Mohon tunggu...
Vina Fitrotun Nisa
Vina Fitrotun Nisa Mohon Tunggu... Penulis - partime journalist

Senang bercerita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nasionalisme Itu Bernama Gotong Royong

4 April 2020   07:39 Diperbarui: 4 April 2020   07:46 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika saat ini dilakukan survey mengenai apa satu hal yang paling ditakutkan, niscaya 99% masyarakat menjawab Covid-19. Mahluk ini tidak seperti penjajah atau pemberontak yang membunuh dengan senjata, bukan pula teroris yang melakukan aksi dengan bom. 

Covid-19 tidak terlihat oleh kasat mata, tetapi jika sudah terinfeksi reaksinya bisa mengerikan. Ada persamaan dan perbedaan antara covid-19 dengan penjajah dan pemberontak.

Persamaannya keduaya sama-sama menjadi ancaman bagi ketahanan sebuah negara. perbedaannya adalah covid-19 menjadi ancaman bagi warga negara karena yang diserang adalah masyarakat namun covid-19 tidak peduli dengan wilayah kekuasaan, sedangkan penjajah menginginkan wilayah dan ingin menguasai apapun yang terkandung didalamnya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

Kita tahu bersama, Indonesia pernah mengalami masa penjajahan yang cukup panjang. hal ini pun menimbulkan implikasi negatif, salah satunya adalah adanya stigma yang dilontarkan dunia kepada kita sebagai negara ketiga, negara tertinggal dan sebagainya. 

Meskipun saat ini kita sudah mampu merangkak menuju titel negara maju namun perjuangan tersebut tidaklah mudah. Dahulu, untuk mencapai sebuah kemerdekaan para pejuang kemerdekaan, masyarakat dan semua elemen masyarakat bergotong royong berperang melawan penjajah berkumpul untuk merumuskan dasar dan institusi negara. 

Perjuangan tersebut tentunya hadir dari spirit yang bernama nasionalisme. Kecintaan terhadap tanah air Indonesia yang dilatarbelakangi oleh kesamaan nasib dan cita-cita. Kesulitan untuk merebut sebuah kemerdekaan nampaknya harus terus diingatkan dan diceritakan kepada generasi muda, supaya spirit dan kontinyuitas untuk menjaga Indonesia terus terjaga.

Berbicara penerus Indonesia tentunya berbicara tentang pemuda. Pemuda adalah orang yang berusia antara 16 hingga 30 tahun menurut UU No 40 tahun 2009.

Sementara itu jika mengacu pada konsep Howe dan Straus (2000) mengenai klasifikasi usia, kategori tersebut dinamakan sebagai generasi millenial untu saat ini, yaitu mereka yang terlahir antara tahun 1980-1999. 

Berbeda dengan generasi sebelumnya, pemuda hari ini nampaknya sering disindir oleh generasi xer dan baby boomer memiliki semangat juang yang rendah dan kurang nasionalis. Namun faktanya bernarkah demikian?

Nasionalisme menurut Paul Gilbert (1998) adalah setia kepada satu bangsa seringkali disamakan dengan patriotism. Sementara itu dalam arti sempit, Nasionalisme menurut Natalie Koch dan Anssi Paasi (2016) dapat ditunjukkan dengan melakukan segala hal yang dibuat oleh bangsanya seperti menonton TV nasional, membaca koran nasional, mengingat nama-nama pahlawan nasional, mempelajari sejarah nasional dan lain sebagainya.

Generasi millenial dalam komposisi kependudukan Indonesia memiliki posrsi yang cukup besar. Prosentasenya menurut BPS (2017) yakni sebanyak 33,75% dari seluruh populasi di Indonesia dan hampir berimbang jumlahnya antara laki-laki dan perempuan. dalam aspek sosial dan ekonomi penduduk produktif tentunya merupakan sumber daya penggerak dan pendukung Indonesia menuju negara maju. 

Namun ancaman bagi SDM kita saat ini adalah Covid-19. Generasi millenial sudah seyogyanya menyadari bahwa mereka adalah tulang punggung bangsa. Dengan menaati himbauan yang dikeluarkan oleh pemerintah kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi setidaknya dapat dihindarkan.

Generasi millenial merupakan pasar dan produsen dalam jual beli online, dengan adanya kebijakan bekerja dan belajar di rumah aktivitas bisnis masih bila dilakukan oleh generasi millenial didalam rumah. 

Namun pertanyaannya sampai kapan pemerintah memberlakukan pembatasan dalam segala hal ini. Kepastian waktu dan ketepatan perhitungan matematis tentunya harus sudah diumumkan kepada masyarakat. 

Karena tak dipungkiri meskipun semuanya dapat dilakukan secara online, kita belum 100% dapat melakukan aktivitas ekonomi menggunakan robot. Dalam proses jual beli, transaksi mungkin saja dapat dilakukan secara online, tapi dalam proses pengiriman barang, tenaga manusia tetap saja masih kita perlukan dan harus kita jaga pula bersama-sama.

Ahirnya dengan melakukan gotong royong menanggulangi wabah ini dan diperkuat dengan kekompakan generasi millenial. Kita berharap agar wabah ini segera berakhir di dunia dan Indonesia. adapun bentuk implementasi generasi milenial dapat dilakukan dengan bebagai hal. Nasionalisme millenial dapat diaktualisasikan dengan sikap yang beragam dan dalam arti yang sangat luas. 

Perwujudan nasionalisme dan patriotism dalam mengjadapi covid-19 bisa saja bukan merupakan perang melawan musuh negara, tetapi hanya dengan di rumah, atau membuat video dan poster yang menjelaskan tentang bagaimana tetap selamat menghadapi virus ini, membuat video motivasi mengahadapi corona. 

Atau juga hanya dengan langkah mudah melaporkan diri ke RT dan RW jika pulang ke kampong halaman. Nasionalisme tak hanya dimaknasi sesempit perang melawan musuh namun dengan aktualisasi yang beraneka ragan berdasarkan profesi yang berbeda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun