Tahukah anda bahwa pakaian yang telah dimiliki turut serta menemani perjalanan karir dan hidup kita? Ketika membuka kembali lemari baju, pasti didapati seolah-olah melihat sebuah timeline, layaknya update status atau tweet di media sosial. Pakaian anda ikut menghiasi setiap momen. Ada kebahagiaan, perjuangan, atau tantangan yang dihadapi bersamanya.
Aktivitas kita selama ini tentu tidak terlepas dari penampilan, khususnya bagaimana kita mengenakan pakaian yang pantas. Seperti yang telah diketahui, pakaian dikenakan dengan menyesuaikan dimana seseorang berada. Oleh karena itu, sering dipahami adanya pakaian formal dan non-formal.
Ketika masih kecil, kita pasti lebih sering memakai kaos. Kenapa? Karena usia anak-anak adalah waktunya bermain. Aktivitas lebih banyak bersama teman-teman. Makanya, kita hanya punya sedikit kemeja saat itu. Ibu membelikan kemeja kotak-kotak atau overall untuk kalau berkunjung kerumah nenek, menemaninya ke bank, atau merayakan hari raya.
Makin Dewasa, Makin Banyak Pakaiannya
Keadaannya berbeda ketika mulai tumbuh remaja. Kita akan lebih punya baju yang lebih rapi dan sopan. Normalnya ya seperti itu. Masa itu adalah saat seseorang mulai berorganisasi. Apalagi, kita sudah mulai mengenal kekasih. Hal-hal semacam ini mungkin tidak disadari. Meskipun saat ini sudah dewasa, terkadang kita masih bingung akan membeli baju apa. Atau, jenis baju apa yang diprioritaskan.
Suka dengan gaya casual? Atau sudah mem-branding sebagai seseorang yang punya gaya sendiri? Kadang perlu untuk membuka diri pada hal di luar yang biasa. Wawasan seseorang akan lebih terbuka ketika memasuki perguruan tinggi. Untuk yang baru saja lulus SMA, lengkapi lemari baju anda dengan jas (bagi pria) atau blazer (bagi wanita). Beberapa universitas mengharuskan mahasiswa nya untuk memakai pakaian tersebut, selain jas almamater, khususnya untuk pendadaran skripsi.
Saya merasakannya. Ketika kuliah S1, aktivitas kampus masih mengharuskan memakai almamater. Kenyataan kemudian berkembang ketika saya melanjutkan studi S2. Kuliah S2 akan membawa kita bertemu lebih banyak orang dan peristiwa, seperti bertemu pakar dan peneliti dalam pertemuan ilmiah. Pasti seperti itu, karena mahasiswa pascasarjana digiring untuk profesional. Jangan lupa, lengkapi koleksi pakaian dengan dasi dan celana halus ya...
Perbendaharaan pakaian kita mencerminkan kepribadian. Inilah yang sering disosialisasikan oleh para desainer fashion. Mereka cenderung menekankan pada kepribadian yang tematik, contohnya sportif, atraktif, atau elegan.
Di sisi lain, begitu kayanya koleksi pakaian menunjukkan pribadi yang terbuka, tidak tertutup. Minimal, persiapkan sepasang untuk setiap seting acara. Misalnya, untuk menghadiri pernikahan, hari raya, tamasya,seminar, bahkan pemakaman; karena tidak semua acara senang-senang saja, tetapi juga ada yang syahdu, sendu, dan haru. Itu berarti kita adalah juga pribadi yang sosial. Sebenarnya, itu lah kita di tengah hidup bermasyarakat. Terus setiap harinya berhubungan dengan berbagai macam orang dengan karakternya
Memahami Sesama
Pakaian juga sebagai medium untuk memahami sesama. Bagaimana bisa? Setiap hari minggu, Harian KOMPAS menampilkan berbagai peragaan busana baik untuk pria dan wanita. Dari situ,.kita bisa memahami bagaimana seseorang berkreasi menampilkan sisi menarik. Menarik dari bermacam-macam sudut pandang. Corak warna dan potongan pakaian adalah contoh ketika melihat sumber daya yang dikenakan. Kalau dari penggunanya, dapat dilihat bahwa model-model punya badan yang ramping, wajah yang segar dan bersih; tampak sesuai dengan pakaian-pakaian yang dikenakan. Itu juga mengajarkan dan memberikan referensi merawat diri.
Bukan membuat kita konsumtif, tetapi menampilkan pribadi yang menarik dan sosial. Baju dan setelan yang rapi dan sopan kalau dipadu-padankan juga ide bagus. Tidak harus baru. Bisa aja anda jadi trendsetter.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H