Mohon tunggu...
Viki Bella
Viki Bella Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ruang Publik di Tengah Kesemrawutan Lalu Lintas Jalan Parangtritis

17 Mei 2016   16:06 Diperbarui: 17 Mei 2016   16:23 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta dapat dikatakan berkembang pesat dengan predikatnya sebagai kota wisata juga kota pendidikan. Jumlah mahasiswa baru terus meningkat hingga mereka harus tinggal di kota Yogyakarta minimal sampai empat tahun ke depan. Begitu juga dengan wisatawan baik domestik maupun mancanegara juga terus berdatangan untuk mengunjungi situs budaya, seni dan lainnya. 

Pertumbuhan penduduk ini sepertinya tidak didukung dengan pertumbuhan akan kebutuhan ruang publik, yang justru kini terjadi adalah pergeseran fungsi ruang publik yang sudah ada untuk kepentingan pribadi seperti misalnya pembangunan hotel-hotel baru. Fasilitas hotel yang disediakan pun ditujukan pada para pendatang yang bukan melakukan wisata pada umumnya namun untuk kepentingan pertemuan bisnis sehingga mendorong pembangunan baru dengan kelas hotel bintang lima.

Ruang publik sendiri merupakan ruang yang dapat memfasilitasi pertemuan banyak orang tanpa mengenal batasan latar belakang sosial seseorang. Menurut Yasraf, bila ‘ruang publik’ dijelaskan melalui metafora ‘wadah’, maka wadah tersebut dapat dikatakan mempunyai kualitas kepublikan (publicity) sejauh ia dapat ‘menampung’ di dalam dirinya berbagai entitas (kelompok, komunitas, persatuan, kumpulan) dengan anekaragaman kepentingannya (interest). Ruang publik dalam hal ini mempunyai tingkatan-tingkatan ‘kepublikan’, yang sangat ditentukan oleh besaran daya tampungnya terhadap anekaragaman bentuk dan kepentingan publik tersebut.

Kemudian bila di dalam ruang publik bertemu dan bersilangan berbagai kelompok sosial dengan berbagai kepentingannya yang berbeda, maka terbentuklah berbagai budaya, dalam pengertian plural. Meskipun satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya (berdasarkan etnis, suku, daerah, ras, agama, profesi, kelompok sosial) bisa bertentangan satu sama lainnya, akan tetapi ruang publik mempunyai ‘tugas’ untuk menampung dan memberi tempat pada semua kebudayaan tersebut. Ketika berbagai kebudayaan berbeda tersebut hadir secara bersama di dalam sebuah ‘ruang bersama’ itu, akan memungkinkan terbentuk di dalamnya berbagai prinsip, bentuk, nilai atau makna yang dimiliki bersama oleh berbagai kelompok budaya yang berkepentingan dengan sebuah ruang publik.

Ruang tersebut masih dapat kita temui di pasar tradisional. Pasar tradisional menjadi ruang bertemunya baik pedagang dengan pembeli, maupun antar pedagang serta antar pembeli. Interaksi yang terjadi berupa transaksi, tawar menawar harga yang saat ini sudah tidak dapat kita temui lagi di pusat-pusat perbelanjaan modern. Belum lagi ketika menemui pedagang lansia di pasar tradisional yang akhirnya membuat kita belajar untuk menggunakan bahasa jawa alus.

Aktivitas pasar tradisional sendiri seringkali tumpah ruah hingga ke jalan raya, seperti Pasar Prawirotaman yang tak jarang menghambat lalu lintas Jalan Parangtritis sehingga cukup mengganggu pengguna jalan di pagi hari. Meskipun telah disediakan lahan parkir di sisi utara pasar namun kapasitasnya yang tak mencukupi, membuat para pengunjung pasar memarkir kendaraan roda duanya tepat di depan Pasar Prawirotaman. Selain itu angkutan-angkutan besar seperti truk pengangkut barang dagangan pasar juga sering memakan bahu jalan dengan memarkir tepat di depan pintu masuk ketika sedang memindahkan angkutannya dari truk ke pasar.

Namun apabila diperhatikan lagi, aktivitas Pasar Prawirotaman hanya terjadi di pagi hari saja. Setelah pukul sepuluh pagi lingkungan pasar menjadi sepi. Seharusnya hal ini bukanlah masalah besar, karena Pasar Prawirotaman sendiri sudah berdiri di sana sejak lama sedangkan kesemrawutan lalu lintas di Jalan Parangtritis baru terasa dalam lima tahun terakhir ini, bahkan tidak hanya di pagi hari saja. 

Kembali ke pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta, peningkatan jumlahnya menjadi salah satu penyebab padatnya lalu lintas terutama di Jalan Parangtritis. Di pagi hari orang-orang memulai aktivitasnya baik pekerja, pelajar, mahasiswa dan ibu rumah tangga yang akan berbelanja sama-sama menggunakan jalur tersebut.

Selain aktivitas pasar, sesungguhnya hotel-hotel baru di sekitaran Pasar Prawirotaman yang kini jumlahnya mencapai 20 hotel (sumber: klikhotel.com) pun menjadi faktor kesemrawutan lalu lintas juga. Lahan parkir yang sempit menyebabkan mobil-mobil berdesakkan di halaman depan hotel. Apalagi ketika rombongan bus besar berdatangan ikut memaksakan diri parkir hingga memakan bahu jalan. Jalanan yang sempit dilalui kendaraan besar dengan hitungan waktu yang tak menentu pula alias selama 24 jam mereka dapat datang kapan saja. Hal inilah yang perlu kita pahami bahwa hilangnya kenyamanan lalu lintas di Jalan Parangtritis bukanlah akibat dari aktivitas Pasar Prawirotaman saja, tetapi ada faktor lain yang seharusnya kita sadari.

Aktivitas pasar sendiri sesungguhnya dapat menghasilkan opini-opini masyarakat baik seputar perekonomian maupun kemungkinan lainnya sedangkan hotel-hotel biasanya hanya menjadi tempat untuk beristirahat di malam hari, kemudian sepanjang hari para pengunjung hotel akan berwisata keliling Yogyakarta. Dari sini dapat kita bandingkan kepentingan dari fungsi kedua bangunan tersebut. Apakah permasalahan kesemrawutan jalan ini menjadi ‘PR’ (pekerjaan rumah) pihak Pasar Prawirotaman dengan mengorbankan salah satu fungsinya sebagai ruang publik atau pihak hotel-hotel yang baru berdiri di sekitar Jalan Parangtritis?

Daftar Pustaka

Sudibyo, Agus. et al. 2005. Republik Tanpa Ruang Publik. Yogyakarta: Ire Press.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun