Mohon tunggu...
Vina Saragih
Vina Saragih Mohon Tunggu... Now between jobs..alias masih nyari kerjaan baru (looking for a new job) -

Just a woman who love kids, love teaching them and teaching their parents.. love cooking, love good life; good friends, good food, good experience

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ibu, Apa Gunanya Aku Pergi ke Sekolah?

15 November 2015   18:42 Diperbarui: 15 November 2015   18:42 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu, apa gunanya aku pergi ke sekolah?

Setiap hari yang kulalui selalu sama

Saat lonceng  berbunyi kami berbaris seperti tentara

Masuk kelas dan duduk berbaris-baris seperti pekerja pabrik

Guru berdiri di depan, menulis, memberi tugas, lalu keluar

 

Ibu apa gunanya aku pergi ke sekolah?

Disana aku hanya disuruh duduk, diam dan hanya menjawab apabila ditanya

Aku bosan disuruh menghafal dan juga menyalin ulang

Saat yang paling kutunggu adalah bel penanda pulang 

 

Ibu, apa gunanya aku pergi ke sekolah?

Aku dihukum karena tidak hafal perkalian

Padahal di supermarket dan di toko aku lihat orang berhitung pakai kalkulator

Kenapa mereka tidak dihukum seperti aku?

 

Ibu, apa gunanya aku pergi ke sekolah?

Tasku berat sekali, satu pelajaran bukuku bisa sampai tiga

Pulang sekolah pe-erku banyak sekali yang harus kukerjakan

Kadang aku juga dapat tugas dari tempat lesku sepulang sekolah

Pundakku lelah, hati dan otakku juga sama

 

Ibu, apakah sekolah itu harus menyiksa?

Kenapa sekolah tidak membuat pelajaran dengan cara menyenangkan?

Aku senang menghitung daun dan bebatuan

Aku senang menulis cerita dan menggambar

Aku senang bermain cipratan di air tergenang sehabis hujan

Tetapi sekarang aku sudah tidak punya waktu lagi

Karena aku sibuk sekolah

 

Ibu, kapan sekolahku berubah seperti sekolah yang kulihat di televisi?

Dan kapan aku bisa mendapat guru yang kreatif seperti itu? 

Disana anak-anak bebas berkreasi dengan berbagai benda

Guru ramah, dan membantu anak-anak memecahkan masalah

Anak-anak bebas bertanya dan berdiskusi

Anak-anak berwajah riang gembira

Tas mereka ringan, tidak banyak buku teks didalamnya

Mereka saling menghormati dan menyayangi

Mereka tidak harus mencontek

karena jawaban yang diminta bukan berasal dari buku teks, tapi dari pemikiran sendiri

 

Ibu untuk apa aku pergi ke sekolah?

Aku bukan tentara yang harus berbaris

Dan bukan pekerja pabrik yang harus duduk berbaris

Ibu, aku bibit pembangun bangsa

dan bantu aku untuk tumbuh... di media yang tepat

 

Puisi ini kutulis mewakili suara hati bocah kecil di keluargaku yang selalu merasa tersiksa dengan suasana di sekolahnya dan kreatifitasnya perlahan mulai padam dikarenakan guru yang hanya mengajar untuk kejar tayang bab-bab di buku teks.... anak-anak yang dipaksa menghafal bukan diberi kesempatan untuk memahami pelajaran lewat berbagai cara. Guru yang tidak perduli pada level kemampuan murid yang beragam. Pekerjaan guru yang sangat gampang, hanya modal buku teks tidak memperkaya pelajarannya dengan sumber-sumber lainnya, juga tidak pernah terfikir untuk memberikan variasi kegiatan belajar mengajar..konon lagi menggunakan alat bantu pembelajaran yang interaktif...

Mari kita lihat sekeliling kita....sekolah model seperti ini masih sangat dominan jumlahnya..sekolah-sekolah yang notabene sudah berubah lebih up to date jumlahnya terbatas dan terbatas pula anak-anak yang bisa sekolah didalamnya dikarenakan mahalnya (uang sekolah ngalahin biaya kita S2)

Namun, pertanyaannya adalah apakah guru-guru yang telah di sertifikasi dan mendapat gaji yang wow (bahkan untuk guru swasta dapat gaji dobel dari sekolah + pemerintah), tidakkah mereka bisa berubah? Apa gunanya mereka di sertifikasi kalau tidak memberi dampak yang signifikan bagi pendidikan anak-anak kita? 

Just my busy mind...  ;)

[caption caption="sekolah model pabrik"][/caption][caption caption="Apa bedanya dengan ruang kelas sekolah kebanyakan? "]

[/caption] 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun