Mohon tunggu...
Vilza Avalda Fawalina
Vilza Avalda Fawalina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadyah Yogyakarta

tertarik dengan dunia tulis dan gambar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tayangan Eksploitasi Kemiskinan: Deritamu Bahagiaku

8 Januari 2024   23:35 Diperbarui: 8 Januari 2024   23:38 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Selain sebagai sarana komunikasi dan penyebaran informasi, media sosial juga menjadi salah satu tempat untuk mencari hiburan. Berbagai macam tontonan atau konten dapat di temukan di media sosial. Selain penikmat, para pembuat konten juga berlomba-lomba dalam menciptakan konten yang mampu menarik perhatian banyak khalayak. Salah satunya adalah membuat konten dengan mengangkat kisah kehidupan orang-orang yang berada di garis kemiskinan lalu dikemas ulang sebagai hiburan ringan yang dapat kita nikmati. Konten-konten tersebut biasanya menunjukan betapa sulitnya kehidupan orang miskin, sehingga mampu menarik empati dan minat khalayak untuk terus menonton.

Meskipun terlihat seperti upaya membantu meringankan beban orang yang tengah berada di garis kemiskinan. Namun ternyata tanpa kita sadari, fenomena ini mengarah pada eksploitasi kemiskinan atau disebut dengan proverty porn content. Wirodono, Sunardian (2006) dalam bukunya yang berjudul "Matikan TV Mu! Teror Media Televisi di Indonesia" mengatakan bahwa menjadikan penderitaan atau kemiskinan seseorang dengan menjadikanya sebagai tontonan merupakan eksploitasi kemiskinan. Proverty porn dalam screen industry mengarah pada jenis media apapun yang mengeksploitasi kemiskinan seseorang sebagai sajian hiburan bagi penonton (Roenigk, 2014).

Menjadikan penderitaan orang dalam kemiskinan sebagai tontonan sudah bukan merupakan hal baru. Bahkan sebelum media sosial merebak seperti sekarang ini, kemiskinan sering menjadi tema andalan untuk menarik pemirsa di TV. Beberapa contohnya seperti acara "Uang Kaget", "Jika Aku Menjadi", "Mikrofon Pelunas Hutang", dan "Orang Pinggiran". Acara-acara ini hanya sebagian kecil dari banyaknya program reality show dengan tema kemiskinan sebagai komoditas. Salah satu acara reality show yang sangat sukses menarik banyak penonton adalah "Bedah Rumah" yang di tayangkan di GTV.

Acara ini dibuat sedramatis mungkin untuk memikat hati penonton. Semakin susah kisah hidup dari si penerima bedah rumah, maka akan semakin menarik. Terbukti jika jam tayang acara "Bedah Rumah" ini berada di waktu primer time. Dikutip dari jurnal yang berjudul "Wajah Tayangan Prime Time Televisi Indonesia", pukul 18.00 -- 22.00 merupakan primer tme di Indonesia. Sedangkan jam tayang dari acara "Bedah Rumah" pukul 18.00 -- 19.30 WIB. Jadi dapat disimpulkan jika acara tersebut mendapatkan jumlah penonton dan pendapatan iklan yang banyak. Memang acara ini dibuat seakan bertema Charity Show, dimana nanti akan ada orang tidak mampu yang mendapat bantuan berupa bedah rumah. Tapi tanpa disadari acara ini seperti mengeksploitasi kemiskinan, yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dan juga rating yang tinggi.

Maka sekarang tak heran jika banyak konten-konten serupa banyak kita jumpai di media sosial, namun bukan lagi untuk mendapat ranting tetapi untuk mendapat like dan viewers yang banyak. Bahkan acara TV seperti "Bedah Rumah" dan "Uang Kaget" juga di tayangkan di YouTube. Ada banyak konten-konten serupa yang bisa kita temukan di YouTube. Salah satunya adalah konten yang dibuat oleh akun YouTube Baim Paula. Akun ini dijalankan oleh salah satu artis di Indonesia yaitu Baim Wong dan istrinya. Dia sering mengunggah video yang sedang memperlihatkan dirinya mendatangi orang-orang miskin yang mengalami penderitaan dalam hidupnya.

Dia lalu mengulik kisah hidup orang tersebut dengan begitu dramatis dan menyentuh hati para penontonya dan nanti ia akan memberikan bantuan. Dia mengarahkan penonton pada emotional appeal yaitu rasa simpati akan kisah dari orang miskin yang ia datangi. Konten-konten tersebut suskses meningkatkan subscribers di akun YouTube Baim Wong. Bahkan dilansir dari Detik.com Baim Wong mendapat peringkat ke 6 sebagai youtubers Indonesia dengan penghasilan terbanyak yaitu mencapai Rp 97;5 juta hingga 1,55 miliar per bulan.

 Sungguh angka yang sangat fantastis. Selain di YouTube di media sosial lain seperti TikTok juga banyak bersliweran konten yang mengeksploitasi kemiskinan. Salah satunya adalah konten mandi lumpur. Konten ini menggunakan fitur live streaming di TikTok dengan memanfaatkan para lansia kurang mampu untuk mandi lumpur agar mendapat empati dan bahkan gift atau saweran dari penonton. 

Dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 adalah sebesar 9,36 persen sebesar 25,90 juta orang. Memang faktanya kita sering menemui orang miskin di sekitar kita dengan segala  kisah penderitaan dan perjuangan untuk tetap hidup. Namun sekarang hal ini justru dijadikan sebagai ide atau kesempatan bagi para konten kreator. Alih-alih membantu untuk keluar dari kemiskinan, mereka malah memanfaatkan situasi ini. Rasa sedih dan penderitaan dari orang-orang miskin ini di jual untuk di jadikan tontonan yang kita anggap sebagai hiburan.

Apa yang didapatkan oleh orang-orang miskin dalam konten tentu tidak seberapa, dibandingkan dengan apa yang didapat oleh si pembuat konten. Dan mirisnya kita sebagai penonton tanpa sadar telah diperalat oleh para pembuat konten untuk mendatangkan keuntungan yang besar bagi mereka.

Bukankah begitu memilukan ketika kita membuat orang lain tampak lebih menyedihkan dari pada manusia lain hanya demi konten dan keuntungan semata. Kita perlu memahami jika tidak semua orang ingin di gambarkan dengan kondisi tidak berdaya dan tidak mampu dihadapan khalayak. Maka dari itu perlu adanya peningkatan kesadaran para pengguna media sosial tentang konten yang mengarah pada eksploitasi kemiskinan. Selain itu perlu juga untuk meningkatkan pemahaman kritis agar kita mampu untuk mengidentifikasi konten yang mengeksploitasi kemisinan.

Dengan terus menonton tayangan yang mengeksploitasi kemiskinan dan menganggap itu sebagai bentuk dari charity maka kita termasuk khalayak yang di jelaskan dalam teori Jarum Hipodermik. Didalam buku "Psikologi Komunikasi", dijelaskan bahwa teori Jarum Hipodermik mengasumsikan jika media memiliki kekuatan yang sangat prakasa dan kita sebagai komunikan di anggap pasif. Khalayak dalam teori ini dianggap hanya sebagai  sekumpulan orang homogen yang mudah di pengaruhi. Padahal di era sekarang ini dengan adanya sosial media dan dimana teknologi maju begitu pesat. Kita seharusnya bukan hanya menjadi komunikan yang hanya bisa menerima pesan dan mudah dipengaruhi. Seharusnya kita bisa lebih aktif dalam memilih konten, tontonan atau informasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun