Dear Ayah,
Tak tahukah engkau bahwa setiap kali aku mendengar raungan mobil memasuki halaman rumah, hatiku sangat senang?
Tak tahukah engkau bahwa aku selalu berdiri menyambutmu di depan pintu karena aku merindukanmu setelah seharian kau tinggalkan aku ke kantor?
Tapi mengapa? Mengapa engkau malah hanya membelai rambutku seadanya lalu duduk di sofa dan asyik berkutat dengan ponselmu?
Dear Ibu,
Tak tahukah engkau bahwa aku mengagumi kecantikanmu yang anggun?
Tak tahukah engkau bahwa ketika ibu guru menanyakan cita-citaku, aku menjawab “Ingin menjadi seperti ibu yang cantik dan serba bisa”?
Tapi mengapa? Mengapa kehadiranmu di rumah lebih banyak dihabiskan dengan menonton televisi agar kau tak ketinggalan satu episode pun acara kesayanganmu?
Dear Ayah dan Ibu,
Tak tahukah kalian bahwa ada bagian yang hilang dari diriku yang tidak kalian berikan kepadaku selama ini?
Tak merasakah kalian bahwa sikap keras kepalaku adalah bentuk protes untuk mendapat perhatian kalian?
Tak tahukah kalian bahwa rutinitas dan benda-benda yang menurut kalian penting, sebenarnya menjauhkanku dari kalian?
Dear Ayah dan Ibu,
Aku tak tahan lagi memendam perasaanku. Itu sebabnya, kuberikan kalian satu petunjuk untuk mengetahui apa yang kubutuhkan dan hilang dari keluarga kita selama ini. Kutinggalkan secarik pesan di deretan huruf tak berurutan ini, namun aku yakin Ayah dan Ibu bisa menangkap artinya dengan baik ketika kalian mengaksesnya.
Semoga pesanku kepada Ayah dan Ibu tersampaikan dengan baik dan semuanya akan menjadi lebih baik.
Salam sayang dari anakmu yang kesepian,
Ria
Tulisan ini terinspirasi oleh: #FamilyHug Campaign
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H