Mohon tunggu...
alvina sari
alvina sari Mohon Tunggu... -

saya adalah penggalan cerita dalam kehidupan yang ingin berbagi penggalan cerita dari kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Suara Hanura 5%: Hary Tanoe Layak Disalahkan?

11 April 2014   01:21 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:49 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1397128769302182722

[caption id="attachment_319530" align="aligncenter" width="620" caption="tempo.co"][/caption]

Pileg pada 9 April kemarin, telah berhasil dilaksanakan dengan relatif baik, lancar dan demokratis. Tingkat partisipasi pun diindikasikan meningkat berdasar perhitungan cepat (quick count) dari beberapa lembaga survey, antara lain Indonesian Research Center (IRC) yang mengatakan, kemungkian besar tingkat Golput pada pileg 2014, berada dibawah angka golput pada pileg 2009, yang hampir 30%. Selain tingkat Golput yang diprediksi menurun, yang juga mengejutkan dari hasil perihitungan cepat adalah perolehan suara partai Hanura yang mengecewakan.

Beberapa hal yang mengecewakan bagi partai Hanura, yaitu; Pertama, NasDem yang sebagai partai baru dan dengan Ketua Umumnya yakni Surya Paloh yang tidak begitu memiliki ketokohan yang kuat, berhasil menjadi partai menengah dengan raihan suara di atas partai Hanura yang merupakan partai Oposisi dan mempunyai ketokohan yang cukup kuat dari Ketua Umumnya yakni Wiranto. Kedua, PDIP yang dengan efek Pencapresan Jokowi yang tidak signifikan dan Golkar dengan kasus lumpur lapindo yang melibatkan perusahaan Ketua Umumnya, yakni Aburizal Bakrie, serta ditambah lagi kedua partai ini yang dinilai banyak kadernya tersangkut kasus korupsi, lagi-lagi berhasil berada diatas partai Hanura yang nyatanya relatif bersih dari korupsi. Ketiga, partai Gerindra yang Ketua Umumnya, yakni Prabowo Subianto yang dinilai telah melakukan pelanggaran HAM, yang kurang lebih sama penilaiannya terhadap Wiranto, nyatanya lagi-lagi tetap berhasil meninggalkan jauh raihan suara Hanura. Keempat, partai-partai Islam seperti PKB, PKS, PPP, PAN yang diprediksi akan keluar dari senayan, karena beberapa kasus korupsi dan tidak begitu kuatnya materi, serta cairnya basis massa partai tersebut, lagi-lagi tetap berhasil mengalahkan partai Hanura yang didukung dengan materi serta berbagai perusahaan media massa yang dimiliki Hary Tanoe dengan jumlah karyawannya, kurang lebih sebanyak 30.000 orang.

Dari fakta dan sedikit analisis dari saya, yang menarik dari hasil pileg ini ialah pada kenyataannya partai Hanura dapat dinilai partai yang paling gagal atau menerima konsokuensi terburuk diantara partai yang lain. Hanura sebagai partai oposisi dengan berbagai kekuatan yang dimilikinya hanya berhasil meraih suara satu digit yakni sekitar 5%. Dan ini membuat saya menjadi tertarik mengevaluasi Hanura berdasarkan literatur dan informasi dari media serta kawan-kawan yang terlibat didalamnya.

Informasi yang saya peroleh dari loyalis kader Hanura pada malam tadi setelah pencoblosan, dengan perolehan suara sebesar satu digit atau 5%, orang yang paling pertama dan utama disalahkan ialah Hary Tanoe sebagai Ketua Bappilu, kemudian baru Wiranto sebagai Ketua Umum. Dan pagi nya terbukti melalui pernyataan kader serta petinggi Hanura yakni Fuad Bawazier yang mengatakan Hary Tanoe membuat Hanura bangkrut. Mengapa demikian? Ini pun juga akan mengungkapkan apa yang menjadi kekeliruan dan kesalahan Hary Tanoe.

Pertama, secara kritis dan jujur dikatakan, tujuan Hary Tanoe berpolitik bukanlah untuk perubahan akan tetapi untuk mengamankan kepentingan bisnisnya. Hal ini dapat dilihat dari, beberapa kontroversi kasus korupsi Hary Tanoe, diantaranya kasus Sisminbakum, Bhakti Investama dan TPI. Maka menjadi tuntutan dan kebutuhan Hary Tanoe untuk berpolitik serta berkuasa demi mengamankan kasus-kasus dari usahanya dan mengakumulasi keuntungan bisnisnya. Dan ini juga dapat dilihat sebelumnya, dimana dalam melakukan usahanya, Hary Tanoe selalu merapat kepada penguasa.

Dan inilah yang membuat Hary Tanoe, jatuh pertama kalinya. Keluarnya Hary Tanoe dari NasDem karena sesat pikirnya yang ingin menguasai Partai NasDem dan menjadi Cawapres yang diusung Partai NasDem. Hary Tanoe merasa dengan kekuatan materinya saja, sudah cukup menjadi modal berpolitik, padahal dirinya tidak mempunyai basis masa yang cukup kuat. Dan ini terus membuat Hary Tanoe kerap keliru dalam berpolitik.

Kedua, Hary Tanoe bukan pemimpin yang mampu dan sanggup merawat kadernya. Hal ini terlihat, setelah Hary Tanoe keluar dari NasDem, dan membentuk Ormas Persatuan Indonesia (Perindo) dengan menjanjikan pengikutnya untuk mendukung mereka menjadi caleg nantinya seperti yang digadang-gadang, akan memberi modal sebesar 5M-10M, ternyata bohong besar.

Informasinya, hanya beberapa pengikutnya yang ditempatkan menjadi Caleg. Dan itu pun tidak diberi dukungan materi. Dan pengikutnya yg lain di Perindo tidak diberdayakan alias ditelantarkan. Karena Hary Tanoe lebih memilih orang-orang terdekatnya dari perusahaan MNC untuk menjalankan program-progrmnya di Hanura. Ini menyebabkan pengikutnya lari dan meninggalkan Perindo dan tidak mendukung dirinya. Dan juga menyebabkan kader Hanura tidak begitu simpati kepadanya.

Ketiga, di Hanura pun, karena mindset berpolitik sama dengan perusahaan dan pengalaman kecewa di Partai NasDem, Hary Tanoe sibuk membesarkan dirinya sendiri dan takut rugi. Langkah yang diambilnya adalah dengan, menjadi Ketua Bapilu yang mempunyai Hak Otoritas dalam pengaturan strategi pemenangan Partai Hanura, yang membuat Hary Tanoe hanya melaksanakan program yang berkaitan dengan Win-HT. Tetapi support kepada sayap partai untuk rekruitmen, kaderisasi, dan program-program nyata untuk membesarkan Hanura melalui tangan-tangan kadernya, tidak dilakukan Hary Tanoe.

Keempat, Hary Tanoe merasa cukup dengan memasifkan penggunaan media yang dimilikinya untuk kampanye Win-HT dan Hanura. Hary Tanoe seakan tidak menyadari dan belajar, bahwa politik itu kerja nyata didarat dengan melakukan sebanyak-banyaknya perekrutan, kaderisasi yang terukur dan program-program yang populis, seperti yang dilakukan Partai oposisi lainnya yakni PDIP dan Gerindra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun