Beberapa puluh tahun ke depan ancaman ketahanan pangan dan energi akan bersama-sama menjadi permasalahan serius. Mengapa demikian? Karena cadangan batubara yang dimiliki Indonesia diprediksi akan bertahan 80 tahun lagi.
Sedangkan penggunaan batubara sebagai pembangkit listrik masih sangat tinggi dibanding sumber energi terbarukan. Menurut PLN proporsi batubara masih berada di angka 61 persen.
Ini berarti bahwa kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pembakaran batubara akan terus terjadi selama proporsi penggunaan energi terbarukan masih rendah. Kedua pangan akan memiliki peran ganda dalam kehidupan. Yakni sebagai makanan dan sebagai sumber energi terbarukan.
Di tengah kondisi tersebut, ternyata pertanian masih memegang peranan penting sebagai tulang punggung perekonomian nasional, karena menggerakkan sektor usaha makanan dan minuman.
Selain itu Presiden Joko Widodo memiliki visi "making Indonesia 4.0" yang menjadikan industri makanan dan minuman sebagai salah satu prioritasnya. Dengan begitu otomatis industri hulu harus diperkuat sebagai penyuplai bahan baku.
Faktor-faktor produksi pertanian seperti petani, teknologi pertanian, serta lahan nampaknya belum siap menghadapi perubahan yang dicita-citakan. Lahan pertanian seperti yang gencar diberitakan setiap tahun terus mengalami alih fungsi menjadi bangunan.
Tak usah jauh-jauh, jika kita membandingkan kehidupan di desa 10 tahun ke belakang, pasti sangat berbeda dengan kondisi sekarang karena masifnya pembangunan. Apalagi di kota yang tanahnya hampir seluruhnya tertutup aspal.
Hal ini diakibatkan oleh tingginya ketidakpastian dan risiko yang ditanggung oleh petani. Selain itu petani dianggap sebagai pekerjaan yang kurang menguntungkan. Oleh sebab itu diperlukan suatu cara pandang serta model petani kontemporer.
Hal tersebut sangat dibutuhkan karena kelak profesi petani akan semakin berkurang. Sebaliknya kebutuhan akan pangan akan semakin meningkat karena laju populasi penduduk yang semakin bertambah.
Pada tahun 2030 saja populasi penduduk Indonesia diprediksi akan mencapai angka 318 juta jiwa. Sedangkan jika kita mengandalkan impor dari luar, bagaimana jika negara pengimpor kita pun mengalami masalah serupa?
Reformasi Pendidikan
Nelson Mandela, Presiden Afrika Selatan pada periode 1994-1999 pernah mengatakan bahwa "education is the most powerful weapon which can use to change the world".
Pendidikan sejak dulu telah disebut-sebut sebagai alat untuk mengubah masa depan. Sistem pendidikan di Indonesia saat ini nampaknya masih didominasi oleh pemberian teori ketimbang praktik. Reformasi pendidikan dalam arti sempit dapat diartikan memperbanyak praktik daripada teori.
Dalam pelajaran lingkungan hidup misalnya, para siswa harus sejak dini ditanamkan mengenai ancaman ketahanan pangan dan energi yang dapat diantisipasi dengan aksi sederhana. Membuat aksi menanam pohon dan bagaimana merawatnya misalnya. Para siswa dengan cara tersebut dapat ditutuntut 2 hal.
Jika satu siswa menanam satu pohon sejak mereka SD dan dituntut untuk merawatnya hingga jenjang SMA maka manfaatnya akan sangat terasa. Bayangkan saja jika ada 30 juta siswa di Indonesia yang menjalankan aksi serupa.
Masalah lingkungan akan sedikit teratasi, siswa juga dilatih untuk bertanggung jawab. Selain itu akan muncul kesadaran untuk menjaga dan merawat bumi.
Menjadi Agroboy dan Agrogirl
Selama ini petani masih didefinisikan sebagai pekerjaan yang berkutat dengan ladang atau sawah. Definisi petani pun hanya terbatas dalam lingkup subsisten dan nonsubsisten. Pandangan tersebut sebenarnya harus diubah. Dengan mereduksi makna petani, citra petani yang dianggap sebagai pekerjaan rendahan pun akan memudar.
Agroboy dan agrogirl adalah sebuah tawaran konsep petani bagi mereka yang bercocok tanam, baik itu mereka yang mengomersilkan hasilnya atau tidak. Pada beberapa tahun ke depan semua orang di Indonesia mungkin harus menjadi agroboy dan agrogirl. Namun semua itu harus dikenalkan dan dimulai dari sekolah hingga ia dewasa
Kaderisasi agroboy dan agrogirl dapat dilakukan di sekolah dalam pelajaran lingkungan hidup. Pentingnya kaderisasi ini tak lain adalah karena kelak tanaman pangan seperti jagung dan gandum pun berpotensi menjadi bahan baku energi. Dengan mempersiapkan pengetahuan dan kewaspadaannya sejak dini, mereka akan terstimulasi dan termotivasi untuk membuat sebuat terobosan bagi kemajuan pertanian.
Pemuda dan pemudi di desa dan di kota pun dapat membentuk komunitas dan organisasi dengan dilembagakannya konsep pertanian masa depan ini
Kolaborasi Merupakan Kunci dan Solusi
Berbicara pangan dan energi bukan hanya tentang kini, tetapi juga bagaimana tentang nanti dan bagi generasi selanjutnya. Energi terbarukan hingga saat ini masih dianggap menjadi solusi bagi masa depan energi.
Sementara itu, jika bahan baku tersebut bersumber dari tumbuhan maka kebijakan pertanian yang harus diperkuat dan tenaga kerja harus diperbanyak. Masyarakat pun perlu terlibat dengan menjadi petani di rumah masing-masing.
Pengawasan terhadap aset sumber daya alam Indonesia, bukan hanya tugas lembaga pengawas saja. Masyarakat pun perlu ikut andil mengawasi dan melaporkan setiap tindakan yang dianggap melanggar dan merugikan negara.
Perlindungan kepada pelapor pun harus dijamin oleh pemerintah, supaya tercipta kolaborasi yang saling menguntungkan antara masyarakat dan pemerintah.
Sementara itu tugas untuk menjaga dan merawat bumi harus diwariskan kepada anak cucu kita, komitmen melestarikan alam harus ditanamkan sejak dini kepada seluruh anak di Indonesia bahkan dunia. Di samping itu pemerintah pun harus memberikan sanksi yang tegas kepada pelanggar dan pelaku kerusakan lingkungan baik itu perusahaan ataupun individu.
Dengan melakukan membangun kesadaran kolektif antara masyarakat dan pemerintah kolaborasi untuk mewujudkan ketahanan pangan dan energi pun akan terwujud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H