Mohon tunggu...
Vikri Putra Andana
Vikri Putra Andana Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Hanya ingin berbagi apa yang ada di pikiran untuk dituang menjadi tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ngulik Buku Filosofi Teras

23 Mei 2021   19:30 Diperbarui: 23 Mei 2021   22:36 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Betapa uniknya hidup, terkadang kita dituntut untuk berlelah tapi juga dipaksa untuk mengalah. Semua itu tanda bahwa memang manusia adalah makhluk lemah.

Kita lemah tetapi kuat.

Kita sangat lemah dalam hal yang di luar kendali kita, bahkan kita tidak punya kuasa apa-apa terhadapnya. Namun, kita bisa menjadi kuat dengan hal yang dalam kendali kita.

Inilah yang disebut dalam buku filosofi teras dengan "Dikotomi Kendali", yang sederhananya adalah pemisahan kendali atas diri kita. Bingung? Mari menyelam pelan pelan.

Beberapa tahun belakang, isu kesehatan mental sangat sering dibahas di sosial media, ditambah dengan kondisi pandemi yang mengharuskan semua orang mengurung diri di rumah, menjadikan isu ini sangat asik untuk dibahas. Tapi gilanya, semakin orang-orang membahas isu ini, juga semakin meningkat orang yang terkena gejala kesehatan mental. Orang-orang mulai mengenal istilah insecure, anxiety, depresi, bla bla bla, hingga gejala tersebut dijadikan 'keren kerenan' untuk yang merasa mempunyai gejala tersebut. What?!! Lo merasa keren dengan gejala kesehatan mental? 

Tingkat kekhawatiran manusia di dunia dalam menjalani hidup terus meningkat. Pada halaman awal buku yang ditulis oleh Henry Manampiring ini mencantumkan beberapa data tentang seberapa banyak manusia di dunia yang mengalami kekhwatiran menjalani hidup, hingga yang berujung depresi lalu bunuh diri. Dalam ilmu psikologi, rasa khawatir akan hidup adalah hal yang wajar, terutama bagi orang yang telah memasuki masa dewasa. Namun kewajaran ini bisa berdampak buruk jika 'diromantisasikan'. 

Solusi yang menarik dalam menghadapi kekhawatiran di buku ini adalah teori dikotomi kendali.

"Some things are up to us, some things are not up to us" 

- Epictetus (Enchiridion)

Ya. Ada beberapa hal yang dapat kita kendalikan dan itu dibawah kendali kita, dan ada beberapa hal yang tidak dapat kita kendalikan dan itu tidak di bawah kendali kita. Begitulah kalimat sederhana Epictetus yang bisa dengan mudah kita pahami, dan mungkin saat membaca ini kita berkata "ya iyalah, masa ya iyadong, durian aja dibelah masak dibedong" (Xixixi ; bengek bapack bapack)

Terkadang beberapa kalimat sederhana yang pernah kita baca atau dengar hanya sekedar pernah terbaca atau terdengar, namun tidak benar-benar meresapi, mendalami, dan menerapkannya. Itu persis seperti kaum bani israil yang ketika diberikan kalimat kalimat sederhana yang baik, ia malah menjawab "sami'na wa 'ashoina, kami dengar dan kami berpaling"

Nah, agar kita tidak disamakan dengan kaum yang membangkang itu, maka perlu kita ketahui dulu apa saja itu yang termasuk dibawah kendali kita dan yang tidak termasuk dibawah kendali kita.

Menurut stoisme, hal hal yang berada di bawah kendali kita adalah

1. Pertimbangan (judgment), opini, atau persepsi kita.

2. Segala sesuatu yang merupakan pikiran

3. Dan tindakan kita sendiri

Sedangkan hal hal yang tidak dibawah kendali kita (yang tidak bisa kita kendalikan)

1. Tindakan orang lain

2. Pikiran orang lain

3. Reputasi/popularitas

4. Kekayaan

5. Kelahiran

6. Kematian

7. Dan segala sesuatu di luar pikiran dan di luar tindakan kita.

Seringkali rasa khawatir datang disebabkan oleh ekspetasi kita yang patah. Ekspetasi kita selalu terfokus dan tertuju pada hal-hal yang diluar kendali kita, sehingga ketika fokus dan tujuan itu tidak sesuai dengan ekspektasi kita, rasa kecewa pun hadir.

"Siapapun yang mengingini atau menghindari hal-hal yang ada di luar kendalinya tidak pernah akan benar-benar merdeka dan bisa setia pada dirinya sendiri, tetapi akan terus terombang-ambing terseret hal-hal tersebut " ujar Epictetus dalam Discourses.

Jadi, manusia yang rasional diharapkan mampu menahan diri dari hal-hal yang di luar kendali kita. Sebaliknya, rasa tenang timbul karena kita sadar kebahagiaan kita tidak tergantung pada hal-hal yang di luar kendali kita. Jika kekayaan, reputasi, pertemanan, kesehatan kita diambil dari kita, kita tetap bisa bahagia, jadi mengapa takut?

Okey, next time mungkin saya akan coba menulis tentang buku filosfi teras dan kaitannya dengan Islam. Biar pembaca dan penulis bisa sama-sama belajar bahwa Islam itu keren. Semoga dilancarkan ya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun