Pengaruh Konflik Keluarga Terhadap Perkembangan Psikologis Anak
  Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat dominan dalam pembentukan anak anak dan penentuan jalan hidup mereka. Bahkan keluarga adalah peletak dasar bagi pewarisan agama dan mental seorang anak.Â
  Pengertian konflik identik dengan percekcokan, perselisihan
dan pertengkaran, problem berarti hal yang belum dapat dipecahkan yang menimbulkan permasalahan. Dalam setiap hubungan antara individu akan selalu muncul konflik, tak terkecuali dalam hubungan keluarga.
Konflik seringkali dipandang sebagai perselisihan yang bersifat
permusuhan dan membuat hubungan tidak berfungsi dengan baik.
Konflik mencerminkan adanya suatu ketidakcocokan. salah satu dampak konflik orang tua bagi anak, adalah kurangnya komunikasi, kurang kasih sayang, sering melamun dan berkonsentrasi pada saat belajar di kelas, adanya keinginan untuk bunuh diri, dan prestasi belajar menurun.
  Dengan membina keluarga yang harmonis didasarkan pada rasa kasih sayang . Oleh karena dalam suatu keluarga perlu terdapat fungsi psikologis,terutama rasa aman dan nyaman bagi siapapun anggota keluarga tersebut,saling berbagi, saling memberi dukungan, saling menyemangati apabila salah satu anggota keluarga bermasalah.Dalam suatu keluarga, orangtua memegang peranan penting terhadap proses tumbuh kembang anaknya. Dari orangtualah anak-anak belajar untuk bertingkah laku dan bersikap dalam menghadapi berbagai situasi dan masalah dalam kehidupannya kelak.Â
*Konflik keluarga dapat berdampak negatif pada perkembangan psikologis anak, seperti:
1.Masalah emosional: Anak berisiko mengalami masalah emosional, seperti kecemasan, depresi, dan stres.Â
2.Masalah perilaku: Anak beresiko mengalami masalah perilaku, seperti agresi, permusuhan, dan perilaku antisosial.
3.Masalah sosial: Anak beresiko mengalami masalah sosial, seperti sulit bergaul dengan teman sebayanya.Â
4.Masalah konsentrasi: Anak berisiko mengalami kesulitan berkonsentrasi dan mencapai prestasi pendidikan.
5.Perubahan sikap: Anak menjadi lebih tertutup dan tidak mau lagi bergaul dengan orang-orang yang mengetahui bahwa orang tuanya tidak akur.
6. Takut menikah: Ketika dewasa, anak berisiko takut menikah.
Rentan terjerumus pada hal-hal negatif: Anak berisiko rentan terjerumus pada hal-hal negatif.Â
Jadi sebagai orang tua harus menjaga sikap agar perkembangan mental anak itu sendiri tetap stabil. Karena tidak semua anak memiliki mental yang kuat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI