Mohon tunggu...
Vina NurAzizah
Vina NurAzizah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Makna di Balik Perilaku "Cyber Bullying"

1 Oktober 2018   21:35 Diperbarui: 1 Oktober 2018   21:59 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia yang tak berbatas waktu dan tempat. Dunia yang menghubungkan manusia dari berbagai belahan dunia. Dunia yang menawarkan kegiatan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Dunia itu dinamakan dunia maya, sebuah dunia baru di era digital yang menawarkan kehidupan "lain" dari dunia nyata.

Saat ini manusia hidup di era digital. Seluruh orang dari berbagai penjuru dunia dapat terhubung melalui jaringan komputer atau lebih sering disebut dengan internet. Dengan adanya internet ini, dimensi pengalaman hidup manusia makin terbuka lebar sehingga memunculkan istilah bernama cyberspace (dunia maya). Cyberspace merupakan representasi dari dunia  internet yang menghubungkan jaringan antar komputer di seluruh dunia dan banyak dipakai untuk keperluan komunikasi satu arah atau timbal balik secara online. Melalui cyberspace ini, manusia dapat berkomunikasi, bekerja, menciptakan media artistik, bermain game, ambil bagian dalam konferensi, bertukar gagasan, dan lain-lain.

Seiring dengan perkembangannya, cyberspace bisa dipahami dalam ruang psikologis. Seorang professor terkenal dalam bidang psikologi online, John Suller (2000), menjelaskan bahwa saat seseorang masuk ke layanan online, secara sadar maupun tidak sadar seperti memasuki "tempat" atau "ruang" yang dipenuhi dengan berbagai makna dan tujuan. 

Dalam hal ini, para pengguna menggambarkan pengalamannya dalam menjelajahi dunia maya seperti "traveling" atau "going somewhere" atau mengalami metafora spasial. Metafora spasial terjadi ketika seseorang merasa berada di dalam "dunia", "domain", atau "ruangan" tersendiri. Pada tingkat psikologi yang lebih dalam, seorang pengguna internet akan merasa bahwa cyberspace merupakan perpanjangan dari pikiran dan kepribadian para pengguna. cyberspace juga dianggap mencerminkan selera, sikap, dan minat mereka (Suler J. R., 2000).

Adanya cyberspace telah meregangkan batas-batas bagaimana dan kapan manusia berinteraksi. Seseorang yang terbentang jarak jutaan kilometer dapat dengan mudah bersua di dunia maya menggunakan aplikasi videocall. Selain melebarnya batas interaksi, cyberspace juga menawarkan kesempatan yang lebih besar kepada seseorang untuk menampilkan diri dengan berbagai cara. 

Tidak hanya bisa menampilkan diri apa adanya namun seseorang dapat mengubah gayanya menjadi sedikit berbeda atau menikmati eksperimen liar dengan identitas diri lain; dengan mengubah usia, riwayat, kepribadian, penampilan fisik, bahkan jenis kelamin.

Selain penawaran untuk dapat unjuk diri dengan berbagai gaya, terdapat juga perbedaan dunia maya dengan dunia nyata. Di dalam dunia maya sensasi tentang inderawi cenderung berkurang. 

Meskipun saat ini sudah bisa dijumpai foto, video, live streaming dan berbagai konten baru, namun sensasi sentuhan seperti berpelukan, bergandengan tangan, dan berjalan bersama akan menjadi sangat terbatas atau bahkan tidak ada. 

Dalam cyberspace, seringkali seseorang juga mengalami perubahan persepsi. Seseorang dapat merasakan berjalan diatas dinding, berkeliling dunia, menjalin relasi dengan komunitas terbesar di dunia hanya berasal dari dunia maya meskipun saat itu mereka sedang duduk menghadap komputer di sebuah ruangan.

Perbedaan-perbedaan yang telah disebutkan di atas akan menghasilkan kondisi psikologis yang berbeda, khususnya dalam pengelolaan identitas. Identitas adalah aspek dari sifat-sifat manusia yang sangat kompleks. Untuk mengulasnya, saat ini diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang saling terkait dalam pengelolaan identitas di dunia maya (Suler J. R., 2000) Faktor pertama adalah tingkat disosiasi dan integrasi. 

Dalam hal ini beberapa aspek identitas seseorang dapat dipisahkan, ditingkatkan, atau terintegrasi secara online. Mengelompokkan atau memisahkan berbagai identitas online seperti ini bisa menjadi cara yang efisien dan terfokus untuk mengelola keragaman diri (Suler J. R., 2000). Contohnya saja sebagian orang dapat menampilkan diri sebagai orang yang supel di dunia maya namun tidak bisa mengekspresikan diri di dunia nyata.

Faktor yang kedua adalah interaksi nilai positif dan negatif. Faktor ini menerangkan tentang pengkategorian diri negatif maupun positif. Berbagai lingkungan dan gaya komunikasi di internet berfungsi sebagai tempat uji coba fleksibel untuk mengeksplorasi kelebihan dan kekurangan diri (Suler J. R., 2000).

Faktor ketiga yaitu tingkat fantasi atau kenyataan. Dunia maya memberikan kebebasan setiap orang untuk menunjukkan dirinya. Adanya kebebasan tersebut memberikan ruang lebih bagi seseorang untuk berimajinasi tentang dirinya. Mereka bebas untuk menampilkan identitas apapun, sekalipun itu sangat berbeda dengan dunia nyata. Biasanya imajinasi itu berbanding lurus dengan faktor tingkat disosiasi dan integrasi yang ada di dalam diri seseorang. 

Sehingga, seringkali dijumpai isu fenomenologis yang rumit antara diri yang sebenarnya versus fantasi di   dunia maya. Salah satu contoh dari isu tersebut adalah adanya pertanyaan-pertanyaan seperti "Apa identitas seseorang yang BENAR itu?" atau  "Apakah identitas yang benar adalah saat berselancar di dunia maya atau malah saat ada di dalam dunia nyata".

Faktor keempat adalah tingkat kesadaran dan pengendalian diri. Hal itu disebabkan karena secara umum ketika seseorang berselancar di dunia maya, orang tersebut tidak selalu dalam kondisi sadar. Terkadang, seseorang memiliki beberapa aspek identitas yang tersembunyi. Keinginan dan kecenderungan tersembunyi itu dilepaskan dengan cara memutar atau menyamarkan tanpa disadari (Suler J. R., 2000). Sedangkan faktor kelima yang memengaruhi identitas diri dalam dunia maya adalah pemilihan media. Secara umum orang memilih dunia maya sebagai media untuk mengekspresikan dirinya (Suler J. R., 2000)

Selain keterkaitan dunia maya dengan pengelolaan identitas, diperkirakan juga bahwa kepribadian dapat mempengaruhi bagaimana pengguna berinteraksi dengan internet (Guadagno, Okdie, & Eno, 2008). Dalam penelitian Swickert dkk. pada tahun 2002 disebutkan bahwa aktivitas online seseorang terbatas pada pilihan (preferensi) orang tersebut. 

Dalam hal ini perlu dipahami bahwa preferensi pengguna akan sangat bergantung pada sifat kepribadian (Anolli, Villani, & Riva, 2005). Hal itu bisa dilihat dari salah satu dari sifat kepribadian menurut teori Eysenck yaitu sifat ekstraversi-introversi. Orang dengan sifat intraversi yang dikenal mempunyai sifat pendiam dan preferensi kegiatan secara pribadi ternyata secara signifikan lebih cenderung tertarik pada komunikasi online daripada seorang ekstravert (Orchard & Fullwood, 2010).

Seperti yang telah dipaparkan diatas, perilaku seseorang di dunia maya memang beragam. Untuk itu, hadirnya ilmu cyberpsychology ini yang diharapkan dapat mengungkap makna dari berbagai perilaku orang di dunia maya. Selain itu, pengetahuan tentang cyberpsychology ini diharapkan dapat menjadi salah satu pemecah permasalahan di dunia modern yang terjadi akhir-akhir ini. [Vina Na]

References

Orchard, L. J., & Fullwood, C. (2010). Current Perspectives on Personality and Internet Use. Social Science Computer Review, 155-169.

Suler, J. R. (2000). The psychology of cyberspace. Rider University.

Guadagno, R. E., Okdie, B. M., & Eno, C. A. (2008). Who blogs? Personality predictors of blogging. Computers in human Behavior, 24, 1993-2004.

Swickert, R. J., Hittner, J. B., Harris, J. L., & Herring, J. A. (2002). Relationships among Internet use, personality and social support. Computers in Human Behavior, 18, 437-451


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun