Mohon tunggu...
Vinaa Afifaahh
Vinaa Afifaahh Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Maraknya Pernikahan Dini di Masa Pandemi Covid-19

17 Agustus 2020   23:28 Diperbarui: 17 Agustus 2020   23:49 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh : Vina Afifah Lubis

Jurusan Perbandingan Mazhab/FSH

DPL : Indayana Febriani Tanjung, M.Pd

Kelompok 77 KKN-DR UINSU Medan

Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan sebelum mempelai berusia 18 tahun. Selain memunculkan risiko kesehatan bagi perempuan, pernikahan dini juga berpotensi memicu munculnya kekerasan seksual dan pelanggaran hak asasi manusia. Sesuai dengan undang -- undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 pasal 6 mengatur batas usia untuk menikah dimana, pernikahan hanya diizinkan jika pria sudah mencapai usia 19 tahun sedangkan usia wanita mencapai 16 tahun. 

Dapat dilihat juga dari sisi medis dan psikologis, usia yang masih terbilang dini untuk melakukan pernikahan akan sulit untuk menghadapi permasalahan -- permasalahan rumah tangga. Dan beberapa penelitian  juga sudah membuktikan bahwa pernikahan dini diusia remaja dapat beresiko untuk berujung pada perceraian. 

Ditengah masa pandemi virus Covid -- 19 yang belum usai, terjadi pula lonjakan angka pernikahan dini di Indonesia. Salah satu yang menjadi penyumbang terbesar angka pernikahan dini di Indonesia adalah Jawa Barat. Maraknya pernikahan dini di Indonesia membuat pemerintah merevisi batas usia minimal perkawinan di Indonesia menjadi 19 tahun melalui UU No. 19 tahun 2019.

Pasal ini dibuat sebagai upaya agar pernikahan dini tidak melonjak, akan tetapi perkiraan pemerintah salah besar. Pada awal tahun 2020 penyebaran Covid -- 19 diIndonesia menjadikan pernikahan dibawah umur semakin meningkat drastis. 

Tak banyak para orang tua juga menjadikan perekonomian sebagai salah satu alasan untuk menikahkan anak mereka. Kehilangan mata pencaharian berdampak pada sulitnya kondisi ekonomi keluarga. Ditambah lagi dengan tren nikah muda juga banyak dipicu dari televisi, berita -- berita artis atau tokoh -- tokoh masyarakat yang menjadi inspirasi remaja untuk mengambil keputusan agar menikah diusia muda. 

Spiritualitas Sosial menilai bahwa perihal pernikahan dibawah umur bukanlah persoalan yang mudah. Bagi remaja perempuan setelah menikah hamil dan melahirkan, mereka akan merasa malu untuk sekolah, dapat menyebabkan putusnya anak dari sekolah. Sedangkan bagi mereka yang kurang mampu, dapat menimbulkan kemiskinan baru karena belum memiliki pekerjaan yang pasti. 

Pernikahan pada umumnya sering kali terjadi pada remaja perempuan dipedesaan dikarenakan dari keluarga miskin dan kurangnya pendidikan. Serta faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini dikarenakan faktor geografis, yaitu dikarenakan hamil diluar nikah dan terdapat pengaruh adat yang kuat mengakibatkan terjadinya pemaksaan pernikahan di usia dini. sehingga sedikitnya pemahaman mereka terhadap informasi kesehatan reproduksi. Pernikahan dini juga dapat beresiko tinggi pada saat melahirkan dibandingkan dengan wanita atau pria yang sudah dianggap sudah cukup dewasa. 

UNICEF memperkirakan bahwa ketika batasan usia menikah meningkat, perkara dispensasi pernikahan justru meningkat hingga dua kali lipat pertahun. Untuk mencegah hal ini, penting bagi hakim untuk memeriksa dengan seksama permohonan dispensasi nikah (Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 5 Tahun 2019. Yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung pada November 2019 tahun lalu. 

Sebelum aturan ini dikeluarkan oleh Mahkamah Agung, standar pengadilan menilai bahwa dispensasi permohonan kawin tidak diatur dengan tegas, sehingga pengadilan memeriksa permohonan dispensasi pernikahan secara berbeda -- beda. Misalnya ada hakim yang meminta keterangan dari orang tua saja dan ada juga hakim yang meminta keterangan dari anak -- anak tersebut dalam persidangan permohonan dispensasi pernikahan dini, dan tidak semua hakim meminta keterangan dari dokter jika dispensasi tersebut terjadi karena kehamilan.

Dengan adanya Perma No. 5 ini, hakim harus memastikan keterangan anak didengar dalam pengadilan sebagai upaya mencegah pelanggaran hak anak dalam penetapan dispensasi kawin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun