Oleh: Dr. Ir. Vina Serevina, MM., Ika Maryani, Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Jakarta, 2022.
Pembelajaran menggunakan aktifitas digitalisasi sudah dilaksanakan sejak tahun  2020 yg lalu. Pembelajaran ini menaruh citra pada kita mengenai aktivitas pembelajaran pada masa depan menggunakan donasi teknologi. Perubahan aktivitas pembelajaran yang sudah berubah ini ditopang menggunakan berkembangnya teknologi berita pada era revolusi industri 4.0. Di era digital ini, proses pembelajaran dilakukan tanpa batas ( Susilawati dan Khaira, 2020). [1]
 Pembelajaran digitalisasi ini bisa melatih dan menanamkan norma mahasiswa menggunakan belajar secara mandiri melalui banyak sekali kelas digital. Selain itu mahasiswa bisa juga aktif pada menuntaskan perseteruan pada kelas digital dan menghadapi perseteruan yg mereka temukan dikehidupan nyata (Susilawati, 2020). Kondisi ini bukan hanya sebagai tantangan bagi mahasiswa, tetapi juga para dosen atau guru pada membicarakan materi pembelajaran.[2]
 Generasi ini sangat dekat  dengan menggunakan teknologi dan secara usia sedang mempersiapkan diri memasuki fase dunia kerja, yaitu dengan menempuh proses belajar dalam taraf Perguruan Tinggi atau bahkan terdapat yg sudah bekerja menjadi sebagai pekerja junior.Â
Menyikapi karakterstik generasi perkembangan kini  , yang mana merupakan usia para mahasiswa ini, maka sebagai guru pada era kini  dituntut untuk tidak  hanya mempunyai PCK (Pedagogical Content Knowledge) yaitu konsep yang pertama kali dikenalkan oleh Shulman (1986) menjadi acuan pengetahuan & skill dasar yang wajib  dimiliki oleh seseorang guru.Â
Namun, selain PCK, diharapkan pula satu aspek tambahan yaitu technological knowledge. Hal tadi sedikit membarui konsep PCK sebagai TPACK (Technology Pedagogical Content Knowledge) misalnya digambarkan dalam gambar  berikut (Mishra and Koehler, 2006).[3]
Aspek penggunaan teknologi sebagai hal fundamental yang perlu diperhatikan oleh guru pada era sekarang, tetapi itu bukanlah segalanya, teknologi adalah alat yg bisa dimanfaatkan untuk membentuk pengalaman bermakna pada proses belajar mengajar. Hal ini bisa dilaksanakan menggunakan menerapkan konsep flipped classroom.
Flipped Classroom merupakan bentuk pembelajaran blended (melalui hubungan tatap muka & virtual/online) yang menggabungkan pembelajaran sinkron (synchronous) menggunakan pembelajaran mandiri yang askinkron (asynchronous).Â
Pembelajaran sesuai umumnya terjadi secara real time pada kelas. Peserta didik berinteraksi menggunakan seseorang guru & teman sekelas dan mendapat umpan pulang dalam waktu yang sama.Â
Sedangkan, pembelajaran asinkron merupakan pembelajaran yang sifatnya lebih mandiri. Konten umumnya diakses melalui beberapa bentuk media dalam platform digital.Â
Peserta didik dapat menentukan kapan mereka belajar dan pula mereka bisa mengajukan pertanyaan pada kolom komentar, dan menyebarkan ilmu/ ide baru atau pemahaman mereka mengenai sebuah materi menggunakan guru atau teman sekelas. Sedangkan, hasil yang akan diterima mereka tidak dalam waktu yg sama.
Metode flipped classroom, dibagi sebagai 3 aktivitas yaitu, sebelum kelas dimulai (pre-class), waktu kelas dimulai (in-class) dan sehabis kelas berakhir (out of class).Â
Rangkaian pada proses di atas adalah kaitan flipped classroom menggunakan Bloom's Taxonomy yg dijelaskan dalam Gambar tiga pada bawah ini. Terdapat beberapa bagian yaitu Remembering, Understanding, Applying, Analyzing, Evaluating and Creating yang terbagi dalam 3 aktivitas yaitu sebelum, dalam waktu dan selesainya kelas.
Sebagai sebuah rencana pembelajaran, e-learning flipped classroom adalah rencana pembelajaran aktif yang inovatif yang berpusat pada mahasiswa ( student centered learning).Â
Kim, Khera & Getman (2014) mengungkapkan bahwa prosedur pembelajaran, e-learning flipped classroom terdiri atas prinsip-prinsip menjadi berikut: (1) menaruh kesempatan pada mahasiswa untuk memperoleh keterangan awal sebelum aktivitas kelas; (2) mendorong mahasiswa untuk menonton ceramah online dan bersiap sebelum aktivitas kelas; (3) mengorganisir metode penilaian; (4) menghubungkan aktivitas pada kelas menggunakan aktivitas pada luar kelas; (5) menaruh pedoman yang dinyatakan dengan jelas & terorganisir dengan baik; (6) menyediakan saat yang relatif untuk merampungkan tugas; (7) mendorong mahasiswa buat membentuk komunitas belajar; (8) menaruh umpan pulang eksklusif mengenai pekerjaan individu atau kelompok; (9) menyediakan penggunaan teknologi yang familiar yang bisa diakses menggunakan gampang oleh mahasiswa.
Model penelitian tindakan kelas ini mengikuti contoh Mc, Kernan (1982) misalnya yang dikutip Djajadi (2019) yang terdiri menurut 2 siklus menggunakan masing-masing siklus terdiri atas tujuh tahapan. Setiap tindakan terdiri atas tahapan-tahapan menjadi berikut:Â
(1) Tahap identifikasi kasus yaitu tahapan yang melihat dan menemukan kasus-kasus. Pada termin ini dilakukan identifikasi kasus pembelajaran dan sebagai pondasi awal aktivitas penelitian kedepannya;Â
(2) Tahap penyelidikan. Berdasarkan rumusan kasus tadi maka bisa ditetapkan tujuan penelitian yaitu buat menaikkan kemampuan mahasiswa pada mendesain materi pengembangan bahan melalui elearning flipped classroom;Â
(3) Tahapan planning generik yg adalah seperangkat planning awal pada melakukan penewlitian ini;Â
(4)Tahap implementasi langkah tindakan 1, yang mana dalam termin ini, aktivitas penelitian ini peneliti akan menerapkan atau melakukan perlakuan dalam kelas sampel menggunakan tujuan menaikkan kemampuan mahasiswa pada mendesain materi pengembangan materi ajar non cetak melalui elearning flipped classroom;Â
(5) Tahap memonitor implementasi yg kondusif dalam termin ini dilakukan buat melihat output implementasi strategi pembelajaran e-learning flipped classroom dalam kelas sampel. Kegiatan dalam penelitian ini merupakan buat mendata & mencatat output-output menurut implementasi taktik pembelajaran e-learning flipped classroom dalam termin selanjutnya;Â
(6) Tahap penyelidikan yang mana dalam tahapan ini, aktivitas penelitian buat menyebutkan mengenai kegagalan-kegagalan menurut implementasi taktik pembelajaran e-learning flipped classroom & faktor-faktor apa aja yang sanggup mengakibatkan terjadinya kegagalan tadi;
(7) Tahap merevisi inspirasi generik yang mana dalam tahapan ini dilakukan tahapan penelitian lagi yang berdasarkan data-data yang telah didapat dalam termin-termin sebelumnya. Tentunya tahapan penelitian ini dilakukan bila implementasi sudah mengalami kegagalan & tidak memenuhi harapan dan tujuan penelitian menurut penelitian ini.
Flipped Classroom memperbarui contoh instruksi pembelajaran yang umumnya arahan dan penerangan datangnya eksklusif menurut pengajar pada siswa sebagai pembelajaran yang arahan & penjelasannya bisa diakses sang siswa secara online pada luar ataupun pada pada kelas.Â
Model pembelajaran Flipped Classroom mempunyai beberapa manfaat, antara lain adalahÂ
(1) Peserta didik mempunyai kesempatan penuh untuk tahu arahan dan penjelasan menurut pengajar secara mandiri ataupun kolaboratif pada ataupun di luar kelas secara online.Â
(2) Pengajar bisa memastikan bahwa setiap siswa sudah mengetahui materi -- materi yang diajarkan di luar ataupun di luar kelas.Â
(3) Peserta didik bisa menaikkan kapasitas pembelajaran secara mandiri. Selain itu, terjalinnya komunikasi yang aktif antar siswa & pengajar pada luar ataupun pada kelas waktu pembelajaran.
Penggunaan prosedur pembelajaran e-learning flipped classroom sudah bisa menaikkan output belajar mahasiswa pada menuntaskan materi pengembangan materi ajar non cetak. Hal ini menandakan prosedur pembelajaran e learning flipped classroom bisa menciptakan kinerja kognitif mahasiswa yang lebih tinggi.Â
Melalui ruang kelas digital setiap mahasiswa bisa menciptakan pengalaman interaktif & inovatif berbasis video & selama aktivitas pembelajaran mahasiswa dilatih buat tidak hanya mengingat & mengetahui konten pembelajaran saja namun bisa menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, & membuatnya.Â
Strategi pembelajaran e learning flipped classroom bisa memperkaya pengalaman belajar mahasiswa menggunakan melibatkan mahasiswa dalam mengetahui masalah, menyediakan solusi, dan merancang dan menciptakan sebuah contoh atau desain.Â
Pengalaman belajar misalnya ini bisa memperkaya & mempromosikan keterampilan taraf tinggi lantaran mahasiswa ditantang menggunakan berpikir lebih kritis dan secara mendalam sebagai akibatnya mereka bisa menciptakan interaksi antara pengetahuan usang  dan baru. [1]
Referensi:
Koehler, M., & Mishra, P. (2009). What is technological pedagogical content knowledge (TPACK)?. Contemporary issues in technology and teacher education, 9(1), 60-70.
Susilawai, Evi. & Khaira, Imamul. 2020. Analisis Kemampuan Kerjasama Mahamahasiswa Secara Online Dengan Menggunakan Strategi Pembelajaran Online. Temu Ilmiah Nasional Guru (TING) XII. Fakultas Kegurauan dan Ilmu Dosenan Universitas Terbuka.
Susilawati, Evi. (2020). Upaya Meningkatkan Kemampuan Mahamahasiswa Dalam Menganalisis Video Pembelajaran Melalui Strategi Pembelajaran Webinar
Susilawai, Evi. & Khaira, Imamul. 2021. IMPLEMENTASI E-LEARNING FLIPPED CLASSROOM SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MAHASISWA DALAM MENDESAIN MATERI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR NON CETAK. Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 14, No. 1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H