Mohon tunggu...
Vina Tri Melisa
Vina Tri Melisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi prodi PGSD Universitas Muhammadiyah Kuningan

Saya seorang mahasiswi Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang memiliki minat besar di dunia musik, terutama menyanyi. Bagi saya, menyanyi adalah cara untuk mengekspresikan diri sekaligus memberikan energi positif kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Korupsi dalam Pengelolaan Anggaran Daerah

17 Januari 2025   20:52 Diperbarui: 17 Januari 2025   21:29 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi dalam pengelolaan anggaran daerah telah menjadi salah satu isu utama yang banyak disorot oleh media dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan laporan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2022, sektor keuangan daerah terbukti menjadi salah satu sektor yang paling rentan terhadap praktik korupsi. Sepanjang tahun 2022, tercatat sebanyak 169 kasus korupsi yang terjadi di sektor ini, dengan total kerugian negara mencapai Rp8,3 triliun. Kasus-kasus seperti ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mencerminkan pelanggaran serius terhadap nilai-nilai dasar kewarganegaraan seperti keadilan, tanggung jawab sosial, dan penghormatan terhadap prinsip-prinsip demokrasi. Korupsi dalam pengelolaan anggaran daerah menunjukkan adanya lemahnya pengawasan terhadap penggunaan dana publik. Pemerintah daerah yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat justru terlibat dalam praktik penyalahgunaan wewenang yang sangat merugikan masyarakat, khususnya masyarakat yang membutuhkan pembangunan dan kesejahteraan yang lebih baik. Lembaga pengawas, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerap menghadapi kendala dalam melaksanakan tugasnya, karena adanya masalah transparansi serta birokrasi yang berbelit-belit, sehingga menghambat proses pengawasan yang efektif.

Di sisi lain, masalah lain yang turut memperburuk situasi adalah rendahnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengawasan terhadap pemerintah. Masyarakat sering kali enggan melaporkan adanya indikasi korupsi karena ketidakpercayaan terhadap sistem hukum atau bahkan ketakutan akan adanya tekanan dari pihak tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kewarganegaraan yang mencakup keberanian moral, transparansi, serta partisipasi aktif dalam kehidupan demokrasi, masih kurang dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembenahan dalam sistem pemerintahan dan pemberantasan korupsi harus dimulai dari penguatan peran serta masyarakat itu sendiri.

Untuk mengatasi masalah korupsi yang telah merajalela ini, pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah nyata, salah satunya dengan mengimplementasikan sistem transparansi berbasis teknologi, seperti sistem pengelolaan anggaran elektronik yang dapat diakses oleh masyarakat secara luas. Dengan adanya sistem ini, masyarakat bisa langsung memantau penggunaan dana publik dan melaporkan penyalahgunaan yang ditemukan. Selain itu, pendidikan anti-korupsi harus diperkenalkan sejak dini dalam kurikulum pendidikan kewarganegaraan, dengan tujuan menanamkan nilai-nilai integritas, transparansi, dan keberanian untuk melaporkan tindakan korupsi. Pendidik harus mendorong siswa untuk tidak hanya memahami teori tentang demokrasi dan keadilan sosial, tetapi juga mampu mempraktikkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Aparat penegak hukum juga harus lebih tegas dalam memberikan sanksi kepada para pelaku korupsi tanpa pandang bulu, agar tercipta efek jera yang dapat memutus mata rantai korupsi. Selain itu, masyarakat juga perlu didorong untuk lebih aktif memantau dan melaporkan penyalahgunaan anggaran melalui berbagai platform, baik itu media sosial ataupun langsung melalui lembaga pemberantasan korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Korupsi merupakan salah satu hambatan terbesar dalam mewujudkan keadilan sosial dan demokrasi yang sejati. Tanpa adanya penegakan hukum yang tegas dan partisipasi aktif dari masyarakat, cita-cita untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan akan sulit terwujud. Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi yang solid antara pemerintah, masyarakat, dan penegak hukum agar nilai-nilai kewarganegaraan dapat diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat, guna mewujudkan pemerintahan yang lebih bersih, transparan, dan bertanggung jawab untuk masa depan bangsa yang lebih baik.

---

Sumber:

ICW (Indonesia Corruption Watch), Laporan Tren Penindakan Korupsi 2022.

https://antikorupsi.org/sites/default/files/dokumen/Narasi%20Laporan%20Tren%20Penindakan%20Korupsi%20Tahun%202022.pdf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun