Mohon tunggu...
alvina sari
alvina sari Mohon Tunggu... -

saya adalah penggalan cerita dalam kehidupan yang ingin berbagi penggalan cerita dari kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Suara Hanura 5%: Hary Tanoe Layak Disalahkan?

11 April 2014   01:21 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:49 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1397128769302182722

Hary Tanoe terlalu percaya diri dengan mengiklankan dirinya yang bukan tokoh disenangi pemilih kebanyakan di Indonesia yang masih berkarakter tradisional dengan melihat kedekatan emosional etnis dan agama. Ditambah lagi dengan dipasangkan bersama Wiranto, tokoh yang berlatar belakang militer dan telah kalah 2 kali dalam pilpres pada 2004 dan 2009 dianggap banyak pemilih atau rakyat Indonesia, tidak mempunyai tampang dan nasib sebagai Presiden atau pun Wakil Presiden.

Kelima, banyak kader loyalis Hanura, menganggap Hary Tanoe hanya melaksanakan program pemenangan partai yang sifatnya klise, salah satunya Kartu Asuransi Kematian. Banyak Caleg tidak menggunakan Kartu Asuransi ini, karena banyak pemilih yang menganggap, program ini sama saja menyumpahkan pemilih untuk mati. Kartu Asuransi ini dinilai program Pemberi Harapan Palsu (PHP). Ini merupakan strategi Hary Tanoe, tidak mau rugi materi. Karakter Hary Tanoe seperti ini berlanjut ketika pada hari pemilihan, Hary Tanoe tidak membayar uang saksi yang sudah dijanjikan, hasilnya fatal banyak TPS yang tidak dihadiri atau dikawal oleh saksi yang berasal dari partai Hanura.

Dengan begitu, menjadi wajar bahwasannya semua kader loyalis dan simpatisan Partai Hanura menyalahkan Hary Tanoe untuk strategi politiknya. Dan terbukti, peran Hary Tanoe tidak signifikan. Sampai Yudi Crishnandi mantan Ketua Bapillu Hanura yang digantikan Hary Tanoe, mengatakan bahwa strategi Hary Tanoe sebagai Ketua Bappilu, telah keliru dari awal. Ditengah pemilih yang sudah cerdas, harusnya Wiranto sebagai Ketua Umum Partai Hanura dapat berhitung seperti partai oposisi yakni PDIP dan Gerindra atau bahkan partai baru seperti NasDem yang mempunyai sistem perekrutan, kaderisasi, program dan sikap yang jelas dalam berpolitik.

Nasi telah menjadi bubur, pilihan untuk Hanura, Wiranto dan Hary Tanoe, kini hanya ada 2 pilihan; Pertama, cukup untuk pilpres nanti. Hanura harus bersikap Ksatria dengan menjadi mitra koalisi dari Gerbong pemenang tiga besar yang ada, tanpa terus memaksakan “lawakan” Win-HT atau dari sekarang berani menyatakan sikap untuk menjadi Partai Oposisi kembali. Kedua, mulai dari sekarang, Hanura membenahi, proses rekruitmen, kaderisasi dan program-program partai yang menarik simpati pemilih serta rakyat Indonesia. Tentunya ini juga harus diiringi dengan perubahan pemikiran serta sikap dari Wiranto dan Hary Tanoe sebagai pucuk pimpinan. Apabila Hanura, Wrianto dan Hary Tanoe tetap memaksakan kehendaknya sendiri, tanpa memperhitungkan sikap pemilih, maka bersiaplah untuk digantikan oleh PBB atau PKPI serta Partai baru lainnya pada 2019 nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun