Ibu, apa gunanya aku pergi ke sekolah?
Setiap hari yang kulalui selalu sama
Saat lonceng  berbunyi kami berbaris seperti tentara
Masuk kelas dan duduk berbaris-baris seperti pekerja pabrik
Guru berdiri di depan, menulis, memberi tugas, lalu keluar
Â
Ibu apa gunanya aku pergi ke sekolah?
Disana aku hanya disuruh duduk, diam dan hanya menjawab apabila ditanya
Aku bosan disuruh menghafal dan juga menyalin ulang
Saat yang paling kutunggu adalah bel penanda pulangÂ
Â
Ibu, apa gunanya aku pergi ke sekolah?
Aku dihukum karena tidak hafal perkalian
Padahal di supermarket dan di toko aku lihat orang berhitung pakai kalkulator
Kenapa mereka tidak dihukum seperti aku?
Â
Ibu, apa gunanya aku pergi ke sekolah?
Tasku berat sekali, satu pelajaran bukuku bisa sampai tiga
Pulang sekolah pe-erku banyak sekali yang harus kukerjakan
Kadang aku juga dapat tugas dari tempat lesku sepulang sekolah
Pundakku lelah, hati dan otakku juga sama
Â
Ibu, apakah sekolah itu harus menyiksa?
Kenapa sekolah tidak membuat pelajaran dengan cara menyenangkan?
Aku senang menghitung daun dan bebatuan
Aku senang menulis cerita dan menggambar
Aku senang bermain cipratan di air tergenang sehabis hujan
Tetapi sekarang aku sudah tidak punya waktu lagi
Karena aku sibuk sekolah
Â
Ibu, kapan sekolahku berubah seperti sekolah yang kulihat di televisi?
Dan kapan aku bisa mendapat guru yang kreatif seperti itu?Â
Disana anak-anak bebas berkreasi dengan berbagai benda
Guru ramah, dan membantu anak-anak memecahkan masalah
Anak-anak bebas bertanya dan berdiskusi
Anak-anak berwajah riang gembira
Tas mereka ringan, tidak banyak buku teks didalamnya
Mereka saling menghormati dan menyayangi
Mereka tidak harus mencontek
karena jawaban yang diminta bukan berasal dari buku teks, tapi dari pemikiran sendiri
Â
Ibu untuk apa aku pergi ke sekolah?
Aku bukan tentara yang harus berbaris
Dan bukan pekerja pabrik yang harus duduk berbaris
Ibu, aku bibit pembangun bangsa
dan bantu aku untuk tumbuh... di media yang tepat
Â
Puisi ini kutulis mewakili suara hati bocah kecil di keluargaku yang selalu merasa tersiksa dengan suasana di sekolahnya dan kreatifitasnya perlahan mulai padam dikarenakan guru yang hanya mengajar untuk kejar tayang bab-bab di buku teks.... anak-anak yang dipaksa menghafal bukan diberi kesempatan untuk memahami pelajaran lewat berbagai cara. Guru yang tidak perduli pada level kemampuan murid yang beragam. Pekerjaan guru yang sangat gampang, hanya modal buku teks tidak memperkaya pelajarannya dengan sumber-sumber lainnya, juga tidak pernah terfikir untuk memberikan variasi kegiatan belajar mengajar..konon lagi menggunakan alat bantu pembelajaran yang interaktif...
Mari kita lihat sekeliling kita....sekolah model seperti ini masih sangat dominan jumlahnya..sekolah-sekolah yang notabene sudah berubah lebih up to date jumlahnya terbatas dan terbatas pula anak-anak yang bisa sekolah didalamnya dikarenakan mahalnya (uang sekolah ngalahin biaya kita S2)
Namun, pertanyaannya adalah apakah guru-guru yang telah di sertifikasi dan mendapat gaji yang wow (bahkan untuk guru swasta dapat gaji dobel dari sekolah + pemerintah), tidakkah mereka bisa berubah? Apa gunanya mereka di sertifikasi kalau tidak memberi dampak yang signifikan bagi pendidikan anak-anak kita?Â
Just my busy mind... Â ;)
[caption caption="sekolah model pabrik"][/caption][caption caption="Apa bedanya dengan ruang kelas sekolah kebanyakan? "]
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H