Yang ketiga, Kereta cepat Jepang atau Shinkansen moda transportasi yang terkenal di Jepang denagn kecepatan dan ketepatan waktunya memiliki sensor gempa yang akan menghentikan laju kereta yang begerak untuk memastikan keselamatan penumpang. Setiap kereta berhenti saat gempa-gempa mengguncang. Pada saat gempa besar mengantam, kereta peluru benar-benar berhenti sehingga tidak ada korban terluka atau bahkan tewas.
Ketika gempa muncul, seluruh siaran TV langsung beralih pada siaran gempa. Penduduk dipastikan mendapatkan informasi yang cukup untuk tetap aman. Informasi itu juga berisi bagaimana cara mencari perlindungan, apakah gempa menyebabkan tsunami, sehingga masyarakat masih punya waktu untuk pindha ke tempat yang lebih tinggi atau menjauh dari daerah yang berpotensi terkena tsunami.
Selanjutnya, pemerintah Jepang memberikan panduan tentang cara bertahan terhadap bencana alam. Ransel darurat yang berisi senter, obat-obatan, selimut, masker, tali, radio, toilet portabel, dan sejumlah makanan disediakan di setiap rumah tangga. Peralatan darurat itu cukup untuk bertahan hidup selama tiga hingga tujuh hari. Setiap pusat evakuasi seperti ruang olahraga di sekolah dilengkapi dengan helm, selimut, senter, makanan, dan sebagainya untuk melayani kebutuhan masyarakat yang mengungsi.
Ibu rumah tangga di Jepang memainkan peran penting terhadap penanganan bencana. Gempa biasanya berdampak pada pipa gas yang bisa menyebabkan ledakan dan kebakaran. Mereka dilatih untuk mematikan gas dan listrik, serta cara membuka pintu yang sulit dibuka akibat gempa. Sehingga saat terjadi gempa para Ibu dapat menyelamatkan diri dan juga dapat menimalkan akibat gempa bumi seperti kebakaran. Para ibu juga memiliki tugas penting lainnya, yaitu memeriksa ransel darurat secara reguler dan mengganti barang-barang yang sudah kedaluwarsa dan rusak.
Seperti yang telah diketahui, pelatihan dini di sekolah Jepang sangatlah bagus. Mereka mengajarkan hal yang tak kalah penting pada murid-murid di sekolah yaitu untuk tanggap ketika menghadapi gempa. Sejak dari usia dini, anak-anak dilatih mencari tempat perlindungan dan bagaimana bisa aman jika gempa melanda wilayah mereka. Metode yang paling umum diajarkan yaitu berlindung di bawah meja dan menahannya dengan kaki sampai gempa berhenti. Jika sedang bermain di luar, anak-anak diminta untuk berlari ke ruangan terbuka untuk menghindari bangunan yang roboh. Personel pemadam kebakaran juga melatih anak-anak untuk mengidentifikasi getaran gempa dengan alat simulator.
Terakhir, terowongan penguras air Jepang memiliki saluran penguras air di pinggiran kota Tokyo, di bawah lapangan sepak bola atau skate park. Saluran ini mengumpulkan air banjir yang disebabkan oleh siklon dan tsunami, kemudian mengalirkannya ke Sungai Edo. Jika wilayah terkena gempa bumi dan memicu tsunami, kota akan terhindar dari banjir besar. Namun, butuh waktu 13 tahun untuk membangun proyek senilai 3 miliar dollar AS itu.
Belajar dari berbagai sejarah gempa yang menghancurkan Jepang, kini Jepang menjadi negara paling siap menghadapi gempa. Pelatihan mitigasi gempa bumi telah diberikan sejak anak-anak hingga dewasa. Mereka melakukan latihan rutin untuk memahami apa yang harus dilakukan ketika terjadi gempa bumi. Tidak hanya itu, banyak furnitur yang menawarkan ukuran yang cukup besar untuk dijadikan tempat berlindung ketika gempa terjadi. Mereka juga memperingati 19 November sebagai Hari Pencegahan Bencana. Hari ini dimanfaatkan warga Jepang untuk secara rutin mengisi stok makanan dan tas siaga bencana mereka.