Mohon tunggu...
Viktor Rega
Viktor Rega Mohon Tunggu... Guru - Apa adanya, berjuang untuk menjadi berarti bagi orang lain.

Saya lahir di sebuah dusun kecil . Berjuang menggapai mimpi dengan cara yang berbeda dan luar biasa, menepis segala keraguan bahwa hidup harus diperjuangkan. Menjadi penjual kue keliling kampung ketika duduk dibangku SMP, bekerja sawah membanting tulang untuk membiayai hidup keluarga dan sekolah ketika SMA, karena ayah tercinta sakit-sakit. Menjadi kuli bangunan, tukang sapu jalan, dan Satpam ketika kuliah. Dan sampai detik ini, masih terus berjuang untuk kehidupan baru bagi isteri dan kedua anak-anakku. Entah sampai kapan, manusia tak ada yang tahu. Satu yang pasti, bahwa hidup terus berjalan sampai kita sudah tak mampu lagi berjalan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Langkah Bersama di Jalan Takdir (3)

25 September 2024   00:17 Diperbarui: 25 September 2024   00:23 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi suasana di desa (dokpri)

 

Bagian 3 : Di Balik Tirai Ketenangan

Hari pertama Raisa dan Ardi di desa berlalu dengan penuh rasa ingin tahu dan penyesuaian. Keduanya menghabiskan waktu untuk mengenal lingkungan baru mereka dan mulai berinteraksi dengan penduduk desa. Mereka merasa bahwa desa ini, meskipun sederhana, menawarkan ketenangan yang sulit mereka temukan di kehidupan kota.

Raisa memutuskan untuk bergabung dengan sebuah kelompok seni lokal yang sedang mengerjakan proyek mural di dinding komunitas. Setiap hari, dia menghabiskan waktu dengan para seniman desa yang ramah, belajar tentang teknik melukis tradisional sambil berkontribusi pada proyek tersebut. Meskipun awalnya merasa canggung, Raisa mulai menikmati proses kreatif dan merasakan semangat baru yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

Sementara itu, Ardi meluangkan waktunya untuk menjelajahi keindahan alam sekitar dan mencari inspirasi untuk bukunya. Dia sering duduk di tepi sungai, menulis di buku catatannya, atau berjalan-jalan di antara pepohonan dan sawah. Dia merasa bahwa suasana desa memberi dia ruang yang dia butuhkan untuk merenung dan menyusun ide-idenya.

Pada hari ketiga, Raisa dan Ardi secara tidak sengaja bertemu di sebuah kafe kecil di tengah desa yang mereka belum pernah kunjungi sebelumnya. Kafe itu, meskipun sederhana, memiliki suasana yang nyaman dengan pemandangan luar ruangan yang menakjubkan. Mereka saling menyapa dan mulai berbicara tentang pengalaman mereka sejauh ini.

"Sepertinya kita sama-sama menemukan tempat yang nyaman di sini," kata Raisa sambil menyeruput kopi. "Saya baru saja mulai membantu dengan proyek mural di komunitas."

"Dan saya sedang mencari inspirasi di alam," balas Ardi. "Sepertinya desa ini memiliki kekuatan untuk mengubah perspektif kita."

Mereka berbicara panjang lebar tentang proyek dan tujuan mereka, serta tantangan yang mereka hadapi. Percakapan mereka terasa alami dan menyenangkan. Keduanya mulai merasa bahwa mereka tidak sendirian dalam perjalanan ini.

Namun, di balik kebahagiaan dan kemajuan mereka, ancaman dari Rina dan Eko mulai mengintai. Rina, yang merasa kesal karena Raisa tampaknya semakin bahagia di desa, mulai meningkatkan usahanya untuk menggagalkan program seni tersebut. Dia mengirimkan surat-surat yang semakin mencurigakan kepada Raisa, mengklaim bahwa ada masalah dengan program tersebut dan bahwa Raisa harus berhati-hati.

Sementara itu, Eko mulai menyebarkan desas-desus tentang Ardi di kalangan penduduk desa. Dia mengklaim bahwa Ardi adalah seorang penulis yang hanya mencari perhatian dan tidak memiliki bakat nyata. Eko berharap bahwa desas-desus ini akan mempengaruhi persepsi penduduk desa terhadap Ardi, yang pada gilirannya dapat menghalangi inspirasi dan dukungan yang dia butuhkan.

Pada suatu sore, Raisa menemukan sebuah surat di depan pintu rumahnya. Surat itu berbicara tentang potensi risiko kesehatan yang mungkin timbul dari lingkungan desa, dengan catatan bahwa beberapa orang mungkin tidak siap untuk kondisi tersebut. Raisa merasa khawatir, tetapi memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan surat tersebut, menganggapnya sebagai upaya untuk membuatnya merasa tidak nyaman.

Di sisi lain, Ardi merasa tertekan setelah mendengar desas-desus yang tersebar tentang dirinya. Meskipun dia berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaannya, dia merasa bahwa upaya Eko mungkin mulai mempengaruhi suasana hatinya. Dia bertanya-tanya apakah ada kebenaran di balik rumor-rumor tersebut dan bagaimana hal itu bisa memengaruhi hasil karyanya.

Kehidupan di desa berlanjut dengan dinamika baru yang melibatkan Raisa dan Ardi. Mereka mulai lebih dekat satu sama lain, saling berbagi pengalaman dan tantangan mereka. Raisa merasa terinspirasi oleh ketulusan dan dedikasi para seniman desa, sementara Ardi mulai menemukan ide-ide baru untuk bukunya berkat keindahan alam sekitar.

Namun, mereka tidak menyadari bahwa intrik dan sabotase yang dilakukan oleh Rina dan Eko semakin intensif. Rina terus berusaha untuk menciptakan ketidaknyamanan bagi Raisa, sementara Eko berupaya untuk merusak reputasi Ardi. Tantangan-tantangan ini mulai membentuk latar belakang yang menegangkan bagi perjalanan Raisa dan Ardi di desa.

bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun