Berbicara tentang guru, mengingatkan pada sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Iwan Fals di era -90-an
Tas hitam dari kulit buaya
Selamat pagi
Berkata bapak Umar Bakri
Ini hari aku rasa kopi nikmat sekaliTas hitam dari kulit buaya
Mari kita pergi memberi pelajaran ilmu pasti
Itu murid bengalmu mungkin sudah menungguLaju sepeda kumbang di jalan berlubang
Selalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang
Terkejut dia waktu mau masuk pintu gerbang
Banyak polisi bawa senjata berwajah garangBapak Umar Bakri kaget apa gerangan?
"Berkelahi pak!" jawab murid seperti jagoan
Bapak Oemar Bakrie takut bukan kepalang
Itu sepeda butut dikebut lalu cabut kalang kabut
Cepat pulangBusyet
Standing dan terbangOemar Bakrie Oemar Bakre
Pegawai negeri
Oemar Bakrie Oemar Bakrie
Empat puluh tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbakti memang makan hatiOemar Bakri Oemar Bakrie
Banyak ciptakan...
Dalam permenungan panjang di tanah air ini,  guru terpuruk karena identik dengan pekerjaan untuk orang miskin. Lewat sosok guru Oemar Bakrie yang menjadi tokoh lagu tersebut, Iwan Fals menyenandungkan balada tentang hidup pahit guru. Sepahit apapun Iwan Fals menyanyikan  baladanya, guru tetap ada dan mengabdi bagi anak negeri.
Guru lahir dari panggilan nurani tanpa tendensi yang mengisi ruang hati. Guru ada karena dorongan jiwa dalam memanusiakan anak bangsa, seperti dalam lagu "Jasamu Guru" yang dipopulerkan oleh M. Isfanhari pada era 90-an;
Kita jadi bisa menulis dan membaca karena siapa
Kita jadi tahu beraneka bidang ilmu dari siapa
Kita jadi pintar dibimbing pak guru
Kita bisa pandai dibimbing bu guru
Gurulah pelita penerang dalam gulita
Jasamu tiada tara
Kita jadi bisa menulis dan membaca karena siapaKita jadi tahu beraneka bidang ilmu dari siapa
Kita jadi pintar dibimbing pak guru
Kita bisa pandai dibimbing bu guru
Gurulah pelita penerang dalam gulita
Jasamu tiada tara
Gurulah pelita penerang dalam gulitaJasamu tiada tara
Keberadaan guru sebagai lentera jiwa (pemberi pengetahuan) untuk menerangi kegelapan (kebodohan).
Lebih dari semua itu, tahukah anda bahwa guru adalah profesi yang bernyali?
Untuk menjadi  guru di jaman ini, dibutuhkan sosok yang bernyali. Jika tidak, orang tak bakalan menjadi guru. Bisa dibayangkan seorang guru honorer atau guru tidak tetap yang diupah dari dana BOS yang pencairannya dengan tahapan-tahapan tertentu.Empat sampai lima bulan baru menerima upah setelah pencairan. Artinya, selama empat atau lima bulan sebelum pencairan, guru harus benar-benar ikat perut menahan lapar dan dahaga.Â
Bagaimana dengan isteri dan anak-anaknya?
Di sini guru yang bernyali akan mencari daya dan upaya bagaimana asap dapur tetap mengepul yaitu dengan gali lubang (ngutang), setelah uang ada lubangnya ditutup kembali (melunasi). Belum lagi, upah yang diterima jauh dibawah upah minimum karena harus disesuikan dengan rencana kerja sekolah tempat mengabdi yang jumlah dana BOS berbanding lurus dengan jumlah siswa di setiap satuan unit pendidikan. Guru yang tidak bernyali  dengan  kondisi yang demikian, suatu keniscayaan seorang bertahan tetap menjadi guru. Ia akan banting stir ke profesi lain. Kenyataanya tidak.
Kenapa?
Karena guru adalah profesi yang membutuhkan nyali. Memerlukan  keberanian untuk menerima segala konskuensi dari keputusan yang dipilih.