4. Berkurannya hak istirahat dan cuti
5. Penghapusan upah minimum
6. Perekrutan TKA dipermudah
7. Pemberhentian kontrak kerja
8. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
9. Adanya PHK sepihak
Selain itu terjadinya pengesahan RUU-Cipta Kerja ini juga memberikan perubahan struktural yang signifikan antara pemerintah dan masyarakat sipil yang mana hal ini terjadi pada berubanya pola interaksi antara pemerintah dan masyarakat sipil menjadi disharmonisasi yang memberikan kemungkinan terjadinya disintegrasi antar pihak. Selanjutnya terdapat perubahan pada sebagian individu dalam posisi dominasi juga terjadi pada pernyataan kontra dari fraksi partai keadilan sejahtera serta partai demokrat dengan DPR RI. Hal ini memberikan dampak yang signifikan bagi Indonesia terkait dengan konsekuensi yang ditimbulkan dari konflik yang terjadi di dalamnya.
Adapun bentuk resistensi dari masyarakat atas munculnya pengesahan RUU-Cipta Kerja yang diusung oleh pemerintah melalui metode omnibus law ini adalah dengan cara menggelar aksi demontrasi melawan rezim pemerintah untuk menuntut penghapusan RUU yang dianggap menuai kepentingan segelintir pejabat pemerintahan, pengusaha, serta investor asing yang nantinya dapat menciptakan kerugian besar bagi rakyat kecil terutama kaum buruh sebagai sasaran atas terbentuknya RUU-Cipta Kerja ini. Masyarakat berharap dengan adanya aksi demonstrasi yang mereka lakukan bersama mahasiswa, buruh, dan aktivis lainnya di beberapa waktu dan daerah secara berkala dan konstan dapat memberikan perubahan bagi keputusan pengesahan Omnibus Law-RUU Cipta Kerja ini, karena secara umum menurut pemikiran dari Dahrendorf konsekuensi dari konflik yang terjadi di masyarakat adalah perubahan sosial.
Daftar Pustaka
Umanailo, M. C. B. (2019). RALPH DAHRENDORF.
Demartoto, A. (2010). Strukturalisme konflik: pemahaman akan konflik pada masyarakat industri menurut lewis coser dan ralf dahrendorf. dalam Jurnal Dilema Sosiologi Issn, 0215-9635.