Akhirnya, apa yang dilakukan mahasiswa Papua pada 1 Desember sama sekali harus dibebaskan dari pandangan yang menghakimi. Walaupun ratusan mahasiswa yang ditahan telah dibebaskan, peristiwa itu tetap menjadi momok dalam sejarah kebebasan berpendapat di Indonesia. Lagipula jika para mahasiswa itu juga adalah warga Indonesia, bukankah mereka sudah sepatutnya merasakan keamanan dibanding diperlakukan sebagai ancaman oleh aparat penegak hukum? Bila benar demikian, tentu bukan kekerasan yang mereka peroleh, melainkan penjaminan atas kemerdekaan yang mereka rasakan dalam hal ini kebebasan berpendapat. Lantas, jika topik kebebasan berpendapat masih saja direpresi oleh negara, lantas kemana kemerdekaan itu?
Oleh karena itu, kita memang bukan orang Papua. Namun, seandainya hari ini malah salah satu dari kita yang harus menghadapi ancaman militer, eksploitasi korporasi tambang, dan sebagainya. Lantas apa yang akan kita perbuat? Bukankah kita akan melawan dan sadar bahwa kita harus segera membebaskan tanah kita sendiri? Mungkin saja jika demikian, pada tanggal 1 Desember itu kita sudah menjadi salah satu dari ratusan orang yang diamankan polisi. Namun, kembali lagi bahwa kita pun bukan orang Papua, tetapi dalam konteks manusia, “Kita adalah Papua.” Papua tidak sendiri.
Tulisan ini diterbitkan sebagai Editorial Pers Mahasiswa Media Parahyangan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H