Mohon tunggu...
VIKRI RACHMATULHAQQI
VIKRI RACHMATULHAQQI Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

SAYA SUKA TRAVELLING DAN HEALING

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pilunya sebagai Mahasiswa

13 Juni 2024   13:15 Diperbarui: 13 Juni 2024   13:33 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri (PTN) telah menjadi isu kontroversial yang memicu gelombang protes dari banyak mahasiswa di berbagai wilayah di Indonesia. Kenaikan ini memberatkan mahasiswa dan keluarga, serta menyoroti ketergantungan banyak universitas pada UKT sebagai sumber pendapatan utama. Dalam opini ini, kita akan membahas beberapa aspek terkait dengan kenaikan UKT dan alternatif pendapatan baru yang dapat diambil oleh universitas.

Pertama, kenaikan UKT memang memberikan keuntungan bagi universitas dalam meningkatkan pendapatan. Namun, hal ini juga memicu kontroversi terkait aksesibilitas pendidikan. Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan bahwa lebih dari 60% pendapatan universitas negeri berasal dari UKT. Kenaikan ini dapat mempersempit kesempatan masyarakat ekonomi rendah untuk mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi.

Kedua, kenaikan UKT juga menimbulkan dilema bagi universitas dalam menyeimbangkan pendapatan dan kualitas pendidikan. Universitas memiliki tiga penyangga operasional selain UKT, yakni jasa riset dan konsultansi, Badan Usaha Milik Kampus (BUMK), dan monetisasi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Namun, tiap penyangga memang memiliki kompleksitas tersendiri yang memerlukan tata kelola dan penanganan secara bijaksana.

Ketiga, pengembangan BUMK seperti wisma atau asrama mahasiswa adalah strategi yang menjanjikan namun memerlukan investasi kapital yang besar. Tidak semua universitas memiliki kemampuan finansial untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur yang besar tanpa mengorbankan investasi pada aspek lain dari pendidikan. Contoh yang relevan adalah Universitas Gadjah Mada (UGM) yang membutuhkan investasi sebesar Rp 200 miliar untuk pembangunan asrama mahasiswa baru.

Keempat, pemanfaatan HAKI di kalangan universitas masih tergolong minim. Laporan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual pada tahun 2021 menyebutkan bahwa hanya 5% dari paten yang didaftarkan oleh universitas yang berhasil dimonetisasi. Kurangnya sinkronisasi antara riset yang dihasilkan dengan kebutuhan industri sering kali menjadi penghambat. Sebagai contoh, riset di bidang teknologi pertanian yang dilakukan universitas seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan aktual petani, sehingga paten yang dihasilkan tidak dapat diaplikasikan secara praktis di lapangan.

Kelima, diversifikasi sumber pendapatan menjadi kunci untuk mengurangi ketergantungan pada UKT. Kerja sama antara universitas, industri, dan masyarakat dapat membantu meningkatkan pendapatan universitas melalui berbagai sumber. Contoh yang relevan adalah pengembangan BUMK yang dapat memberikan kontribusi pada pendapatan universitas. Selain itu, universitas juga dapat meningkatkan pendapatan melalui jasa riset dan konsultansi, serta monetisasi HAKI.

Dampak Kenaikan UKT
Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri (PTN) memiliki dampak yang signifikan terhadap aksesibilitas pendidikan bagi mahasiswa dari keluarga menengah ke bawah. Berikut beberapa aspek yang terkait dengan dampak ini:

1. Aksesibilitas Pendidikan: Kenaikan UKT dapat memperburuk situasi kesulitan mahasiswa berpenghasilan rendah dalam membayar biaya kuliah. Mereka mungkin terpaksa mengurangi beban kuliah atau bahkan menghentikan studi karena tidak mampu membayar biaya yang semakin tinggi.

2. Penyusutan Aksesibilitas Pendidikan Tinggi: Kenaikan UKT dapat mengurangi aksesibilitas pendidikan tinggi bagi masyarakat dari latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Mahasiswa dari keluarga dengan keterbatasan finansial mungkin akan kesulitan memenuhi biaya pendidikan yang lebih tinggi, sehingga mempersempit kesempatan mereka untuk mengejar pendidikan tinggi.

3. Peningkatan Beban Kerja Mahasiswa: Untuk memenuhi kenaikan biaya pendidikan, mahasiswa mungkin akan terpaksa mengambil pekerjaan paruh waktu atau bahkan penuh waktu selama masa studi mereka. Hal ini dapat mengurangi waktu yang mereka miliki untuk belajar dan berpartisipasi dalam kegiatan akademis dan ekstrakurikuler, serta meningkatkan risiko kelelahan dan stres.

4. Kesenjangan Pendidikan: Kenaikan UKT juga dapat memperkuat kesenjangan pendidikan antara kelompok masyarakat yang mampu dan yang kurang mampu secara finansial. Mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang lebih tinggi mungkin memiliki akses lebih besar terhadap sumber daya pendidikan tambahan, seperti kursus dan pelatihan, sementara mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang lebih rendah mungkin terbatas dalam hal ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun