Mohon tunggu...
Vikri Putra Andana
Vikri Putra Andana Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Hanya ingin berbagi apa yang ada di pikiran untuk dituang menjadi tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aku dan Usia 20 Tahun

26 Juni 2020   21:23 Diperbarui: 26 Juni 2020   21:17 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika menginjak usia 20 tahun, saya mulai mengukur sudah sampai mana perjalanan saya meniti kehidupan. Pertanyaan demi pertanyaan tentang pencapaian diri mulai bermunculan. Apa saja yang telah dilakukan, apa saja yang belum, dan apa saja yang tertinggal. Sudah sebermanfaat apa hidup selama ini dan apa saja yang kurang sehingga perlu diisi kembali? Dari sini, mulai tampak celah-celah yang masih perlu banyak diisi oleh seseorang yang baru menginjak usia kepala dua ini.

Salah satu cara untuk mengukur perjalanan hidup di masa usia ini adalah dengan melihat pencapaian tokoh-tokoh besar yang ketika usia mereka 20 tahun sudah mampu berbuat hal-hal yang luar biasa. Sangat jauh jarak yang saya rasakan jika membandingkan mereka dengan diri sendiri, yang tentu saja di usia ini belum banyak memberikan arti serta kontribusi. Mereka sudah mampu menjadi inspirator ulung yang mampu menggerakkan ratusan jiwa melalui karyanya. Tak habis disitu, tinta sejarah pun menulis nama mereka di lembar sejarah peradaban. Siapa mereka? Salah satunya adalah Imam Bukhari. Bisa-bisanya beliau menulis kitab pertamanya pada usia kurang dari 20 tahun. Luar biasa.

Bagaimana dengan usia 20 tahunmu, kawan? Apa yang sebenarnya yang kamu cari? Apakah hanya eksistensi sebuah nama agar bisa dikenang banyak orang?

Ketika menginjak usia 20 tahun ini, saya sempat mempunyai sebuah pertanyaan 'Bagaimana caranya agar diri saya bisa tercatat sebagai orang yang bermanfaat seperti tokoh-tokoh besar di lembar sejarah?' Astaga. Justru  pertanyaan seperti ini menjadi alat untuk membunuh perkembangan saya di usia 20 tahun. Sebab, kebermanfataan bukanlah tentang eksistensi nama yang harus tercatat dalam buku sejarah. Kebermanfaatan itu bukan masalah nama. Ia adalah tentang peran.

Mari sejenak kita berjalan di mesin waktu sejarah, menikmati perjalanan hidup mereka yang sangat bergairah. Mari kita sadar bersama. Ternyata tokoh yang mampu menginspirasi banyak manusia selama ribuan tahun,  dan juga kita termasuk orang yang merasakan menfaat yang  diberikannya, justru mereka tak pernah sekalipun memikirkan eksistensi atas kekerenan dirinya.

Berbeda dengan kita yang sibuk memikirkan tentang punya followers banyak, spam like, di-share, dan dipuji-puji netizen. Mereka justru sibuk untuk terus memberikan seluruh tenaga, pikiran waktu hingga harta untuk orang lain.

Lihat, seperti Imam Bukhari yang di usianya 20 tahun telah mampu memberikan manfaat luas dengan menulis kitab pertamanya. Sebelumnya, juga telah hadir seorang pemuda hebat. Usamah bin Zaid namanya. Pada usia kurang dari 20 tahun, ia sudah menjadi pemimpin pasukan yang anggotanya adalah tokoh-tokoh hebat seperti Abu Bakar dan Umar yang pada saat itu tengah menghadapai pasukan terbesar dan terkuat di masa itu.

Bahkan dimasa itu pula, juga hadir seorang yang lebih muda usianya telah mampu menjadi sekretaris Rasulullah. Zaid bin Tsabit lah orangnya. Di usianya 13 tahun, dengan waktu 17 malam, ia mampu menguasai bahasa Suryani dan hafal Kitabullah serta ikut dalam mengodifikasi Al Quran.

Kawan. Masih banyak lagi sebenarnya tokoh-tokoh muda yang sangat menginspirasi kita hari ini.  Mereka yang menginspirasi dan telah punya banyak karya luar biasa itu justru tidak pernah sekalipun memikirkan popularitas, jabatan, atau pesona dirinya di mata orang lain. Sekali lagi, mereka sadar, bahwa kebermanfataan itu adalah tentang memberi dan memberi. Mereka bergerak, berkarya, beramal, dan bermanfaat hingga habis seluruh umurnya.

Sebab, mereka sadar. Semua yang mereka perbuat itu, tidak lebih ada yang diinginkannya kecuali untuk meraih Rahmat Allah di hari akhirat kelak.

Mereka telah selesai dengan diri mereka. Kini, tinggallah peran kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun