak fasilitas pendukung termasuk dukungan manajemen yang dibutuhkan untuk proyek Six Sigma yang dipilih itu? Apakah kita akan mampu mengadakan agar tersedia fasilitas pendukung termasuk dukungan manajemen untuk melaksanakan proyek Six Sigma yang dipilih itu?

3.Kriteria Dampak pada Organisasi

·Manfaat pembelajaran (learning benefits). Apa pengetahuan baru—berkaitan dengan organisasi, pelanggan, proses, dan/atau sistem manajemen Six Sigma—yang akan diperoleh dari proyek Six Sigma yang dipilih itu?

·Manfaat lintas-fungsi (cross-functional benefits). Sampai sejauh mana proyek Six Sigma yang dipilih itu mampu mengatasi hambatan-hambatan lintas-fungsi yang ada di antara kelompok-kelompok orang dalam organisasi dan menciptakan manajemen proses yang lebih baik dalam lingkup keseluruhan organisasi?

Kriteria-kriteria pemilihan proyek Six Sigma yang lain dapat ditambahkan dalam daftar sesuai kebutuhan organisasi. Bagaimanapun, kita tidak seharusnya menggunakan semua faktor yang didaftarkan secara terperinci untuk memilih suatu proyek Six Sigma, karena akan mengalami kesulitan dalam penentuan proyek Six Sigma yang memenuhi semua faktor terperinci itu. Kita seyogianya cukup memilih antara lima sampai delapan faktor yang paling relevan untuk dijadikan sebagai kriteria pemilihan proyek Six Sigma. Secara spesifik, setiap proyek Six Sigma yang dipilih harus memenuhi kriteria: berarti dan dapat dikelola (meaningful and manageable).

Sebagai panduan dalam memilih proyek-proyek Six Sigma, kita dapat menggunakan PICK chart yang dapat di download secara gratis dari website berikut:

http://www.hitdocs.com/pick-chart-xlsx/

http://en.wikipedia.org/wiki/Pick_chart

Proses Dalam Metodologi Six Sigma

Tahap Define (D)

Define (D) merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kinerja menuju kapabilitas Six Sigma. Pada tahap ini kita perlu mendefinisikan beberapa hal yang terkait dengan: (1) kriteria pemilihan proyek Six Sigma, (2) peran dan tanggung jawab dari orang-orang yang akan terlibat dalam proyek Six Sigma, (3) kebutuhan pelatihan untuk orang-orang yang terlibat dalam proyek Six Sigma, (4) proses-proses kunci dalam proyek Six Sigma beserta pelanggannya, dan (5) kebutuhan spesifik dari pelanggan, dan (6) pernyataan tujuan proyek Six Sigma.

Pada tahapDefine kita membuat atau merumuskan Project Charter yang berisi daftar tentang hal-hal apa yang menjadi masalah utama. Project Charter harusmenyatakan deskripsi masalah dan mencakup data tentang ukuran masalah dan dampak finansial terhadapkeuntungan organisasi bisnis dan industri. Ruang lingkup proyek, bersama-sama dengan tujuan yang harus direalisasikan pada akhir proyek,harus didefinisikan secara jelas dalam bentukindikator kinerja kunci operasional dan finansial.


Tahap Measure (M)

Measure (M) merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kinerja menuju kapabilitas Six Sigma. Terdapat tiga hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap Measure (M), yaitu: (1) mengembangkan suatu rencana pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat dilakukan pada tingkat proses, output, dan/atau outcome, dan (2) mengukur kinerja sekarang (current performance) pada tingkat proses, output, dan/atau outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja (performance baseline) pada awal memulai proyek Six Sigma.

Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan bahwa tujuan dari tahap Measure adalah untuk mengembangkan rencana pengumpulan data, mengumpulkan data, mengevaluasidata, dan menetapkan baseline kinerja dari setiap indikator kinerja kunci (Key Performance Indicator = KPI).


Tahap Measure adalah tahap di mana semua data tentang variabel-variabel yang diyakini mempengaruhi masalah kinerja harus dikumpulkan. Sebelum mulai mengumpulkan data, bagaimanapun penilaian harus dilakukan untuk mengetahui keandalan proses pengukuran di mana proyek Six Sigma ini akan tergantung padanya. Semua sistem pengukuran yang digunakanharus mampu memberikan data yang diperlukan berkaitan dengan tingkat akurasi (Accuracy) dan kemampuan pengulangan (Repeatability). Jika ada keraguantentang kualitas data, maka analisis statistika apapun yang dilakukan akan menjadi tidak valid.


Tahap Analyze (A)


Analyze (A) merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kinerja menuju kapabilitas Six Sigma. Pada tahap ini kita perlu melakukan beberapa hal berikut: (1) menentukan kestabilan (stability) dan kapabilitas/kemampuan (capability) dari proses, (2) mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab masalah kecacatan atau kegagalan, dan (3) mengkonversikan banyak kegagalan ke dalam biaya kegagalan kualitas (cost of poor quality).

Secara singkat dapat dikatakan bahwa tujuan dari tahap Analyze (A) adalah untuk mengidentifikasi dan menemukan akar-akar penyebab masalah kesenjangan antara kinerja baseline dan target, memahami akar dari sumber variasi dan pemborosan, serta memprioritaskan kesempatan untuk perbaikan(OFI = Opportunities for Improvement) atau peningkatan terus-menerus (Continual Improvement).


Data yang diperoleh selama tahap Measure(M) harus dianalisis secara terperinci, menggunakan teknik statistika sebagaimana mestinya, untuk membuktikan atau memverifikasi Key Process Input Variables (KPIVs) yang signifikan berpengaruh dalam meningkatkan kapabilitas menuju Six Sigma.

Tahap Improve (I)

Tujuan dari tahap Improve(I) ini adalah untuk menetapkanperbaikanatau peningkatan proses. Kegiatan yang dipertimbangkanbervariasi dari hal praktis seperti: Anti Kesalahan (Mistake Proofing or Pokayoke) untuk operasional tertentu, sampai penggunaan teknik optimasi dan membuat proses menjadi kuat (robust) terhadap variabel-variabel gangguan melalui Design of Experiments (DOE)yang sesuai.Cara-cara untuk mengatasi setiap “hambatan” potensial harus diidentifikasi, sebelum modifikasi proses diimplementasikan.

Alat sepertimatriks seleksi solusiharus digunakan dalam situasi di mana terdapat lebih dari satu solusidan pilihanterhadap solusi adalah tidak jelas.

Tahap Control (C)

CONTROL (C) merupakan tahap operasional terakhir dalam proyek peningkatan kinerja menuju kapabilitas Six Sigma.Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kinerja didokumentasikan dan disebarluaskan, praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan kinerja proses distandardisasikan dan disebarluaskan, prosedur-prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar, serta dilakukan transfer kepemilikan atau tanggungjawab dari Tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggungjawab proses (process owner), yang berarti proyek Six Sigma menjadi berakhir pada tahap ini. Selanjutnya proyek-proyek Six Sigma pada area lain dalam proses atau organisasiditetapkan sebagai proyek-proyek baru yang akan mengikuti siklus DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, and Control). Melalui cara ini, maka akan terjadi peningkatan integrasi, institusionalisasi, pembelajaran, dan sharing atau transfer pengetahuan-pengetahuan baru dalam organisasi yang menerapkan manajemen Six Sigma itu.

Tujuan dari institusionalisasi adalah mentransformasi bagaimana praktek organisasi terbaik itu dilakukan mengikuti prinsip-prinsip Six Sigma.Dengan kata lain tujuan dari institusionalisasi adalah mengintegrasikan Six Sigma ke dalam cara-cara praktek organisasi itu dikelola sehari-hari. Six Sigma tidak hanya berfokus pada penyelesaian proyek, tetapi juga menawarkan bagaimana kumpulan dari hasil-hasil proyek itu mempengaruhi tingkat kinerja yang lebih besar terutama agar mencapai kapabilitas 6-Sigma (zero defect/error), proses tingkat tinggi yang berlangsung dari hari ke hari.

Tujuan dari standardisasi adalah menstandardisasikan sistem manajemen Six Sigma yang telah terbukti menjadi terbaik dalam organisasi kelas dunia. Hasil-hasil yang memuaskan dari proyek peningkatan kinerja Six Sigmaharus distandardisasikan, dan selanjutnya kita melakukan peningkatan terus-menerus pada jenis masalah kinerja yang lain melalui proyek-proyek Six Sigma yang lain mengikuti konsep DMAIC.Dengan demikian setelah sasaran proyek Six Sigma tercapai, maka harus dipromosikan ke seluruh organisasi melalui manajemen dan sponsor yang kemudian akan menstandardisasikan metode-metode Six Sigma yang telah memberikan hasil-hasil optimum itu.

Standardisasi dimaksudkan untuk mencegah masalah yang sama atau praktek-praktek lama terulang kembali. Terdapat dua alasan melakukan standardisasi, yaitu:


  • Apabila tindakan peningkatan kinerja atau solusi masalah itu tidak distandardisasikan, maka terdapat kemungkinan setelah periode waktu tertentu manajemen dan karyawan akan kembali menggunakan cara-cara kerja lama sehingga memunculkan kembali masalah yang telah pernah diselesaikan itu.


  • Apabila tindakan peningkatan kinerja atau solusi masalah itu tidak distandardisasikan dan didokumentasikan, maka terdapat kemungkinan setelah periode waktu tertentu apabila terjadi pergantian manajemen dan karyawan, maka orang-orang baru akan menggunakan cara-cara kerja yang memunculkan kembali masalah yang telah pernah diselesaikan oleh manajemen dan karyawan terdahulu itu.

Berdasarkan uraian di atas, standardisasi sangat diperlukan sebagai tindakan pencegahan untuk memunculkan kembali masalah-masalah yang pernah ada dan telah diselesaikan itu. Hal ini sesuai dengan konsep pengendalian kualitas berdasarkan sistem manajemen kualitas ISO 9001:2015 yang akan segera berlaku efektif pada September 2015, yang menekankan pada aspek-aspek: Kepemimpinan, Perencanaan, Implementasi Operasional, Evaluasi Kinerja, dan Perbaikan/Peningkatan Kinerja Terus-menerus.

Pendokumentasian praktek-praktek kerja standar juga bermanfaat sebagai bahan dalam proses pembelajaran terus-menerus, baik bagi karyawan baru maupun karyawan lama.Demikian pula dokumentasitentang praktek-praktek standar dan solusi masalah yang pernah dilakukan akan merupakan sumber informasi yang berguna untuk mempelajari masalah-masalah di masa mendatang sehingga tindakan peningkatan yang efektif dapat dilakukan.

Pada tahap CONTROL (C ) dalam manajemen Six Sigmajuga dilakukan integrasi yang bertujuan mengintegrasikan metode-metode standar ke dalam siklus desain, di mana salah satu prinsip dari Design for Six Sigma (DFSS) adalah bahwa proses desain harus menggunakan komponen-komponen yang ada, proses-proses dan praktek-praktek yang telah terbukti terbaik dalam kelasnya. Pemahaman hal ini oleh manajemen Six Sigma adalah sangat penting untuk menilai kembali bagaimana mereka mengakui dan menghargai proyek-proyek Six Sigma yang telah berhasil itu. Integrasi juga penting untuk mengintegrasikan Six Sigma ke dalam praktek organisasi yang akan dikelola sehari-hari.

Efektivitas solusi harus dikonfirmasi dengan mengumpulkan dan menganalisis data baru. Sebuah rencana ke depanuntukpengendalian dariprosesyang sedang berlangsung harus disiapkan untuk digunakan dalam areadi mana proses itu beroperasi.


Prosesyang telah meningkat atau telah diperbaiki kinerjanya harus diserahkan kepada Sponsor proyek, dan areadi mana proses itu ada, setelah perbaikan atau peningkatan kinerja proses yang diperlukan telah dikonfirmasi. Sebuah audit proses harus dilakukandan temuan-temuan audit harus ditinjau-ulang sekitar enam bulan dari akhir masa proyekSix Sigma. Tanggal untuk audit prosesharus ditentukan sebelum prosesitu diserahkan kembali kepada Sponsor atau pemilik proses (orang yang bertanggung jawab terhadap proses itu).

Setiaphal-hal detail berkaitan denganfakta atau informasi yang diperoleh atau dipelajari selama pelaksanaan proyek Six Sigma harus dicatat danditeruskan ke arealain sebagai bahan pembelajaran praktek terbaik yang dapat diterapkan dalam area lain.

Sebuah laporan akhir harus ditulis dan diedarkan kepada pihak yang berkepentingan. Laporan tersebut harus diajukan untuk siapdiakses oleh orang lain. Semua laporan harus diformat dengan cara yang standar dan harus diberi indeksmenggunakan kata-kata kunci.

ISO 13053-1:2011 merekomendasikan output yang diharapkan dari setiap Tahap DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) di atas seperti ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Output yang Diharapkan dari Setiap Tahap DMAIC



Agar output di dalam Tabel 1 di atas dapat dihasilkan dengan baik oleh personel Six Sigma, maka berbagai alat-alat dan teknik-teknik Six Sigma dalam Tabel 2 harus dikuasai atau dipahami secara baik.

Tabel 2. Alat-alat dan Teknik-teknik Six Sigma

(Sumber: ISO 13053-1:2011)

1407286143893440799
1407286143893440799

Sumber: ISO 13053-1:2011

Informasi dalam Tabel 1 dan Tabel 2 di atas dapat dijadikan sebagai pedoman umum untuk mengembangkan pendidikan dan pelatihan Six Sigma dalam organisasi. Informasi itu dapat juga digunakan oleh manajemen perguruan tinggi di Indonesia untuk meninjau-ulang secara komprehensif semua mata kuliah Statistika, Perancangan Percobaan (Design of Experiments), dan lainnya agar isi kurikulum dapat mengantarkan para mahasiswa untuk siap memahami tentang metodologi Six Sigma yang sedang diterapkan dalam organisasi berdasarkan Standar Internasional ISO 13053-1:2011. Hal ini akan membuat terjadinya “link and match” antara dunia perguruan tinggi dan dunia industri di Indonesia, sehingga siap memasuki pasar ASEAN (AFTA = Asean free Trade Area) yang akan mulai berlaku pada tahun 2015, maupun siap berkompetisi di pasar global.

Tulisan pada serial keempat (terakhir) akan membahas contoh-contoh aplikasi dan perhitungan kapabilitas sigma dari suatuproses dan organisasi bisnis. (Bersambung).

Referensi untuk Artikel (Tulisan) Bagian 3:

Gaspersz, Vincent. 2011. Business Process Excellence: Peningkatan Terus-Menerus Menuju Perusahaan Kelas Dunia, Vinchristo Publication, Bogor.

Gaspersz, Vincent. 2013. All-in-one Bundle of ISO 9001, ISO 14001, OHSAS 18001, ISO 22000, ISO 26000, ISO 28000, ISO 31000, ISO 13053-1, ISO 190011 and Continual Improvement: Contoh Aplikasi pada Bisnis dan Industri. Tri-Al Bros Publishing, Bogor.

ISO. (2011). International Standard ISO 13053-1:2011 Quantitative Methods in Process Improvement—Six Sigma –Part 1: DMAIC Methodology. Switzerland.

http://www.hitdocs.com/pick-chart-xlsx/

http://en.wikipedia.org/wiki/Pick_chart

Tentang Penulis:

Vincent Gaspersz adalah seorang praktisi dan konsultan industri/bisnis yang telah berpengalaman praktek sejak 1991. Ia memperoleh 10 (sepuluh) sertifikat profesional internasional (international professional degrees) dalam bidang produksi, rantai pasok (supply chain), kualitas, dan kepemimpinan, yaitu: (1) APICS (American Production and Inventory Control Society) Certified Fellow in Production and Inventory Management (CFPIM, 1998), (2) APICS Certified in Production and Inventory Management (CPIM, 1994-1996), (3) APICS Certified Supply Chain Professional (CSCP, 2007), (4) ASQ (American Society for Quality) Certified Manager of Quality and Organizational Excellence (CMQ/OE, 2006), (5) ASQ Certified Six Sigma Black Belt (CSSBB, 2006), (6) ASQ Certified Quality Engineer (CQE, 2006), (7) ASQ Certified Quality Auditor (CQA, 2006), (8) IQF (International Quality Federation) Six Sigma Master Black Belt (IQF SSMBB, 2005), (9) RAB-QSA (USA-based Registrar Accreditation Board (RAB) and Australia-based Quality Society of Australasia (QSA) Quality Management System Auditor (QMS Auditor, 2006), dan (10) Certified Situational Leadership Trainer (CSL), Australia (1991). Ia adalah anggota senior dari ASQ (the American Society for Quality) sejak 1994, Anggota dari APICS (the American Production and Inventory Control Society) sejak 1995, dan Anggota dari ASQ Six Sigma Forum sejak 2006.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun