Oleh: Dr. Ir. Vina Serevina, M.M., Agung Adelia Putri, Pendidikan Fisika UNJ Angkatan 2019
Seiring dengan perkembangan teknologi, sebagian orang, khususnya para teknisi berlomba-lomba untuk menciptakan alat penukar kalor (heat exchanger) dengan kualitas paling baik dan dapat digunakan secara maksimal sesuai dengan fungsinya, serta akan menjadi poin tambahan apabila para teknisi tersebut dapat menciptakan alat penukar kalor (heat exchanger) yang ramah lingkungan.Â
Sekarang ini peningkatan perkembangan alat penukar kalor (heat exchanger) menuju ke arah kebutuhan penghematan ruang, tetapi diikuti pula dengan kebutuhan akan peningkatan dalam kemampuan pertukaran kalornya, seperti proses kimia pada Air Conditioning (AC) dan Refrigerator (kulkas).
Alat penukar kalor (heat exchanger) sejak lama dikenal oleh industri-industri yang berhubungan dengan fenomena perpindahan kalor. Pada Heat Exchanger terjadi proses pertukaran kalor antara dua atau lebih fluida dengan temperatur yang berbeda.Â
Fluida-fluida tersebut terpisah oleh sebuah dinding pemisah yang menyebabkannya tidak bercampur. Fluida yang bertukar energi dapat berupa fluida yang sama fasanya (cair-cair atau gas-gas) atau dua fluida yang berbeda fasanya (cair-gas atau gas-cair).
Untuk dapat melakukan pertukaran kalor, salah satu syaratnya ialah perbedaan temperatur antara satu fluida dan fluida lainnya, sehingga ada kalor yang berpindah dari temperatur tinggi ke temperatur rendah.Â
Apabila penurunan tekanan semakin besar, maka semakin besar pula daya pemompaan yang diperlukan, dimana hal ini dihubungkan dengan gesekan fluida (fluid friction) dan kontribusi penurunan tekanan lain sepanjang lintasan aliran fluida.Â
Adanya penurunan tekanan artinya terjadi kehilangan energi yang disebabkan oleh gesekan antara fluida dengan permukaan saluran. Maka dari itu, peningkatan koefisien perpindahan kalor konveksi melalui meningkatkan turbulensi aliran dalam pipa dikaitkan dengan nilai penurunan tekanan yang dihasilkan akibat peningkatan turbulensi aliran fluida.
Tedapat prinsip dan teori perpindahan panas pada alat penukar kalor (heat exchanger), yaitu panas merupakan bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama sekali. Panas menyebabkan terjadinya kenaikan suhu suatu zat, perubahan tekanan, reaksi kimia, dan kelistrikan.Â
Proses perpindahan panas ini dapat terjadi secara langsung, fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin tanpa adanya pemisah dan secara tidak langsung, yaitu bila diantara fluida panas dan fluida dingin tidak berhubungan langsung tetapi dipisahkan oleh sekat-sekat pemisah.
Secara konduksi, perpindahan panas merupakan perpindahan antara molekul-molekul yang saling berdekatan antara satu sama lain dan tidak diikut oleh perpindahan molekul-molekul tersebut secara fisik. Molekul-molekul benda yang panas bergetar lebih cepat dibandingkan molekul-molekul benda yang berada dalam keadaan dingin.Â
Getaran-getaran yang cepat ini, tenaganya dilimpahkan kepada molekul di sekelilingnya sehingga menyebabkan getaran yang lebih cepat, sehingga akan memberikan panas. Secara konveksi, perpindahan panas dari suatu zat ke zat yang lain disertai dengan gerakan partikel atau zat tersebut secara fisik. Secara radiasi, perpindahan panas tanpa melalui media (molekul).
Melalui pancaran gelombang elektromagnetik, suatu energi dapat dihantarkan dari suatu tempat ke tempat lainnya (dari benda panas ke benda dingin), dimana tenaga elektromagnetik tersebut akan mengalami perubahan menjadi panas apabila terserap oleh benda lain.
Untuk dapat menentukan nilai efektivitas dari pertukaran panas, Anda perlu menemukan perpindahan panas maksimum yang mungkin dicapai dalam penukar panas. Perbedaan suhu maksimum yang mungkin akan dialami oleh satu cairan merupakan perbedaan suhu antara suhu masuk dari arus panas dan suhu aliran dingin.Â
Hasil metode dengan menghitung harga kapasitas panas (laju aliran massa yaitu dikalikan dengan panas spesifik). Ch  untuk cairan panas dan Cc  untuk cairan dingin, dan Cmin menunjukkan yang terkecil. Pemilihan tingkat kapasitas panas yang lebih kecil ini berguna untuk menyertakan perpindahan panas maksimum antara cairan yang bekerja.
Dimana qmax adalah panas maksimum yang dapat ditransfer antara cairan.
Ditinjau dari persamaan di atas, untuk dapat mengalami perpindahan panas maksimum, kapasitas panas haruslah minimal karena dibutuhkan perbedaan suhu maksimum. Hal tersebut sejalan dengan penggunaan Cmin dalam persamaan efektivitas (E). Persamaan efektivitas (E) adalah perbandingan antara tingkat perpindahan panas yang sebenarnya dengan panas maksimum:
Dimana:
q = laju perpindahan panas (kj/det, W)
C = Kapasitas Kalor (J/K)
T = Perubahan Suhu (C, F)
Keberhasilan keseluruhan rangkaian proses alat penukar kalor sangat berpengaruh dalam industri, karena apabila terjadi kegagalan operasi pada alat ini, baik akibat kegagalan mekanikal maupun opersional dapat menyebabkan operasi unit tidak berfungsi. Maka dari diharapkan bahwa alat penukar kalor (heat exchanger) dapat bekerja maksimal agar dapat menunjang penuh suatu operasional unit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H