Mohon tunggu...
Vina Fitrotun Nisa
Vina Fitrotun Nisa Mohon Tunggu... Penulis - partime journalist

Senang bercerita

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Melirik Negara Lain dalam Program Makan Bergizi Gratis, Apa Saja Dampaknya?

6 Juni 2024   16:52 Diperbarui: 6 Juni 2024   16:57 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam RPJPN 2025-2045, Indonesia telah bertekad untuk menjadi negara maju pada tahun 2045 dengan menargetkan pendapatan per kapita setara USD 30.300 dan indeks kemiskinan di kisaran 0,5 hingga 0,8%. Selain dua sasaran tersebut masih ada 3 target lainnya yakni meningkatkan pengaruh di dunia internasional, ditunjukkan dengan peringkat Global Power Index di peringkah 15 atas, memiliki indeks modal manusia sebesar 0,73 serta menurunkan intensitas emisi gas rumah kaca sebesar 93,5%.

Untuk mencapai target-target ambisius tersebut, ada 1 prasyarat yang harus dipenuhi yakni sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing. Namun, untuk mencapai berbagai sasaran tersebut Indonesia masih memiliki banyak tantangan. Misalnya, Indonesia memiliki tingkat prevalensi nasional yang cukup tinggi.

Prevalensi stunting Indonesia adalah 21,6%. Berdasarkan keterangan WHO, suatu negara dapat dikatakan memiliki masalah gizi yang akut jika terdapat lebih dari 20% prevalensi stunting pada balita, lihat disini https://rised.or.id/stunting-ancaman-bagi-ekonomi-indonesia/#:~:text=Menurut%20standar%20WHO%2C%20suatu%20wilayah%20dikatakan%20mengalami%20masalah,persen%20atau%20balita%20kurus%20di%20atas%205%20persen. Artinya, bangsa Indonesia mengalami masalah besar dalam meningkatkan sumber daya manusianya.

Di sisi lain, Indonesia pun menghadapi tantangan dalam menurunkan kemiskinan. Berdasarkan data yang dirilis BPS, persentase penduduk Indonesia masih berada di angka 9,36% atau setara 25,9 juta jiwa. Meskipun angka kemiskinan sudah berhasil diturunkan menjadi satu digit, namun selisihnya menuju 10% masih tipis. Jika terdapat kesalahan perhitungan, bisa saja jumlah kemiskinan melebihi angka 10% dari total penduduk Indonesia.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, dibutuhkan kebijakan yang tidak biasa dengan implementasi waktu yang tidak sebentar. Mengingat, program-program yang ditujukan untuk mengatasi masalah-masalah di atas pun sebenarnya saat ini sudah dilakukan, seperti pemberian obat penambah darah bagi ibu hamil, pemberian program bantuan sosial dan lain sebagaimanya. Namun lagi-lagi, efektivitas program tersebut masih menjadi hambatan,yang ditunjukkan dengan stagnansi pencapaian dalam setiap targetnya.

sumber gambar: vina
sumber gambar: vina

Di tengah problematika ini, pemenang capres dan cawapres pada pemilu tahun 2024 menawarkan solusi berupa program "Makan Siang Gratis" meskipun pada perjalananya, program ini diberitakan akan berganti nama menjadi "Program Makan Bergizi Gratis".

Terlepas dari perdebatan nama yang nantinya akan berpengaruh terhadap implementasi program, ternyata ada sejumlah negara di dunia yang telah terlebih dahulu menjalankan program tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, praktik ini ternyata mampu memberikan dampak positif bagi pendidikan, kesehatan dan sumber daya manusia. Disamping itu, program pemberian makan gratis juga dianggap memiliki dampak investasi multi sektor, yakni perlindungan sosial, pertanian dan kesetaraan gender. Baca disini    https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0140673623015167?via%3Dihub=.

Sebagaimana diuraikan di atas, program yang dilakukan untuk membentuk manusia unggul membutuhkan. waktu yang tidak sebentar. Oleh karenanya, program tersebut harus perlu dilihat sebagai sebuah investasi jangka panjang, dan setelah dipraktikkan di sejumlah negara seperti Perancis, Brazil, Skotlandia, Finlandia, Sri Lanka, Ethiopia dan India, program tersebut dapat memberikan kontribusi prositif pada sejumlah hal.

 sumber gambar: vina
 sumber gambar: vina

Pertama dalam perlindungan sosial. Memberikan makanan artinya membantu masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka. Sehingga, mereka dapat menggunakan sumber daya yang mereka miliki, untuk kebutuhan dasar lainnya seperti pendidikan dan kesehatan.

Selain kebutuhan dasar, masyarakat miskin terutama kelompok ibu hamil dan anak-anak, dapat terjaga gizinya selama mereka berada dalam pertumbuhan. Jika logika ini ditarik ke masa depan, pemerintah akan mengeluarkan lebih sedikit pengeluaran untuk kesehatan jika memiliki masyarakat yang sehat.

Kedua, investasi dalam kesetaraan gender. Di negara-negara yang status ekonominya dibawah Indonesia, anak perempuan nampaknya kerapkali dijadikah pihak yang harus ikut serta dalam menopang perekonomian keluarga. Seringkali mereka harus berhenti sekolah dan mulai bekerja untuk membantu perekonomian keluarga.

Di India, program Midday Meal Scheme terbukti mampu meningkatkan partisipasi anak perempuan ke sekolah, baca disini  https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0272775721000893. Selain itu, implementasi program ini juga dapat meningkatkan partisipasi perempuan di dunia kerja. Dengan melibatkan mereka sebagai penyedia dan pengelola makanan, perempuan pun akan ikut terberdayakan.

Ketiga, dampak dalam sektor pertanian. Saat program ini diimplementasikan maka permintaan pasar terhadap produk pertanian akan meningkat. Kondisi ini diharapkan dapat membantu para petani meningkatkan pendapatan mereka, dengan catatan program ini harus memberdayakan petani lokal dan menggunakan bahan pangan dari Indonesia.

Berkaca pada praktik yang dilakukan Brazil melalui Programa Nacional de Alimentao Escolar misalnya, Pemerintah Brazil membuat aturan bahwa makanan yang disediakan sekolah harus dibeli dari petani lokal sekurangnya 30%. Lihat disini https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405844023076909.

Terlepas dari kesuksesan dan praktik baik negara lain dalam program makan bergizi baik anak-anak, program ini diharapkan dapat memiliki dampak serupa dalam mengatasi berbagai tantangan pembangunan yang ada di Indonesia selama ini. Hal penting yang perlu menjadi catatan adalah partisipasi masyarakat dalam mengawal program. Masyarakat perlu turut serta mengawasi pelaksanaannya supaya program ini dapat berjalan seperti yang diharapkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun