menjadi gemuk. Apabila kegemukan ini berlanjut dapat berakibat pada berbagai penyakit seperti
diabetes, jantung, hipertensi, dan sebagainya. Sebaliknya makanan sederhana dan murah bukan
berarti tidak bermutu.
Agar makanan yang kita makan dapat berfungsi seperti itu maka makanan yang kita
makan sehari-hari bukan hanya sekedar makanan, tapi harus mengandung zat-zat tertentu
sehingga memenuhi fungsi tersebut, dan zat-zat ini disebut gizi. Makanan yang kita makan
sehari-hari harus dapat memelihara dan dapat meningkatkan kesehatan. Ilmu yang mempelajari
masalah makanan yang terkait dengan kesehatan ini disebut gizi. Batasan klasik mengatakan
bahwa ilmu gizi ialah ilmu yang mempelajari nasib makanan sejak ditelan sampai diubah
menjadi bagian tubuh dan energy dan diekskresikan sebagai sisa. Kemudian perkembangan ilmu gizi mulai dari pengadaan, pemilihan pengelolaan sampai dengan penyajian makanan tersebut.
Jadi kesimpulannya ilmu gizi mencakup dua komponen penting, yaitu makanan dan kesehatan.
Makanan yang diperlukan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan ini adalah protein
berasal dari tumbuhan (protein nabati) dan dari hewan (protein hewani), lemak berasal dari
minyak goreng, daging, margarin. karbohidrat berasal dari jagung, beras, singkong yang
merupakan makanan pokok kita, vitamin terdiri dari vitamin A, B1, B2, B6, C, D, E, dan K.
Adapun penyakit-penyakit akibat kekurangan gizi yaitu penyakit kekurangan kalori dan protein
(KKP), obesitas, anemia, defisiensi vitamin A, gondok endemic, stunting dan lainnya. Biasanya
kelompok yang rentan terhadap kekurangan gizi alah bayi umur 0-1 tahun, balita umur 1-5 tahun,
anak sekolah umur 6-12 tahun, remaja umur 13-20 tahun, ibu hamil dan menyusui, dan usia
lanjut atau lansia.
Dilihat dari segi sifatnya, gizi terbagi menjadi gizi yang berkaitan dengan kesehatan
perorangan yang terfokus pada kuratif dan gizi kesehatan masyarakat yang terfokus pada
preventif dan promotif. Penanganan gizi masyarakat tidak hanya upaya terapi para penderita saja,
karena bila mereka sembuh maka mereka akan kembali ke masyarakat. Oleh karena itu
penyembuhan bukan hanya kepada sipenderita saja tapi juga kepada seluruh masyarakatnya.
Masalah gizi masyarakat bukan menyangkut aspek kesehatan saja, tapi juga aspek
ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kependudukan dan lainnya. Oleh sebab itu, penanganan
atau perbaikan gizi tidak hanya diarahkan kepada gangguan gizi atau masyarakat saja tapi juga
ke bidang-bidang lain seperti misalnya penyakit gizi KKP (kekurangan kalori dan protein) pada
balita, tidak cukup dengan pemberian makanan tambahan saja (PTM) tapi juga dengan perbaikan
ekonomi keluarga, peningkatan pengetahuan tentang gizi, dan lainnya.
Salah satu upaya penting dalam menciptakan generasi masa depan yang sehat, cerdas,
dan bebas dari masalah gizi adalah SSGI (Survei Status Gizi Indonesia) 2024. Yang
merupakan survei nasional yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan Indonesia.
Tujuannya adalah untuk memantau dan mengevaluasi status gizi masyarakat, khususnya anak-
anak dan ibu hamil. Survei ini mencakup pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan,
dan lingkar lengan), serta pengumpulan data terkait pola konsumsi makanan, kesehatan, dan
status ekonomi rumah tangga.
Data yang dihasilkan SSGI tidak hanya memberikan gambaran tentang prevalensi
masalah gizi seperti stunting, wasting, dan obesitas, tetapi juga menjadi dasar untuk
menentukan prioritas program kesehatan di tingkat nasional dan daerah. Data yang akan
dikumpulkan dalam SSGI 2024 dapat digunakan untuk mengevaluasi tercapainya beberapa
sasaran intervensi spesifik dan sensitif untuk menurunkan angka stunting. SSGI menjadi
landasan penting dalam upaya mengatasi masalah gizi di Indonesia, seperti stunting yang
masih menjadi perhatian utama. Dengan survei yang diperbarui setiap tahun, pemerintah dapat
mengukur perkembangan dan efektivitas program intervensi yang telah dijalankan, sepertipemberian makanan tambahan (PMT), program ASI eksklusif, dan edukasi tentang pola
makan seimbang.