Mohon tunggu...
Viktor Rega
Viktor Rega Mohon Tunggu... Guru - Apa adanya, berjuang untuk menjadi berarti bagi orang lain.

Saya lahir di sebuah dusun kecil . Berjuang menggapai mimpi dengan cara yang berbeda dan luar biasa, menepis segala keraguan bahwa hidup harus diperjuangkan. Menjadi penjual kue keliling kampung ketika duduk dibangku SMP, bekerja sawah membanting tulang untuk membiayai hidup keluarga dan sekolah ketika SMA, karena ayah tercinta sakit-sakit. Menjadi kuli bangunan, tukang sapu jalan, dan Satpam ketika kuliah. Dan sampai detik ini, masih terus berjuang untuk kehidupan baru bagi isteri dan kedua anak-anakku. Entah sampai kapan, manusia tak ada yang tahu. Satu yang pasti, bahwa hidup terus berjalan sampai kita sudah tak mampu lagi berjalan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Empat Pendidikan Karakter di Keluarga yang Berdaya Guna bagi Anak

15 Desember 2021   22:02 Diperbarui: 21 Desember 2021   18:39 1265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Misalkan, orang tua selalu melibatkan anak-anak (berapapun usianya) untuk melaksanakan doa bersama pada tempat yang sudah disediakan khusus untuk melaksanakan doa bersama di rumah setiap hari (pagi dan malam). 

Orang tua mengajarkan bagaimana bersikap (baik) dalam berdoa. Anak-anak diberi kesempatan untuk memimpin doa dengan bahasanya sendiri. 

Ilustrasi ibadah | Sumber: Shutterstock
Ilustrasi ibadah | Sumber: Shutterstock
"Karena doa sebenarnya saat dimana kita berbicara dengan Tuhan. Tuhan tidak membutuhkan kata-kata indah, kalimat yang panjang, tetapi kata-kata yang muncul dari hati yang keluar secara spontan. Tuhan sebenarnya sudah tahu sebelum kita berbicara dengan-Nya."

Ini yang harus selalu orang tua tanamkan dalam diri anak, sehingga anak-anak tidak merasa rendah diri dan enggan untuk memimpin doa ketika dipercayakan.

Suatu waktu, kurang lebih dua belas tahun yang lalu. Kala itu, saya sakit dan harus opname di rumah sakit selama dua minggu. 

Kedua anak-anak saya masih balita, anak pertama berusia 3,5 tahun dan anak kedua berusia 2 tahun. Yang menjaga selama saya di rumah sakit adalah isteri saya sedangkan kedua anak saya bersama pengasuhnya di rumah.

Tak diduga, kedua anak saya duduk menangis di tempat yang biasanya kami berdoa bersama di rumah. 

Terdengar oleh pengasuh, kedua anak saya menangis sambil memegang uang lembaran dua ribu,"Tuhan, sembuhkan bapak, kami sangat sedih, kami di rumah tidak ada orang, mama jaga bapak di rumah sakit, ini saya punya uang dua, Tuhan sembuhkan bapak saya, uang ini saya kasih Tuhan."

Dan ini diceritakan kembali pengasuh, ketika saya sudah diperbolehkan pulang ke rumah oleh dokter. Jujur, terharu mendengar cerita pengasuh tersebut. 

Namun dalam hati bahagia, ternyata nilai religius yang ditanamkan kepada anak-anak seperti melibatkan mereka berdoa bersama dapat diteladani oleh mereka walaupun diusia yang masih balita.

Kejujuran. Yang paling utama menanamkan sifat jujur pada diri anak dalam keluarga adalah kedua orang tua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun