Dan sifat jujur tersebut ditanamkan sejak anak usia dini. Anak harus dibiasakan untuk bersifat jujur, yakni mulai dari hal-hal paling kecil.
Misalkan, dalam kesempatan kebersamaan di rumah sehabis makan malam, orang tua (bapak/ibu) menasehati, "Nak, kalau mau bermain dengan teman-teman, izin kepada bapak atau mama, supaya bapakmama tahu kamu berada di mana."
"Nak, jika kamu mengalami terluka akibat jatuh karena berbenturan dengan teman saat bermain bola, sampaikan kepada bapak mama, kami tidak marah kok."
Dengan itu, anak akan terbiasa sampai pada hal-hal yang lebih besar. Saya memiliki anak laki-laki yang saat ini sudah bersusia 14 tahun.Â
Setiap kali mau keluar rumah, ia selalu meminta izin kepada kami dan selalu dengan perjanjian bahwa ia pulang jam sekian. Dan betul, ia pulang rumah tepat pada jam yang dijanjikan.Â
Suatu kali, sehabis dari bermain bola bersama teman seusianya, dia pulang rumah memeluk mamanya dengan menangis, "Mama, saya minta maaf, tadi saya jatuh dan pergelangan tangan saya sakit sekali."
Sebagai orang tua, apakah marah? Tentu tidak! Kejujuran anak yang membuat orang tua rapuh dan bersyukur, sehingga bisa mengambil langkah tepat dalam penanganan rasa sakit yang diderita. Ceritanya akan berbeda jika anak tidak bersikap jujur perihal peristiwa yang dialaminya.Â
Sudah tentu orang tua hanya bisa melihat perubahan dalam diri anak yang berubah menjadi pemurung. Ditambah lagi dengan komplikasi akibat benturan pada pergelangan tangan dan anggota tubuh lainnya yang ternampak pada suhu tubuh meningkat (badan panas), selera makan berkurang karena menahan perih.Â
Sebagai orang tua pasti kalut dan ceroboh dalam penanganan, misalkan bawa ke dokter dan dokter mendiagnosa berbeda dengan sakit yang diderita anak dan memberikan obat yang tidak sesuai dengan sakit. Akibatnya? Tentu kita sudah bisa tebak.Â
Oleh karena itu, betapa pentingnya karakter kejujuran ditanamkan dalam diri anak dalam keluarga mulai dari hal yang paling kecil.Â