Tiga level selanjutnya adalah analisis, evaluasi, dan penciptaan. Semakin tinggi strukturnya maka kemampuan siswa ditantang ke level yang lebih sulit. Setiap tahap dirancang Bloom untuk merangsang pola pikir tingkat tinggi. Tujuannya adalah untuk menghasilkan siswa berdaya analisis, kritis, cakap memecahkan masalah, dan melakukan evaluasi.Â
Singapura sebagai negara yang pernah berada di urutan pertama survei PISA sudah mengaplikasikan sistem ini pada pendidikannya. Saat pelajaran berhitung dan sains, kurikulum pendidikan Singapura memberi pemahaman konsep. Anak-anak dibuat memahami hasil perhitungan dan reaksi kejadian dengan contoh kasus, bukan menghafal rumus seperti Indonesia.
Solusi agar hasil tes PISA Indonesia bisa meningkat, diantaranya adalah dengan;
- Evaluasi sistem Pendidikan dari pola konvensional (menekankan pada proses) ke pola dinamis yang menekankan pada output dan outcome.
- Perubahan kurikulum
Regulasi yang menghambat kemerdekaan berinovasi dan berkreasi dalam pengolahan pendidikan harus dipangkas secara proporsional.Strategi pembelajaran dan penilaian harus ditekankan pada pengukuran kemampuan ril anak.Â
Kemampuan riil anak dikembangkan pada aspek literasi memahami bacaan/teks, matematis, dan literasi sains. Hasil belajar harus merujuk pada kemampuan anak yang sifatnya luas (tidak terbatas untuk keperluan akademik). Kemampuan anak mencerminkan apa yang seharusnya diperoleh dalam proses pendidikan, bukan sekadar angka-angka numerik yang tertulis di rapor dan ijazah.
- Perubahan guru serta stakeholders pendidikan lainnya secara bahu membahu menangani masalah kinerja pendidikan kita secara bergotong royong. Siswa sebagai user pendidikan harus dijadikan sebagai subjek dalam proses penyelenggaraan pendidikan.
- Pemenuhan fasilitas pendidikan secara merata tanpa adanya diskriminasi (inklusif).
- Kemampuan anak ditekankan pada output dan outcome pendidikan yang bermakna dalam kehidupan.Kebermaknaan pendidikan akan dibuktikan melalui kemampuan anak dalam menghadapi sekaligus memecahkan berbagai permasalahan hidup yang dihadapi serta penguasaan Iptek.
- Peran orang tua/keluarga, masyarakat, dan sekolah sebagai penyokong kuat pilar utama pendidikan harus terus diberdayakan.
- Pemanfaatan teknologi dan penguatan karakter semakin dioptimalkan.
Banyaknya tuntutan terhadap siswa oleh pemerintah dalam Pendidikan di Indonesia ini menjadikan  system di Indonesia dikenal dengan "Knowing Everything" yang artinya mengetahui segalanya, padahal seharusnya setiap siswa cukup menguasai 1 mata pelajaran saja sudah capaian yang baik, yang mampu memperbaiki peringkat hasil tes PISA Indonesia.Â
Hal-hal yang sudah disebutkan diatas diharapkan dapat mengatasi tantangan akademik yang berat untuk penilaian PISA berikutnya. Hal ini akan berdampak positif bagi pengembangan potensi siswa dan memungkinkan anak-anak Indonesia untuk bertahan di dalam negeri, regional dan internasional di era globalisasi dengan perubahan dinamis yang konstan.
 Sejauh ini nyatanya system Pendidikan dengan tuntutan harus bisa tahu atau paham segala mata pelajaran adalah suatu system Pendidikan yang bisa dibilang cacat, karena tidak mampu membawa perubahan berarti dengan tidak memfokuskan siswa terhadap satu mata pelajaran yang disuka saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H