Masalah utama dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah tingkat pengangguran yang tinggi, khususnya di kalangan generasi muda. Ini menjadi masalah serius yang berdampak luas pada ekonomi dan stabilitas sosial. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2023, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 5,45%, setara dengan 7,99 juta orang. Generasi muda, sebagai penggerak pembangunan bangsa, justru mendominasi angka pengangguran tersebut. Pengangguran sendiri didefinisikan sebagai kondisi ketika seseorang dalam angkatan kerja tidak memiliki pekerjaan, tetapi sedang berusaha mencari atau mempersiapkan pekerjaan baru (BPS, 2020). Adapun menurut standar internasional, pengangguran adalah seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja yang secara aktif mencari pekerjaan yang memperoleh tingkat upah tertentu, namun tidak sesuai dengan yang diinginkan (Gandasari & Sayifullah, 2016).
Di era globalisasi dan digitalisasi, kebutuhan pasar tenaga kerja semakin dinamis. Perkembangan teknologi yang pesat menuntut keterampilan yang relevan, namun sayangnya, akses terhadap pendidikan berkualitas belum merata. Hal ini memperparah ketimpangan antara pasokan tenaga kerja dan permintaan di lapangan. Selain itu, lambatnya pertumbuhan ekonomi, kebijakan yang kurang efektif, dan keterbatasan investasi dalam sektor padat karya juga menjadi faktor yang memperburuk situasi.Â
Dalam konteks ini, ekonomi Islam menawarkan solusi yang holistik dan berkelanjutan. Ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berlandaskan syariah dengan prinsip keadilan, keseimbangan, dan distribusi kekayaan secara merata, serta menolak praktik riba dan eksploitasi. Dengan prinsip keadilan, keseimbangan, dan keberlanjutan, instrumen ekonomi Islam seperti zakat produktif, wakaf, dan pembiayaan syariah dapat menjadi fondasi dalam menciptakan lapangan kerja dan memberdayakan generasi muda. Dalam artikel ini akan menjelaskan bagaimana ekonomi Islam dapat menjadi solusi inovatif dalam menghadapi tantangan pengangguran di Indonesia.
Penyebab Utama Pengangguran Generasi Muda
Tingginya tingkat pengangguran di kalangan generasi muda memiliki beberapa penyebab mendasar yang memerlukan perhatian serius. Salah satu penyebab utamanya adalah kesenjangan keterampilan antara lulusan pendidikan formal dengan kebutuhan dunia kerja (Doni et al., 2023). Revolusi industri 4.0 membawa perubahan besar dalam tuntutan keterampilan, seperti penguasaan teknologi digital dan kemampuan berpikir kritis, yang sering kali belum diajarkan secara optimal di sekolah atau universitas. Hal ini membuat lulusan baru sulit bersaing di pasar kerja yang semakin kompetitif.
Selain itu, kurangnya akses modal untuk memulai usaha menjadi hambatan besar bagi generasi muda yang memiliki minat berwirausaha. Meski banyak anak muda memiliki ide bisnis kreatif, keterbatasan akses ke lembaga keuangan konvensional, yang sering mensyaratkan jaminan, menghambat mereka memulai usaha. Pertumbuhan ekonomi yang lambat juga turut berkontribusi, di mana penciptaan lapangan kerja tidak sebanding dengan pertambahan jumlah tenaga kerja setiap tahunnya (Ardian et al., 2022). Kondisi ini diperparah oleh dampak pandemi COVID-19, yang menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi dan hilangnya jutaan pekerjaan, terutama di sektor informal.
Tidak hanya itu, minimnya dukungan terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. UMKM yang seharusnya menjadi tulang punggung ekonomi nasional sering terkendala modal, akses pasar, dan kurangnya pendampingan usaha. Di sisi lain, penguasaan teknologi digital yang rendah di sebagian besar generasi muda semakin memperburuk masalah ini. Keterampilan teknologi yang menjadi syarat utama di era digital masih belum dikuasai secara merata, terutama di daerah terpencil.
Dampak Pengangguran Generasi Muda
Pengangguran generasi muda menimbulkan dampak yang serius bagi perekonomian dan kehidupan sosial. Dari sisi ekonomi, pengangguran menghambat pertumbuhan ekonomi karena potensi produktivitas tenaga kerja tidak dimanfaatkan secara optimal (Adriyanto et al., 2020). Akibatnya, pendapatan negara berkurang dan peluang investasi menjadi terbatas. Di sisi sosial, pengangguran meningkatkan angka kemiskinan karena individu kehilangan sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok.
Pengangguran juga berdampak signifikan pada kesehatan mental generasi muda. Tekanan hidup yang dihadapi oleh individu yang menganggur sering kali memicu stres, depresi, dan penurunan kualitas hidup. Lebih jauh lagi, pengangguran menciptakan ketidakstabilan sosial dengan meningkatkan potensi kriminalitas dan konflik sosial di masyarakat. Fenomena brain drain, di mana tenaga kerja terampil memilih bekerja di luar negeri, semakin memperparah masalah ini karena hilangnya talenta potensial yang seharusnya dapat membantu membangun perekonomian nasional.
Solusi Ekonomi Islam untuk Mengatasi Pengangguran
Ekonomi Islam menawarkan pendekatan yang berbeda dalam menangani masalah pengangguran. Dengan menekankan prinsip keadilan, distribusi kekayaan yang merata, serta pemberdayaan ekonomi, ekonomi Islam menghadirkan solusi yang berkelanjutan dan inklusif. Salah satu solusi utamanya adalah zakat produktif. Berbeda dengan zakat konsumtif, zakat produktif disalurkan dalam bentuk modal usaha dan pelatihan keterampilan sehingga penerima manfaat dapat mandiri secara ekonomi. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) di Indonesia, misalnya, telah berhasil mendanai ribuan wirausahawan muda melalui program zakat produktif, yang menciptakan lapangan kerja baru di berbagai sektor.
Selain itu, wakaf produktif menjadi instrumen yang efektif untuk mengatasi pengangguran. Wakaf produktif dapat digunakan untuk membangun sekolah kejuruan, pusat pelatihan keterampilan, dan fasilitas usaha berbasis syariah. Contoh keberhasilan implementasi wakaf produktif terlihat di Malaysia, di mana wakaf digunakan untuk mendanai pusat pelatihan industri yang membantu generasi muda memperoleh keterampilan kerja sesuai kebutuhan pasar.
Pembiayaan syariah melalui instrumen seperti mudharabah (bagi hasil) dan musyarakah (perkongsian modal) juga memberikan peluang besar bagi generasi muda untuk memulai usaha tanpa terbebani riba. Di Dubai, skema pembiayaan syariah telah mendukung berbagai startup teknologi yang dipimpin oleh anak muda, menciptakan ekosistem bisnis yang berkelanjutan dan inovatif. Teknologi digital juga memainkan peran penting dalam ekonomi Islam. Digitalisasi layanan keuangan syariah, seperti dompet digital syariah dan platform pembiayaan komunitas berbasis syariah, membantu meningkatkan inklusi keuangan dan mempermudah akses modal bagi pelaku usaha kecil.
Selain instrumen keuangan, pendidikan dan literasi ekonomi Islam menjadi kunci penting dalam memberdayakan generasi muda. Literasi ekonomi Islam dapat ditanamkan sejak dini melalui pendidikan formal dan nonformal, sehingga generasi muda memiliki pemahaman yang kuat tentang kewirausahaan berbasis syariah. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat perlu bekerja sama dalam menciptakan kurikulum yang relevan dan praktis dalam mewujudkan hal ini.
Studi Kasus Keberhasilan Ekonomi Islam
Keberhasilan implementasi ekonomi Islam dalam mengatasi pengangguran telah terlihat di beberapa negara. Di Sudan, penerapan ekonomi Islam membantu menstabilkan inflasi dan menciptakan kondisi ekonomi yang mendukung pertumbuhan lapangan kerja. Di Malaysia, wakaf produktif mendanai pusat pelatihan keterampilan yang memberdayakan generasi muda di sektor teknologi dan manufaktur. Sementara itu, di Indonesia, program zakat produktif yang dikelola oleh BAZNAS berhasil memberdayakan ribuan wirausahawan muda, yang pada akhirnya menciptakan peluang kerja baru di sektor UMKM.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengangguran di kalangan generasi muda merupakan masalah kompleks yang memerlukan solusi berkelanjutan. Ekonomi Islam, dengan prinsip keadilan dan pemerataan, menawarkan solusi yang efektif melalui instrumen seperti zakat produktif, wakaf produktif, dan pembiayaan syariah. Dengan didukung oleh teknologi digital, pendidikan literasi ekonomi Islam, dan kolaborasi antar pihak, ekonomi Islam dapat memberdayakan generasi muda dan menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih inklusif dan sejahtera. Dengan komitmen bersama, ekonomi Islam dapat menjadi jawaban atas tantangan pengangguran generasi muda dan membangun masa depan yang lebih cerah dan berkeadilan.Â
Mari jadikan ekonomi Islam sebagai solusi untuk mengentaskan pengangguran dan menciptakan generasi muda yang mandiri, produktif, dan berdaya. Bersama, kita bisa menciptakan Indonesia yang lebih sejahtera, di mana setiap anak muda memiliki kesempatan yang adil untuk meraih mimpi mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H