Mudik lebaran adalah momen tahunan yang ditunggu-tunggu oleh seluruh perantau di Indonesia. bagi mereka yang tinggal terpisah dengan orangtua dan kerabat, momen ini kerap dijadikan ajang untuk mengobati rindu dengan melakukan silaturrahmi.
Mudik lebaran, dua kata dengan sejuta kebahagiaan. Bahagia yang bukan saja karena berhasil mengalahkan hawa nafsu di bulan suci Ramadhan, tetapi juga bahagia membayangkan momen-momen kebersamaan dan silaturrahmi bersama keluarga.
Sudah 2 tahun sejak pandemic Covid-19 merebak di tanah air, para perantau harus menahan diri pulang ke kampung halaman selama lebaran. Kalaupun mereka mudik dalam 2 tahun itu, semuanya pasti dilakukan secara diam-diam tanpa ada perayaan yang berarti.
Dua tahun tanpa kesemarakan lebaran, mari kita berdoa semoga pandemi Covid-19 yang sudah berlalu hanya menjadi kenangan yang tak perlu diulangi lagi.
Apa yang umumnya orang lakukan selama lebaran. 90% jawabannya mungkin berkumpul, meski sebagian lagi mungkin ada yang mengisinya dengan liburan. lalu, apa yang biasanya orang lakukan saat berkumpul, jawabannya pasti berbicara.
Dalam berbicara, kita memang tidak memiliki pedoman umum tentang apa yang harus ditanyakan atau topik apa yang akan dibahas dalam pertemuan, karena pertemuan atau kunjungan silaturrahmi di anggap orang sebagai pertemuan non-formal tanpa harus direncanakan dulu mau bahas apa.
Akhirnya, karena percakapan mengalir begitu saja, seringkali momentum silaturrahmi ini berubah menjadi ajang pamer kesuksesan, membicarakan keburukan orang lain, atau menanyakan hal-hal sensitif yang menyinggung seseorang.
Hal ini cukup manarik, karena dalam berkomunikasi, mungkin tidak semua orang pandai beramah tamah dan mengerti tentang topik apa yang pantas untuk dibicarakan. Saat seseorang tak sengaja berbicara mengenai kisah suksesnya, mungkin ia tidak menyadari ada seseorang dalam pertemuan tersebut yang tersinggung dengan ucapannya. Â Â
Begitupun saat seseorang ditanya mengenai hal-hal yang sensitif seperti kapan menikah, kapan punya anak, kerja dimana, dan sebagainya. Bisa jadi orang bertanya tidak benar-benar ingin mengetahui kapan saudara yang ditanyanya, melainkan hanya untuk beramah tamah dan menghangatkan suasana.
Meskipun bertujuan baik, cara orang tua dan kerabat beramah tamah sedikit demi sedikit memang perlu di ubah, cara mereka beramah tamah sendiri pun pasti tergantung dari latar belakang pendidikan, lama sekolah, kepribadian, dan kedekatan kerabat dengan tamunya.
Namun yang perlu juga dipahami, lebaran harus dijadikan ajang silaturrahmi, bukan hanya saling mengunjungi, namun saling menguatkan tali persaudaraan, menyambung hubungan yang sudah putus, dan memperbaiki hubungan yang telah rusak.Â
Oleh karenanya, diperlukan hati yang lapang untuk saling memaafkan, mengerti dan memahami satu sama lain, agar tidak mudah tersinggung basa basi tanpa arti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H