Mohon tunggu...
Viky Amartya Nakmofa
Viky Amartya Nakmofa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik Negeri Media Kreatif

Halo Beta Viky! Beta lahir dan besar di Kupang,NTT dan sekarang Beta kuliah di Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta Prodi Penyiaran.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tulisan Antara Jarak

22 September 2024   21:21 Diperbarui: 22 September 2024   21:22 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam itu, di bawah naungan bintang-bintang yang kelap-kelip di langit Jakarta, seseorang duduk di balik mejanya dengan lampu temaram. Pukul sudah menunjukkan 23:11 WIB, namun pikirannya tak bisa tenang. Lagu "Bersamamu" dari Jaz mengalun lembut di telinga, menciptakan suasana melankolis yang tak tertahankan. Jari-jarinya bergerak lincah di atas keyboard, menuliskan sebuah surat yang begitu penuh dengan cinta dan kerinduan.

"Dear Ika," tulisnya dengan hati-hati, memulai surat yang terasa sangat penting bagi dirinya.

Dia, pria yang penuh cinta, bernama Rio. Perjalanan hidupnya dalam cinta bersama Ika telah penuh dengan liku, namun juga dipenuhi momen-momen yang manis. Malam itu, Rio menuliskan isi hatinya dengan harapan agar surat tersebut dapat menghapuskan segala kecemasan yang mungkin sedang melanda hati Ika, terutama setelah percakapan emosional yang mereka lakukan beberapa malam sebelumnya.

Ika, seorang perempuan dengan hati lembut, adalah kekasih Rio. Mereka terpisah oleh jarak ribuan kilometer; Ika berada di Ende, sementara Rio harus tetap tinggal di Jakarta untuk bekerja. Setiap malam, jarak tersebut terasa semakin panjang, terutama saat keraguan menghantui mereka berdua.

Rio mengingat percakapan terakhir mereka. Ika mengirim pesan, menanyakan apakah dia pantas bersanding dengan Rio. Pertanyaan yang membingungkan, tapi Rio tahu betul alasan di baliknya. Tekanan hidup, kelelahan, dan rasa takut kehilangan orang yang dicintai memang bisa membuat hati menjadi goyah. Tapi bagi Rio, tidak ada keraguan sedikitpun. "Kamu sangat pantas," tulisnya lagi dalam surat itu. "Bahkan, aku sudah membayangkan masa tua kita bersama. Bayangkan saja, kita duduk di teras rumah kecil kita, menikmati senja bersama di hari-hari terakhir kehidupan kita. Itu adalah mimpi terindahku."

Saat menulis kalimat ini, air mata kecil menggantung di sudut mata Rio. Dia merasakan betapa besar cintanya pada Ika dan betapa sulit jarak itu membuat mereka bertahan. Namun, Rio percaya mereka bisa melewati segalanya. Mereka sudah pernah melewati hal-hal yang jauh lebih berat.

Rio teringat momen-momen ketika mereka bersama, terutama saat dia menempuh perjalanan panjang dari Jakarta menuju Ende. Lima hari perjalanan yang melelahkan menggunakan kapal, tapi setiap detik terasa begitu berarti ketika akhirnya dia bertemu dengan Ika. Mata mereka bertemu, dan dunia seakan berhenti sejenak. Mereka saling berpelukan, seakan tidak ada yang bisa memisahkan mereka lagi. Saat itu, mereka sangat bahagia, meskipun kebersamaan itu hanya berlangsung selama sebulan. Satu bulan yang sangat berarti bagi Rio.

Namun, kenangan manis itu juga diselimuti kesedihan. Rio tak akan pernah melupakan hari terakhirnya di Ende, saat dia harus kembali ke Jakarta. Saat itu, di bandara, Ika menangis dalam pelukannya. Air mata perempuan itu membuat hati Rio terasa hancur berkeping-keping. Dia merasa seperti orang yang paling bersalah di dunia, meninggalkan perempuan yang paling dicintainya. "Maaf," tulis Rio dalam suratnya, "maafkan aku yang selalu memaksamu, yang selalu membuatmu cemas. Aku akan terus berjuang agar kita bisa bersama lagi, di tempat yang sama, di kota yang sama."

Rio tahu bahwa hidup di Jakarta jauh dari ideal baginya, apalagi ketika dia tahu Ika sedang berjuang sendirian di Ende. Dia sedang mencari jalan agar bisa bekerja di Ende dan bisa bersama dengan kekasihnya, karena bagi Rio, tidak ada yang lebih penting selain menjaga Ika dan membahagiakannya. Setiap doa yang dipanjatkannya selalu berisi harapan agar mereka bisa bersatu tanpa harus terpisah oleh jarak lagi.

Malam terus berjalan, dan lagu berikutnya yang diputar di telinga Rio adalah "Penjaga Hati" dari Nadhif Basalamah. Liriknya tentang mencintai seseorang dengan sepenuh hati, tentang bersedia menempuh segala rintangan demi cinta, terasa sangat relevan dengan apa yang Rio rasakan. Dia mengingat perjalanan mereka, bagaimana dia rela menempuh jarak yang begitu jauh hanya untuk bisa bertemu sebentar dengan Ika. "kan ku daki pegunungan Himalaya," pikir Rio sambil tersenyum kecil, mengutip lirik dari lagu itu.

Namun, meski hatinya dipenuhi dengan cinta yang mendalam, Rio juga merasa perlu meminta maaf. Selama hubungan mereka, mungkin ada banyak momen di mana dia membuat Ika merasa tidak nyaman, atau bahkan terluka. Dia ingin belajar menjadi lebih baik, menjadi seseorang yang layak bagi Ika. Dia ingin hubungan mereka tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh semakin kuat seiring berjalannya waktu.

Saat menulis paragraf terakhir, Rio merasa sedikit lebih tenang. Dia tahu surat ini mungkin tidak akan menyelesaikan semua masalah yang mereka hadapi, tetapi dia berharap surat ini bisa menjadi pengingat bagi Ika bahwa Rio selalu mencintainya. Bahwa dia akan selalu berusaha untuk membuatnya bahagia, dan bahwa dia tidak akan pernah menyerah pada cinta mereka, tak peduli seberapa besar rintangan yang harus mereka hadapi.

"Jakarta, 20 September 2024," tulis Rio, menandai akhir dari surat panjang yang penuh dengan perasaan. Dia menghela napas, memandang layar laptopnya sebentar, lalu dengan perasaan lega, dia menekan tombol 'kirim'. Surat itu, sederhana namun mendalam, kini telah sampai ke tangan orang yang paling dia cintai.

Pagi di Ende datang dengan udara yang sedikit hangat. Matahari baru saja terbit, dan sinarnya yang keemasan mulai menyusup melalui celah-celah jendela kamar Ika. Suasana tenang pagi itu membuat Ika terbangun dari tidurnya. Dia meraih ponsel di samping tempat tidur, dan melihat ada satu notifikasi pesan masuk dari Rio. Dengan hati yang berdebar, dia membuka pesan itu.

Surat cinta dari Rio.

Ika membaca dengan saksama, setiap kata, setiap kalimat, setiap paragraf. Air matanya tak bisa ditahan lagi, mengalir lembut di pipinya. Bukan karena sedih, tetapi karena perasaan bahagia dan tersentuh. Semua kekhawatiran yang dia rasakan semalam perlahan memudar seiring dengan kata-kata cinta yang dia baca. Surat itu adalah pengingat bahwa meskipun jarak memisahkan mereka, cinta Rio selalu hadir untuknya, selalu ada untuk menguatkan hatinya.

Surat itu membuat Ika tersenyum kecil di antara air matanya. Dia merasa lega. Dia tahu bahwa Rio benar-benar mencintainya, bahwa mereka akan bisa melewati semua tantangan ini bersama-sama. Jarak, sekeras apapun, tak akan bisa memisahkan mereka.

Ika menutup matanya sejenak, merasakan hangatnya cinta Rio melalui surat itu. Di dalam hati, dia berdoa, berharap agar Tuhan memberi mereka kesempatan untuk bersama lagi, tanpa jarak yang memisahkan. "Aku mencintaimu, Rio," bisiknya pelan. "Dan aku akan menunggumu di sini, di Ende, sampai kita bisa bersama lagi."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun