Dalam dinamika politik modern, istilah "negarawan" dan "politikus" sering digunakan secara bergantian, namun pada hakikatnya mereka menggambarkan dua paradigma yang sangat berbeda dalam pendekatan, visi, dan komitmen terhadap negara. Perbedaan antara seorang negarawan dan politikus bukan sekadar retorika; ia merupakan perbedaan mendasar yang memengaruhi cara pengambilan keputusan dan dampaknya terhadap masyarakat.
Seorang negarawan adalah seseorang yang menempatkan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Mereka adalah sosok yang memiliki visi jauh ke depan, mampu berpikir melampaui masa jabatan atau keuntungan politik sesaat. Dalam sejarah, kita melihat figur-figur seperti Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, dan Soekarno sebagai contoh dari sosok negarawan---mereka yang mampu mengorbankan ambisi pribadi demi kebaikan kolektif. Negarawan sering diingat bukan karena taktik politiknya, tetapi karena warisan kepemimpinan mereka yang meninggalkan dampak positif dan berkelanjutan bagi bangsa dan dunia.
Di sisi lain, politikus seringkali dianggap sebagai sosok yang lebih pragmatis---atau, dalam beberapa kasus, oportunis. Pola pikir mereka berorientasi pada kepentingan politik jangka pendek, popularitas, atau kemenangan dalam pemilihan. Tidak jarang, politisi rela menghalalkan berbagai cara, termasuk manipulasi opini publik, menyulut ketegangan sosial, atau menjanjikan program populis tanpa landasan kuat, hanya untuk meraih simpati dan dukungan sementara. Dalam banyak situasi, mereka berpikir dengan horizon waktu yang lebih pendek, berfokus pada apa yang bisa mereka dapatkan dalam masa jabatan tertentu, daripada apa yang baik untuk jangka panjang.
Negarawan cenderung memandang politik sebagai sarana untuk melayani, bukan untuk berkuasa. Mereka menghormati demokrasi, bukan sekadar sebagai alat untuk memenangkan pemilihan, tetapi sebagai sistem yang harus dipelihara dengan kejujuran, transparansi, dan dedikasi. Komitmen mereka terhadap integritas pribadi dan kolektif tidak goyah meskipun berada di bawah tekanan. Sosok negarawan bisa saja tidak selalu populer pada masa jabatannya, tetapi dihargai kemudian hari karena keputusan-keputusan mereka yang berdampak positif secara jangka panjang.
Di sisi lain, politikus seringkali bermain dalam wilayah abu-abu moralitas. Mereka cenderung lebih fokus pada hasil yang cepat, tanpa mempertimbangkan implikasi jangka panjang. Dalam konteks demokrasi modern, politikus sering terjebak dalam siklus pemilu yang menyebabkan mereka lebih memperhatikan survei, citra publik, dan opini sesaat, daripada memikirkan solusi nyata atas masalah-masalah fundamental yang dihadapi masyarakat. Akibatnya, kebijakan yang mereka usung sering kali dangkal, tidak berkelanjutan, dan penuh dengan kompromi yang hanya menguntungkan mereka atau kelompoknya.
Perbedaan kunci lainnya adalah cara pandang terhadap kekuasaan. Bagi seorang negarawan, kekuasaan adalah alat untuk menciptakan perubahan yang lebih baik dan memperkuat institusi negara. Mereka memahami bahwa kekuasaan harus digunakan dengan bijak dan bertanggung jawab, karena dampaknya terhadap jutaan orang. Dalam benak mereka, pertanyaan utamanya selalu: "Apa yang terbaik untuk negara?" Bagi politikus, kekuasaan lebih sering dilihat sebagai tujuan akhir itu sendiri, sarana untuk mencapai kepentingan pribadi, atau mempertahankan status quo politik mereka. Dalam banyak kasus, politikus akan mengesampingkan etika demi ambisi mereka sendiri.
Namun, apakah setiap politisi tidak bisa menjadi negarawan? Tidak selalu. Sejarah mencatat bahwa ada politikus yang, meskipun memulai karier dengan ambisi pribadi, berkembang menjadi negarawan seiring dengan meningkatnya pemahaman mereka tentang tanggung jawab yang mereka emban. Ini terjadi ketika mereka berhasil melampaui egoisme politik dan memilih untuk berpihak pada kepentingan bersama, meskipun itu berarti mengorbankan karier politik mereka.
Pada akhirnya, dunia politik akan selalu membutuhkan kedua tipe ini---negarawan dan politikus. Namun, masyarakat harus cerdas dalam mengenali siapa yang benar-benar berjuang untuk kepentingan negara, dan siapa yang hanya berjuang untuk kepentingan pribadinya. Dalam era disrupsi informasi dan berita palsu seperti sekarang, perbedaan antara kedua peran ini mungkin tampak kabur, tetapi dampak nyata dari keputusan yang diambil oleh keduanya akan sangat terasa dalam kehidupan kita sehari-hari.
Oleh karena itu, kita sebagai warga negara harus selalu kritis, tidak hanya terhadap kebijakan, tetapi juga terhadap motif di balik setiap tindakan politik yang dilakukan oleh pemimpin kita. Masyarakat yang sehat adalah masyarakat yang dipimpin oleh para negarawan, bukan politikus. Dan tugas kita adalah mendorong munculnya lebih banyak negarawan di tengah sistem politik kita.
-Victor Rega-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H